Mendesain Pendidikan Jarak Jauh di Masa Pandemi

SHARE:  

Humas Unimal
Mahasiswa Prodi Akuntansi Universitas Malikussaleh yang sedang mengikuti Program Kampus Merdeka di Ukrida Jakarta.

Oleh Mayya Safida

Sejak 2 Maret 2020, Indonesia dihebohkan dengan adanya kasus pertama Coronavirus Diseases 2019 atau yang lebih dikenal dengan Covid-19. Tidak lama kemudian pemerintah Indonesia langsung merumuskan sejumlah regulasi untuk mencegah penularan virus korona, salah satunya yaitu peraturan dari Menteri Kesehatan Nomor 9 tentang Pembatasan Sosial Beskala Besar (PSBB).

Pandemi Covid-19 memberikan banyak dampak buruk bagi sektor kehidupan, seperti kesehatan, sosial budaya, ekonomi, politik, pariwisata, agama dan tidak terkecuali juga berdampak pada lembaga pendidikan. Pandemi Covid-19 mempunyai pengaruh yang sangat besar pada lembaga pendidikan, terutama saat pertama kalinya diadakan peraturan kebijakan penghentian belajar tatap muka.

Setelah itu menteri pendidikan dan kebudayaan langsung menerapkan metode pembelajaran baru, yaitu metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

 

Ketergantungan teknologi
Teknologi sangat berperan penting dalam metode PJJ sehingga guru, siswa, dan orang tua siswa harus berdaptasi dengan metode pembelajan baru ini karena metode pembelajaran ini belum pernah ada sebelumnya.

Dengan diterapkannya PJJ, maka terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi. Pertama,  orang tua siswa yang gaptek menghambat proses pembelajaran. Untuk orang yang tinggal di perkotaan, mungkin penerapan sistem belajar online lebih mudah diterapkan dibanding dengan orang yang tinggal di desa, karena sebagian besar orang di perkotaan sudah tidak awam lagi dengan teknologi.

Berbeda dengan orang yang berada di desa, mereka belum terlalu melek teknologi, dan tidak semua orang memiliki gadget canggih, sehingga pembelajaran online ini akan terasa berat jika diterapkan bagi mereka.

Kedua, akses internet yang belum merata dan belum lancar di setiap daerah. Akses internet merupakan salah satu kendala yang paling banyak dikeluhkan oleh siswa, orang tua, dan guru. Penyebabnya yaitu karena sinyal yang kurang memadai di berbagai daerah, khususnya bagi siswa yang tinggal di daerah terpencil.

Selain koneksi yang kurang memadai, kuota internet  juga menjadi salah satu  kendala, di mana jika siswa tidak menggunakan WiFi di rumahnya, maka siswa harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli kuota internet. Pembelian kuota internet juga akan terasa berat bagi siswa yang orang tuanya memiliki kesusahan ekonomi, sehingga siswa kesulitan untuk membeli kuota internet.

Ketiga, sulit memahami materi akibat dari akses internet yang kurang memadai. Gangguan jaringan bisa menyebabkan proses kegiatan belajar mengajar terganggu. Sehingga siswa pun mengalami kesulitan dalam memahami materi.

Oleh karena itu, siswa juga dituntut untuk inisiatif belajar mandiri, mengkaji ulang materi, dan mencari sumber dari buku lain atau internet untuk memperluas pengetahuan.

Terakhir, belajar secara online justru tambah membuat siswa merasa malas dan juga sulit untuk konsentrasi. Selain dikarenakan siswa sudah kelelahan dengan mengejakan tugas, sosial media juga berpengaruh negatif bagi mereka. Akibatnya, muncul rasa malas yang sulit dilawan.

Walaupun banyak tantangan dan keluhan, pembelajaran jarak jauh mesti tetap berlanjut karena kasus Covid-19 di Indonesia yang kian bertambah, apalagi baru-baru ini dikabarkan ada virus varian baru. Hingga 11 Juli 2021, terdapat 2.527.203 penduduk Indonesia yang terpapar Covid-19, namun 2.052.109 di antaranya sudah dinyatakan sembuh dan 66.464 di antaranya telah meninggal dunia.

Meminimalisir tantangan
Meskipun banyak tantangan yang dialami, ada beberapa cara yang dapat meminimalisir dampak tersebut, baik di pihak sekolah, guru, siswa, maupun orang tua.

Sekolah dan para guru tidak terpaku dengan satu konsep media pembelajaran. Guru harus mampu menciptakan ide-ide kreatif untuk mengajar di masa pandemi, tidak hanya menggunakan video,  tetapi juga harus ada media yang dapat dibagikan kepada siswa yang orang tuanya tidak meliliki gadget canggih. Media tersebut bisa berupa handout dan yang lain.

Untuk pembagiannya guru bisa membagikan seminggu sekali dengan bertemu langsung dengan siswa atau orang tua siswa, dengan syarat tetap mematuhi protokol kesehatan.

Masalah komunikasi rutin dengan orang tua siswa di masa pandemi seperti sekarang perlu ditingkatkan. Komunikasi antara guru dengan orang tua siswa menjadi hal yang sangat penting dilakukan. Komunikasi ini dapat dilakukan dengan mengadakan sosialisasi bersama orang tua siswa secara online atau bertemu langsung apabila memungkinkan.

Melalui sosialisasi ini, guru dapat mengingatkan kembali orang tua siswa untuk tetap mendampingi siswa selama belajar di rumah.

Ringkasan dari materi berupa inti dari pembelajaran akan sangat membantu siswa, terlebih saat mereka melaksanakan ujian. Guru diharapkan dapat memberi ringkasan materi dari berbagai sumber.

Terakhir, guru memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan siswa. Banyak sekali orang tua yang protes karena tugas yang diberikan oleh guru terlalu banyak, terlalu sulit, dan tidak ada penjelasan mengenai materi pembelajaran. Maka dari itu diharapkan guru mampu mempertimbangkan porsi tugas yang diberikan, karena tujuan dari pemberian tugas yaitu untuk mendorong siswa agar lebih aktif, mampu berpikir kritis, bukan membuat mereka tertekan.[]

***

Mayya Safida, mahasiswi Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh. Mengikuti Program Kampus Mengajar di Ukrida Jakarta.

 


Kirim Komentar