Muhammad Suheri: Pernah Jadi Pemanjat Kelapa, Kini Jadi Pengusaha Keripik

SHARE:  

Humas Unimal
Muhammad Suheri, alumni Prodi Ilmu Administrasi Negara Universitas Malikussaleh yang kini menjadi pengusaha keripik dengan merek "Fatmagul" yang dipasarkan ke beberapa daerah di Aceh. Foto: Ahmad Albastin.

Berbagai jenis pekerjaan kasar sudah dilakoni Muhammad Suheri (27) sebelum menjadi mahasiswa Ilmu Adminitrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh, pada 2010 silam. Pemuda itu misalnya pernah menjadi kuli bangunan dan pemanjat kelapa, sebuah profesi yang sangat langka dan tidak prestisius di era digital sekarang ini.

Orang tuanya sempat marah ketika itu karena mengetahui anaknya mencari uang dengan menjadi pemanjat kelapa dengan upah Rp3.000 per batang. “Saya sampai harus sembunyi karena dicari Bapak. Mungkin karena masih SMA, terlalu keras bekerja sebagai pemanjat kelapa,” kenang Suheri sambil tertawa dalam sebuah perbincangan dengan Unimalnews di Kampus Lancang Garam, Kamis (23/5/2019).

Ketika diterima sebagai mahasiswa IAN pada 2010, Suheri memilih menjual keripik kepada dosen dan mahasiswa di Kampus Bukit Indah. Dia mengambil keripik ubi pada orang lain dan menjualnya untuk mendapatkan komisi 20 persen dari jumlah dagangan yang laku. “Pelanggan saya waktu itu dosen dan kawan-kawan mahasiswa,” tambahnya.

Ketika sedang laku-lakunya, entah kenapa pemilik dagangan tidak memberikan keripiknya dijual Suheri. Masalah itu dianggapnya sebagai jalan dari Allah untuk membuka usaha sendiri. Dengan modal Rp370 ribu ketika itu, ia membeli penggorengan besar dan minyak curah. Kakaknya adalah pekerja pertamanya sebagai penggoreng keripik.

“Saya pakai uang kuliah sebagai modal awal. Akibatnya, saya harus menunggak pembayaran uang kuliah,” kisah Suheri. Namun,  itulah menjadi awal dari kesuksesaannya menjadi pengusaha keripik dan kue kering khas Aceh, hingga saat ini.

Dirampas
Berbagai suka duka dialami Suheri ketika kuliah sambil mencari uang. Bila mahasiswa lain cukup membawa buku dalam ransel ketika berangkat ke kampus, ia harus menambah bebannya dengan barang dagangan dalam jumlah besar. Penampilannya saat itu sangat mencolok sehingga banyak mahasiswa mengenalnya. “Tapi saya tidak pernah malu. Malah senang bisa kuliah tanpa menyusahkan orang tua,” kata Suheri, anak ketujuh dari sembilan bersaudara.

Ia malah bangga ketika orang di kampungnya mengeluh butuh biaya banyak untuk memenuhi kebutuhan kuliah anaknya, orang tuanya malah tidak terbebani apa pun. Sampai-sampai orang tuanya mengira untuk kuliah itu tidak perlu biaya.

Ketika masa istirahat tiba dan teman-temannya duduk di kantin, Suheri malah sibuk dengan dagangannya. Dan ketika jam kuliah berlangsung kembali, ia menyimpan dagangannya di luar. Ketika itulah, keripiknya pernah dirampas dan dibawa lari. Meski rugi, Suheri tidak bisa melaporkan ke pihak rektorat, apalagi ke polisi, sebab yang merampas adalah kawanan monyet yang sampai sekarang masih banyak di Kampus Bukit Indah. “Sejak itulah, keripik selalu saya bawa masuk dan ikut kuliah juga,” tambahnya sambil tertawa.

Mahasiswa mandiri

Meski harus membiayai kuliah sendiri, Suheri mengaku tidak pernah mengajukan permohonan beasiswa. Dia lebih senang membiayai kebutuhannya sendiri meski harus bekerja keras. Seperti kata pepatah, kerja keras tidak pernah mengkhianati hasil. Jalannya menjadi mahasiswa mandiri terbuka karena usaha keripiknya semakin maju dan ia mengembangkan dengan berbagai jenis produk lain.

Ketika itu, ada mahasiswi yang mengalami kesulitan keuangan yang ikut memperdagangkan keripik di Kampus Bukit Indah. Namun, kerja sama tersebut tidak berlangsung lama karena mahasiswi bersangkutan diminta menjual keripik yang dibuat ibu kos.

Dari hasil berjualan keripik itulah, Suheri menyelesaikan kuliah di IAN pada 2017 tanpa pernah meminta uang kepada orang tua. Meski sudah menjadi sarjana, ia tidak pernah berpikir mencari kerja kantoran karena tekadnya sudah bulat untuk menjadi entrepreneur.

Dia memilih berusaha dengan memproduksi keripik dalam partai besar. Beberapa kawan kuliah pernah diajak bergabung, tapi mereka menolak. “Barangkali malu, sarjana ‘kok jualan keripik. Tapi ini usaha yang menjanjikan. Makanya ketika ditawarkan kerja di perusahaan, saya menolak karena ingin fokus berdagang,” katanya.

Mulanya ia memiliki lima pekerja untuk mennggoreng, mengiris ubi, dan mengemas yang semuanya dilakukan secara manual. Ketika melintasi Sare, Aceh Besar, ia melihat mesin pengiris ubi dan tertarik membelinya seharga Rp3,5 juta. Dengan mesin pengiris ubi, kapasitasnya bisa lebih besar. Sekarang ia merancang sendiri mesinnya. “Sudah punya dua unit dan tiga penggorengan besar.”

Usahanya terus berkembang. Sekarang ia sudah memiliki 13 pekerja dari kampungnya. Alih-alih mencari kerja, dengan usaha keripik Suheri malah membuka lowongan kerja kepada orang lain. Dia memberi upah pekerja penggorengan Rp200 ribu per hari belum termasuk biaya makan.  

Asetnya juga terus bertambah. Kalau dulu ia menjajakan dagangan dengan becak, kini sudah menggunakan mobil. Dia juga membeli mesin pemotong kayu yang digunakan sebagai bahan bakar. “Tidak bisa menggunakan gas elpiji karena keripiknya akan keras.”

Produknya sekarang dengan branded “Fatmagul” sudah berkembang pesat. Selain keripik ubis aneka rasa, juga ada keripik sukun, kue bawang, kue akar kelapa, kue biji mangga, keripik kentang yang termasuk produk unggulan, opak sambal dan opak tanpa sambal, kue boh husen, dan beberapa jenis kue Aceh lainnya.

Omzetnya sudah mencapai Rp25 juta per bulan dengan lahan usaha mencapai 7 hektar. Tidak heran bila sekarang Suheri sedang membangun rumah dan ditargetkan selesai pada 2020.

Produknya tidak hanya dijual di Lhokseumawe, tetapi juga ke Bireuen, Sigli, Takengon, sampai Banda Aceh. Orang-orang dari luar Aceh pun sering membeli produknya sebagai oleh-oleh khas Aceh, tetapi hanya sebatas pelanggan tetap saja.

Dalam memasarkan produknya, Suheri tidak menyimpan di minimarket karena kurang laku. Dia memilih mengantar langsung ke pelanggan agar terbangun komunikasi dengan pelanggan. “Saya bermimpi memiliki toko di pinggir jalan agar bisa memasarkan produk untuk konsumen yang lebih luas,” harapnya.

Dia tidak pernah berpikir mencari pekerjaan lain meski profesinya sekarang tidak nyambung dengan pendidikan di bangku kuliah. Dia mengingatkan mahasiswa sekarang jangan pernah malu untuk melakukan pekerjaan apa pun, sejauh halal. “Ketika kita terus berusaha, Allah akan memberikan jalan menuju sukses,” kata Suheri.

Tak kurang Rektor Unimal, Dr Herman Fithra, mengagumi kegigihan Suheri dalam menggapai sukses. “Kisah Suheri bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain. Sejauh mau berusaha, jalan sukses selalu terbuka,” pesan Herman.[Ayi Jufridar/Bustami Ibrahim]

 


Berita Lainnya

Kirim Komentar