Nilam Aceh Membawa Peran Penting Bagi Sistem Perindustrian Parfum Dunia

SHARE:  

Humas Unimal
Pemkab Aceh Utara Gelar FGD di Oproom Setdakab. Foto: Ist

UNIMALNEWS | Lhokseumawe – Rektor Universitas Malikussaleh Dr Herman Fithra  yang diwakili oleh Kepala UPT Kehumasan dan Hubungan Eksternal Teuku Kemal Fasya dan kepala LPPM Dr Azhari hadiri Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka mengembangkan inovasi pembangunan di daerah yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, Selasa (5/11).

FGD yang digelar di Oproom Setdakab Aceh Utara yang mengusung tema “Diseminasi Road Map Sistem Inovasi Daerah (Sida) Kabupaten Aceh Utara 2019” itu juga dihadiri oleh  kepala Bappeda Aceh Utara, kepala Dinas Perkebunan, Perternakan, dan Kesehatan Hewan, kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM, kepala dinas Penanaman Modal, Transmigrasi, dan Tenaga Kerja Aceh Utara, Camat Nisam Antara, Camat Kuta Makmur, Camat Simpang Kramat, kelompok tani, serta LSM di Aceh Utara.

Dr Saifullah dari LPPM Universitas Syiah Kuala sebagai pemateri FGD menyatakan bahwa nilam di Aceh memang peran penting termasuk di dalam sistem perindustrian parfum dunia. Sejarah tentang nilam Aceh sendiri sudah berumur ratusan tahun sehingga tidak boleh diabaikan atau dipinggirkan.

"Aceh Utara sendiri sebenarnya memiliki potensi dalam mengembangkan perkebunan di nilam. Industri parfum dunia di Perancis sangat memerlukan pasukan nilam sebagai pengikat parfum,"katanya.

Menurutnya, sebenarnya Aceh Utara sudah membuat roadmap sejak tahun lalu. Secara dokumen tim peneliti Aceh dari Unsyiah sudah selesai, yang diperlukan adalah bagaimana action untuk langsung mengembangkan Sida di Aceh Utara. Perlu ada gerak cepat agar hasil dari inovasi nilam ini bisa menjadi produk unggulan dan memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat.

Saat ini menurut Saiful, harga minimal yang tepat di tengah fluktuasi indeks harga dan menghindari rusaknya harga perdagangan akibat permainan mafia, maka dibuat harga penjualan minyak nilam pada harga minimal Rp 500 ribu per kilogram. Dengan sistem yang aman dari pengaruh kartel, karena selama ini pengaruh tersebut sudah merusak harga dan mempurukkan petani.

"Dengan harga minimal tersebut maka petani dapat menghasilkan 90 juta per hektar dengan 15 ribu tanaman jika dikerjakan sendiri oleh petani dan akan menghasilkan Rp 70 juta sekali panen dengan waktu panen per delapan bulan. Selama ini yang mempermainkan harga nilam Aceh adalah sistem kartel dan mafia yang hidup di Medan, dan tidak ada yang membela sehingga nasib petani Aceh terus berada di bawah bayang-bayang pengaruh orang lain,"terangnya.

Tambahnya, Pemerintah Aceh Utara harus memiliki langkah yang tepat dan cepat dalam mengembangkan inovasi, karena dengan pola inovasi inklusif yang melibatkan petani akan semakin meningkatkan kesejahteraan dan transfer teknologi kepada masyarakat.

"FGD juga melakukan demostrasi cara membuat parfum menggunakan minyak nilam sebagai unsur pengikat harum. Makanya, tidak ada waktu untuk atrek lagi. Maju dengan inovasi untuk memajukan masyarakat,"tutup Saiful.[tkf]


Kirim Komentar