51 Tahun Unimal, Berkhidmat Pada Nalar Budi

SHARE:  

Humas Unimal
Dr Herman Fithra Asean Eng, Rektor Universitas Malikussaleh

Oleh Herman Fithra

Rektor Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe

Ada perasaan campur-aduk demi melihat sejarah perjalanan Universitas Malikussaleh pada tahun ini. Sejarah kelahiran Unimal yang kini telah beranjak ke usia 51 tahun dilewati berbagai rintangan dan kerja keras sehingga pantas menjadi renungan bersama. Jika ensiklopedia sejarah kita buka kembali, cikal bakal Unimal berasal dari Akademi Ilmu Agama Jurusan Syariah yang berdiri berdasarkan Surat Keputusan Bupati/Kepala Daerah Tingkat II Aceh Utara Nomor: 01/TH/1969 tanggal 12 Juni 1969. Drs. Tgk. Abdul Wahab Dahlawy adalah Bupati Aceh Utara yang menandatangi SK itu. Itulah yang menjadi akar tumbuh sehingga pohon Unimal mulai kokoh seperti saat ini. Tanpa ada sikap progresif sang Bupati saat itu, Unimal hari ini tidak ada. Karena itu pula tanggal ini diperingati secara bersama IAIN Lhokseumawe yang sebagai hari lahir atau milad Unimal.

Dialektika Unimal

Sejarah itu terus berdialektika, dari Sekolah Tinggi Administrasi Negara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 0607/0/1984, kemudian berkembang dengan tumbuhnya beberapa fakultas. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 0584/0/1989 pada 11 September 1989 ia berkembang diberi nama Universitas Malikussaleh. Dari awal hanya Akademi Ilmu Agama, kemudian menjadi Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN), dan akhirnya menjadi Universitas Swasta.

Gejolak politik yang berkembang pasca-Orde Baru turut mempengaruhi tubuh institusi Unimal. Kondisi politik di Aceh yang ditandai oleh konflik berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang serius dan mendalam terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Aceh. Konflik bukan saja telah menyebabkan derita mengalun dalam pilu sisi kemanusiaan masyarakat, juga berbercak pada harkat dan martabat.

Kondisi sosial-ekonomi-budaya ikut tergerus dan terhempas di titik terdalam. Banyak kemunduran yang terjadi akibat konflik. Apabila terus dibiarkan tanpa penyelesaian yang kongkret dan komprehensif, maka dapat menimbulkan ancaman berupa disintegrasi bangsa atau tumbah pada luka-luka anak bangsa yang lebih dalam lagi.

Karenanya, penegerian Unimal pada 2001 adalah bagian dari paket untuk membalut luka dan menyembuhkannya. Salah satu pola rekonsiliasi yang dilakukan Pemerintahan Indonesia saat itu, ketika Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi presiden cukup menyentuh, termasuk bagi masyarakat Aceh. Ia bukan saja Presiden pertama dalam sejarah reformasi yang mengambil langkah untuk berdialog dengan tokoh-tokoh Aceh tanpa protokol yang memberatkan, juga membuka hati dan pikiran dengan menerima semua kalangan, termasuk aktivis mahasiswa, LSM, perempuan, ulama, hingga kalangan kombatan/GAM.

Mesjid Raya Baiturrahman, Hotel Kuala Tripa, Kampus Darussalam Banda Aceh, Istana Negara, dan Hotel Peninsula adalah tempat Gus Dur menerima puluhan kelompok masyarakat Aceh, hingga berkali-kali, yang tak lain untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat Aceh. Salah satu tawaran rekonsiliasi itu adalah memperkuat pendidikan tinggi di Aceh, yang format formalnya adalah penegerian universitas swasta di Aceh. Salah satunya Unimal.

Universitas Malikussaleh menjadi PTN ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarno Putri melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor: 95 Tahun 2001 pada 1 Agustus 2001 dan diresmikan secara langsung oleh Putri Proklamator itu pada 8 September 2001 di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Jasa Megawati memang besar dalam penegerian, meskipun inisiatif Gus Dur juga tidak bisa kita pinggirkan. Unimal diimajinasikan menjadi pusat pengembangan sumber daya manusia bagi masyarakat Aceh wilayah terdampak konflik paling parah. Jadi, meskipun tanggal penegerian penting, ia adalah salah satu fase tumbuh Unimal, ia tak bisa meminggirkan tanggal lahir.

Walaupun penegerian ini memberikan berkah yang banyak (blessing in disguise), salah satunya adalah melepaskan kerepotan pembiayaan sebelumnya dari anggaran Pemerintah Daerah, setelah menjadi PTN ia menjadi tanggung-jawab nasional, tetap sejarah lahir lebih utama, dibandingkan sejarah masyhur lainnya.

Pelita Aceh baru

Kini setelah 51 tahun berdiri dan hampir 19 tahun menjadi PTN Satker di Aceh, Unimal telah berhasil berlari lebih kencang. Otot-otot pendidikan-pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakatnya mulai terbentuk. Salah satu yang perlu dilihat adalah Unimal berada di ranking kedua versi The Scimago Institutions Rankings (SIR) di Indonesia. Pencarian mesin google lebih banyak mencerap data nama-nama penulis dan peneliti dari Unimal.

Demikian pula dengan peringkat penelitian. Unimal pada tahun 2019 berhasil melakukan lompatan jauh bahkan nyaris terbang. Dari sebelumnya berada dari kluster binaan pada ranking 325, melesat menjadi kluster mandiri dengan ranking 58 dari 1.977 perguruan tinggi, seperti pengumuman Dirjen Dikti pada 19 November 2019.

Demikian pula pada pemeringkatan Webometrics dalam setahun terakhir ini. Dari peringkat 385 tahun 2019 menjadi 102 pada 2020 atau meningkat lebih dari 200 persen. Pemeringkatan Webometrics ini adalah "ukuran pengetahuan" yang ditemukan di dalam jaringan internet terkait dengan penggunaan sumber informasi, struktur dan teknologi dalam jaringan internet. Meskipun Unimal tidak berada di ibukota provinsi ia tetap memiliki geliat pembangunan dan progesivisme yang tak bisa dipinggirkan.

Unimal juga bisa disebut sebagai kampus rakyat. Ia menjadi salah satu kampus dengan uang kuliah tunggal termurah dan penerima beasiswa KIP terbanyak se-Indonesia yaitu sebanyak 1.164 paket. Tentu ada banyak konsekuensi menjadi kampus termurah, tapi di atas segalanya, bahwa dari kampus yang pernah menjadi saksi sejarah konflik dan derita Aceh, anak-anak negeri mulai bisa mengenyam pendidikan, termasuk anak-anak korban konflik dan tsunami.

Pada pengumuman Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2020, Unimal juga termasuk penerima calon mahasiswa terbanyak ketiga, yaitu 2.650 calon mahasiswa, setelah Universitas Brawijaya dan Universitas Pendidikan Indonesia.

Saat ini Unimal telah memiliki enam fakultas, 33 Prodi S-1, 10 Prodi S-2, 2 program diploma, dan satu program profesi serta sedang memproses 3 Program Studi Doktoral menjadi kampus yang cukup disegani di Aceh, bahkan untuk tingkat regional. Makanya perayaan Dies Natalis Unimal tahun ini ke-51, di tengah wabah Covid-19 yang menggejala dunia, tetap mampu menangkup rasa gembira sekaligus haru. Patut dimaknai di sudut hati yang bersih dan bening. Artinya di tengah kesengsaraan global, Unimal masih mampu menanjak, dan tidak terpuruk di lubang-lubang kemunduran.

Dies Natalis tahun ini, "berkhidmat pada nalar budi, setia pada kejujuran, dan berbudaya dengan karakter islami" merupakan perasaan atau kerucut atas alam pikir sivitas akademika Unimal di tahun ini. Ini adalah matra ada perjuangan keras yang kita susun, hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun menapak tahun, sehingga berbuah manis dan ranum.

Dapat dirasakan bahwa kebersamaan dan kolektivisme ini mengangkat derajat Unimal untuk bisa terbang lebih tinggi lagi. Sehingga semangat sebagai kampus inklusif dan properubahan tetap bernyala dan nyata adanya.

[Sumber: Serambi]


Berita Lainnya

Kirim Komentar