Dosen Unimal menjadi Pembicara dalam Seminar Penegakan Hukum dan Pemilihan

SHARE:  

Humas Unimal
Panwaslih Aceh melaksanakan Seminar Penegakan Hukum Pemiliu dan Pemilihan dengan tema “Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu-Pemilihan dalam Penegakan Hukum di Aceh" di Banda Aceh, Senin (28/9/2020). Foto: Teuku Kemal Fasya.

UNIMALNEWS | Banda Aceh – Di tengah pandemi Covid-19 pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum tetap berencana melaksanakan Pilkada Serentak 2020. Pelbagai problem pilkada akan muncul dan bisa menjadi bahan pembelajaran, terutama bagi daerah yang tidak melaksanakan Pilkada pada tahun ini.

Untuk ikut merespons fenomena politik itu, Panwaslih Aceh melaksanakan Seminar Penegakan Hukum Pemiliu dan Pemilihan dengan tema “Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu-Pemilihan dalam Penegakan Hukum di Aceh”.

Ketua Panwaslih Aceh, Faizah, menyatakan bahwa keberadaan lembaga pengawas pemilu semakin hari akan semakin menghadapi banyak tantangan. Karenanya Panwaslih harus bersifat progresif dibandingkan bersikap pasif, agar potensi pelanggaran pemilu bisa diminimalisasi dan tidak hanya bertumpu pada penindakan.

“Pada Pemilu 2019 lalu, kita mencatat ada 388 dugaan pelanggaran pemilu baik pelanggaran etik, administrasi, hukum, pidana, dan hukum lainnya. Untuk permohonan penyelesaian sengketa ada 43 kasus, dan lima kasus di tingkat provinsi. Ini adalah tantangan bagi kita menyelesaikan masalah pelanggaran pemilu secara adil dan tidak mencederai demokrasi,” ungkapnya.

Pada seminar itu sendiri para pembicara yang diundang adalah Doli Kurnia Tanjung (anggota DPR RI Komisi II), Dr Khairul Fahmi (Dosen Hukum Universitas Andalas), Teuku Kemal Fasya (Dosen Antropologi FISIP Universitas Malikussaleh), Dr Afrizal Tjutra (Dosen FISIP Universitas Teuku Umar), Azhar Abdurrahman (ketua Banleg DPRA), Marini (Kordiv Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Aceh), dan Fahrul Rizha Yusuf (Kordiv Penanganan Pelanggaran Panwaslih Aceh).

Dalam seminar tersebut, Teuku Kemal Fasya membahas tentang Konfigurasi Politik Lokal dalam Penegakan Hukum Pilkada di Aceh. Antropolog Unimal itu membahas tentang latar belakang dualisme lembaga pengawas pemilu di Aceh yang tetap terjadi setelah beberapa anggota DPRA melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi.

Judicial review yang diajukan oleh Muharuddin (ketua DPRA), dan Kautsar dan Samsul Bahri (anggota DPRA). Ini mewakili alam pikir antropologi politik di Aceh yang menganggap apa yang dilakukan oleh perumus UU Pemilu (UU No 7 tahun 2017) dianggap sebagai upaya memotong lex specialist di Aceh.

Acara seminar kali ini dilaksanakan oleh Divisi Penindakan Pelanggaran Panwaslih Aceh dengan kordonator Fahrul Rizha Yusuf. [ayi]

Baca juga: Dosen Unimal Mereview Progres Penelitian Panwaslih Aceh


Kirim Komentar