Unimal Fasilitasi FGD Perempuan Aktivis Aceh Bahas Industrialisasi Migas Baru

SHARE:  

Humas Unimal
Suasana Focus Group Discussion (FGD) dengan aktivis perempuan yang dilaksanakan oleh Universitas Malikussaleh di Banda Aceh, Minggu (28/6/2020). Foto; Ist

UNIMALNEWS | Banda Aceh – Langkah beberapa perusahaan migas yang masuk ke Aceh harus ditanggapi dengan responsif dan pikiran terbuka. Pemerintah Aceh dan perusahaan migas sendiri juga diharapkan dapat mengedukasi masyarakat, terutama masyarakat pesisir agar mendapatkan pengetahuan baik benar tentang keberadaan perusahaan migas dan juga resiko-resiko dan dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan karena proses eksplorasi dan eksploitasi.

Demikian sebagian pandangan aktivis perempuan saat diadakan focus group discussion (FGD) yang dilaksanakan Universitas Malikussaleh di Café Paradigma Banda Aceh, Minggu (28/6/2020). FGD ini merupakan rangkaian survei dan penelitian yang dilaksanakan oleh Tim Social Mapping Universitas Malikussaleh yang difasilitasi Premier Andaman Oil Ltd. Premier Andaman Oil adalah perusahaan migas high profile asal Inggris yang mendapatkan konsesi Blok Andaman II yang berada di perairan Selat Melaka yang termasuk wilayah Bireun, Aceh Utara, dan Lhokseumawe. 

Menurut Teuku Kemal Fasya, team leader Social Mapping yang juga berlaku sebagai moderator pada acara itu menyebutkan bahwa rencana survei dan pemetaan sosial sebenarnya dilaksanakan pada awal 2020, sebagaimana kontrak kerja sama yang dilakukan dengan  Premier Andaman Oil Ltd. Namun pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pembatasan sosial sehingga berdampak pada rencana survei turun lapangan. Namun karena telah dimulainya fase new normal sejak awal Juni lalu, survei ini baru dilaksanakan sejak tanggal 8 Juni 2020. 

Meskipun demikian, tim survei menjalankan peran pemetaan sosial di lapangan dengan tetap mengindahkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak dengan informan, menggunakan masker, penggunaan hand sanitizer, dan menjaga kebugaran tubuh.

Acara FGD itu diikuti beberapa perempuan aktivis Aceh yaitu Norma Susanti (Balai Syura Inong Aceh), Eva Khovivah  (PKBI), Heni (The Source), Laila Juari (RPuK), Erni (RpuK), Irma (AWPF), Riswati (Flower Aceh), dan Desy Setiawaty (Balai Syura Banda Aceh). Dalam acara tersebut perempuan aktivis juga mengingatkan agar peran perempuan kelak ketika perusahaan mulai menjalankan proses eksplorasi dan eksploitasinya tetap dipertimbangkan. “Harus dilihat bahwa perempuan paling sering tertinggal untuk bidang usaha ini, karena umumnya dianggap sebagai pekerjaan bernuansa maskulin”, ungkap Eva. [ryn]


Kirim Komentar