Orang Dengan Gangguan Jiwa di Sekitar Kita

SHARE:  

Humas Unimal
Dosen Universitas Malikussaleh, Masriadi Sambo dan Kasie PTM Keswa Dinas Kesehatan Lhokseumawe, Ns. Fauzan Saputra S Kep, MNS, menjadi narasumber dalam gelar wicara Ngobras di Proa 1 RRI Lhokseumawe, Sabtu (12/9/2020). Foto: Ist.

JUMLAH Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Indonesia, termasuk Aceh, semakin meningkat belakangan ini. Aceh berada di peringkat enam di Indonesia sebagai provinsi yang memiliki ODGJ terbanyak.

Data Kementerian Kesehatan 2019 menunjukkan, prevalensi skizofrenia/psikosis di Aceh sebanyak 8,7 persen per 1.000 rumah tangga. Ini berarti, dari 1.000 rumah tangga di Aceh terdapat 8,7 rumah tangga memiliki anggota yang mengidap skizofrenia/psikosis. Angka 8,7 persen berada di atas rata-rata angka nasional, yakni 6,7 persen.

Dalam kondisi demikian, bisa dikatakan jumlah ODGJ di Aceh sungguh memprihatinkan. Akurasi angka tersebut memang bisa diverifikasi secara kasat mata di jalanan. Jumlah ODGJ jalanan di Aceh bisa ditemukan di seluruh kota, termasuk Lhokseumawe. Upaya untuk menertibkan ODGJ di jalanan belum terlihat hasilnya.

Maka ketika Ahad (6/9/) lalu ada ODGJ mengamuk dan memarang semua mobil yang berwarna putih dan silver di jalanan Kota Lhokseumawe, itu merupakan dampak dari pembiaran terhadap keberadaan mereka di jalanan.

“Harusnya ada pendataan ODGJ di jalanan,” ujar dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh, Masriadi Sambo, S Sos, M Kom I dalam  Ngobrol Santai (Ngobras) di Pro 1 RRI Lhokseumawe, Sabtu (12/9/2020).

Masriadi yang juga wartawan media online itu menyebutkan, ODGJ yang menghancurkan sekitar 10 mobil di sejumlah ruas jalan di Kota Lhokseumawe itu harusnya menjadi perhatian serius petugas Puskesmas Mon Geudong, tempatnya dirawat selama ini.

“Ketika tidak ada anggota keluarga yang mengambil obat di puskesmas, harusnya ada petugas yang mendatangi rumah pasien dengan berkoordinasi dengan keuchik setempat,”  lanjut Masriadi yang juga menjadi korban karena mobilnya dibacok pasien ODGJ.

Hal itu diakui Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular (PTM) Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Lhokseumawe, Ns. Fauzan Saputra S Kep MNS. Menurutnya, pola yang dilakukan petugas puskesmas selama ini memang proaktif mendatangi pasien di rumahnya.

“Khusus ODGJ dari Pusong yang menyerang mobil itu, sebelumnya ibunya yang rajin mengambil obat di puskesmas. Tapi setelah ibunya meninggal, ia sudah lama tidak minum obat. Kebetulan juga petugas terkait di puskesmas sudah pindah,” jelas Fauzan tanpa bermaksud mencari argumen.

Ia mengakui ada beberapa tantangan yang dihadapi ketika merawat ODGJ, termasuk dari keluarga sendiri. Meyakinkan keluarga untuk merawat pasien adalah tantangan yang paling berat, sebab dalam beberapa kasus, justru keluarga yang putus asa sehingga ada yang mengambil jalan pintas seperti memasung.

“Malah ada yang tidak peduli sama sekali kalau pasien ODGJ meninggal. Ketika lelah mengurus pasien, ada yang suruh tembak saja,” tambah Fauzan yang sudah menyelesaikan S2 dan sedang menyelesaikan S3 di Bangkok, Thailand.

Sikap pasrah seperti itu dihadapi Masriadi ketika ia meminta pertanggungjawaban keluarga ODGJ yang merusak mobil. Terhadap kondisi seperti itu, ia mengingatkan Dinas Kesehatan agar tidak mengabaikan sikap pasrah keluarga, apalagi banyak ODGJ berasal dari keluarga tidak mampu dan berpendidikan rendah.

“Intinya, bila puskesmas menjalankan tugas dengan rutin, masalah ODGJ bisa dikurangi,” ujar anggota Komisi Penyiaran Indonesia Provinsi Aceh tersebut.

Menyangkut tanggung jawab keluarga, Fauzan mengakui keberadaan ODGJ memang menuntut perhatian keluarga seumur hidup. Ada keluarga yang kemudian abai karena menganggap sudah sembuh. Padahal, ketika sudah pulih pun masih membutuhkan perhatian keluarga seperti mengingatkan untuk minum obat secara rutin.

Disinggung dengan banyaknya ODGJ di jalanan, Fauzan menyebutkan tidak semuanya berasal dari Lhokseumawe. Ada di antara mereka yang tidak memiliki identitas, sehingga ketika ada razia, tidak diketahui asalnya.

Ditanya sikap agresivitas ODGJ seperti menyerang orang atau mobil, Fauzan menyebutkan ada pemicunya seperti dalam kasus penyerangan mobil berawarna putih dan silver. “Menurut keluarga pasien, ia cenderung agresif terhadap mobil berwarna putih karena trauma dengan mobil ambulans,“ tandasnya. [Ayi Jufridar]

Baca juga: Uji Coba Belajar Tatap Muka

 

 

 


Berita Lainnya

Kirim Komentar