Pemkot Lhokseumawe Didorong Buat Qanun CSR

SHARE:  

Humas Unimal
Universitas Malikussaleh menggelar focus group discussion (FGD) pemetaan sosial terkait investasi Premier Oil Andaman II Ltd di Aceh, Kamis (2/7/2020). Foto: Bustami Ibrahim.

UNIMALNEWS | Lhokseumawe – Pemerintah Kota Lhokseumawe didorong segera merancang qanun tentang tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR). Keberadaan regulasi ini dipandang penting di tengah rencana sejumlah perusahaan menanamkan investasi di Lhokseumawe serta penetapan kawasan ekonomi khusus.

Desakan itu muncul dalam focus group discussion (FGD) pemetaan sosial terkait investasi Premier Oil Andaman II Ltd di Aceh yang digelar Universitas Malikussaleh di Kampus Lancang Garam, Lhokseumawe, Kamis (2/7/2020). Hadir dalam FGD tersebut sejumlah peserta dari kalangan akademisi, ulama dayah, LSM, organisasi kepemudaan, jurnalis, partai politik, dan aktivis perempuan.

Pengurus Partai Demokrat Kota Lhokseumawe, Fidhia Aruni, memandang keberadaan qanun tentang CSR sangat mendesak  untuk pemberdayaan masyarakat di berbagai bidang. “Saya akan mendorong Fraksi Demokrat agar membahas qanun tentang CSR,” ujar Fidhia.

Evany Claura Yanty dari Koalisi Perempuan Indonesia mengkritisi penggunaan dana CSR selama ini belum menyentuh kebutuhan perempuan dan anak. Menurutnya, program CSR yang digulirkan perusahaan tidak berdampak jangka panjang.

“CSR jangan hanya gelar sunnatan massal dan bangun halte saja,” ujar Claura yang juga mengingatkan kebutuhan perempuan dan anak harus mendapat prioritas dalam program CSR.

Baca juga: Melepas Kutukan Kekayaan Alam

Sementara Ketua Prodi Pendidikan Fisika Universitas Malikussaleh, Dr Rozanna Dewi, berpendapat CSR harus melihat potensi yang dimiliki masyarakat setempat agar memberikan manfaat jangka panjang dan menumbuhkan industri kreatif masyarakat. Rozanna yang memaknai CSR tidak semata masalah anggaran, mengingatkan perlunya program CSR yang fokus pada bidang tertentu.

“Ketika masa operasional perusahaan berakhir, ada sesuatu yang mereka tinggalkan. Jangan setelah perusahaan pergi, manfaat CSR juga hilang,” tambah Rozanna dalam diskusi yang dipandu Teuku Kemal Fasya tersebut.

Soal hasrat pemerintah daerah untuk ikut mengelola CSR, baik Rozanna maupun Muhadi Bukhari dari LSM Bytra, sepakat bahwa pemerintah tidak perlu terlibat langsung. Mereka menyarankan agar CSR tetap dikelola perusahaan tetapi melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk membangun sinergitas.

Sekretaris KNPI Kota Lhokseumawe, Armiadi, berpandangan program CSR harus fokus pada pemberdayaan masyarakat dan ditargetkan berhasil dalam periode tertentu. “Misalnya untuk pendidikan 10 tahun, kemudian perekonomian 10 tahun, dan seterusnya,” kata Armiadi yang mengharapkan perusahaan juga peduli pada program lingkungan.

Sedangkan Tgk Munzir dari Pesantren Qaha mengharapkan investasi di Aceh juga sejalan dengan penegakan syariat Islam. Ia mengharapkan pengelolaan sumber daya alam di Aceh harus berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Teuku Kemal Fasya menyebutkan, elemen sipil bisa mendorong lahirnya qanun CSR di Kota Lhokseumawe seperti yang pernah dilakukan di Kabupaten Aceh Utara. “Regulasi ini menjadi dasar pihak korporasi dan pemerintah dalam memberdayakan masyarakat melalui program CSR,” tandas Kemal. [ayi]

Baca juga: Unimal Fasilitasi FGD Perempuan Aktivis Aceh Bahas Industrialisasi Migas Baru


Kirim Komentar