Islam Nusantara Masih Dipahami Secara Keliru

SHARE:  

Humas Unimal
Dosen Antropologi Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya, menjadi pemateri dalam webinar nasional tentang Islam Nusantara,

UNIMALNEWS | Lhokseumawe – Pemahaman tentang Islam Nusantara harus dilihat dari bagian kosmologi Islam yang secara instrinsik memang berbeda. Islam Nusantara harus dilihat dari dari persebaran sejarah Islami di Nusantara sehingga tidak dijadikan sebagai pertentangan ideologis-teologis.

Pelbagai karya pemikiran Islam baik tafsir, fiqh, tasawuf, filsafat, sastra, dan kebudayaan yang dihasilkan pemikir Islam di seluruh Indonesia, sudah menunjukkan adanya fakta tentang Islam Nusantara yang dalam konteks Nahdlatul Ulama dideklarasikan dengan klaim Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Demikian antara lain pandangan Teuku Kemal Fasya ketika menjadi pembicara dalam webinar tentang Islam Nusantara, Rabu (14/7/2021).

Menurut dosen Universitas Malikussaleh tersebut, kalau dilihat dari sejarah masuknya Islam di Indonesia termasuk Aceh, sarat dengan nuansa keberagaman karena para penjelajah yang menyiarkan agama Islami datang dari berbagai etnis dan negeri. Nilai-nilai lokal di Aceh juga sarat dengan nilai kenusantaraan.

“Dayah dan pesantren dalam sistem pendidikan Islam tradisional dengan tidak menyebut madrasah untuk traditional Islamic boarding school, sangat dekat dengan Nusantara. Meskipun ada yang menyebutkan, kata dayah dalam bahasa Aceh adalah generik linguistik dari az-Zawiyah dalam bahasa Arab,” tutur Kemal Fasya dalam webinar yang dipandu Sari Febriani.

Pemateri lainnya, Mahmud Syalout membicarakan tentang tren algoritma wacana Islam Nusantara di dunia digital. Menurutnya, wacana Islam Nusantara sempat memiliki grafik lebih tinggi dibandingkan tema Islam pada mesin pencari Google pada tahun 2015 – 2017.

“Namun mengalami tren menurun pada masa pandemi. Bahkan tema Islam tradisional lebih mengemuka di tahun 2020-2021 dibandingkan Islam Nusantara,” Mahmud Syalout.

Sedangkan Amin Muzakkir membahas tentang genealogi epistimologi Islam Nusantara dengan wacana yang sebelumnya sempat menjadi pergelutan di kalangan intelektual muda NU, seperti wacana post-tradisionalisme Islam, Islam Liberal, dan Islam Moderat.

Webinar tersebut direspon antusias dari para peserta. Seorang peserta mempertanyakan tentang radikalisme dalam Islam apakah berkaitan dengan sikap kritis kepada pemerintahan. Peserta tersebut menilai, sikap kritis terhadap pemerintah terkadang dipandang sebagai bagian dari radikalisme. [ayi]

 

 


Kirim Komentar