Zakat Sebagai Sarana Penunjang Pendidikan

SHARE:  

Humas Unimal
Nadiyah Syifani, mahasiswi Fakultas ISIP Universitas Malikussaleh. Foto: Dok.pribadi.

Oleh: Nadiyah Syifani

Pendidikan merupakan salah satu investasi berharga untuk masa depan yang dapat berguna bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kualitas pendidikan bangsa dalam suatu negara sejalan dengan pertumbuhan perekonomian dan sangat berdampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan demi kemajuan suatu negara. Pendidikan adalah sebuah proses transformasi masyarakat dari kebodohan menuju kecerdasan. Pendidikan juga sebuah proses perubahan kehidupan masyarakat dan cara pandang serta tindakan dari ketidakmampuan menjadi keahlian.

Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi setiap insan karena pendidikan merupakan suatu proses untuk menciptakan manusia sempurna yang dibekali ilmu pengetahuan. Upaya yang dilakukan demi meningkatkan kualitas manusia yang beriman dan bertakwa hanya mampu dicapai melalui proses pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal. Namun, untuk menempuh pendidikan hingga ke jenjang lebih tinggi memerlukan biaya cukup mahal. Oleh karena itu, tidak sedikit anak-anak yang putus sekolah atau bahkan tidak dapat merasakan pendidikan karena terkendala dalam pendanaan atau biaya pendidikan.

Biaya pendidikan menjadi salah satu kendala besar dihadapi masyarakat di Indonesia khususnya terutama di masa pandemi ini. Dalam mengatasi hal tersebut terdapat berbagai solusi yang bisa dilakukan agar setiap insan dapat melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang lebih tinggi. Di antara solusi tersebut adalah bantuan biaya pendidikan melalui zakat.

Zakat salah satu kewajiban bagi setiap umat Islam yang merupakan rukun Islam keempat, yaitu membayar zakat bagi orang yang mampu dan memiliki harta mencukupi apabila telah mencapai syarat telah ditetapkan dan wajib dikeluarkan zakatnya. Sebagai salah satu rukum Islam yang wajib dipatuhi setiap umat Islam, zakat ditunaikan untuk diberikan kepada golongan orang yang berhak menerimanya atau disebut asnaf.

Zakat berasal dari bentuk kata “zaka” yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan (Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq: 5).

Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan bahwa mengeluarkan zakat sebagai sebab adanya pertumbuhan dan perkembangan harta. Pelaksanaan zakat itu mengakibatkan pahala menjadi banyak. Sedangkan makna suci menunjukkan bahwa zakat adalah menyucikan jiwa dari kejelekan, kebatilan, dan penyucian dari dosa-dosa.

Dalam Alquran disebutkan, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka” (QS. at-Taubah [9]: 103).

Potensi Zakat

Dalam riset dilakukan Nawawi, menemukan data bahwa ketika pengumpulan zakat dapat dioptimalkan, dikelola dan pendayagunaannya dilakukan dengan manajemen baik serta profesional, maka zakat dapat dijadikan sumber dana potensial untuk mengatasi kemiskinan yang di dalamnya mencakup permasalahan pendidikan dan dapat mengurangi kesenjangan distribusi pendapatan yang menjadi masalah di dunia ekonomi khususnya di Indonesia.

Potensi zakat di Indonesia sangatlah tinggi. Bahkan, Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin menyebut potensi zakat di Indonesia mencapai Rp300 triliun. Menurut data outlook zakat Indonesia pada tahun 2021, menyebut potensi zakat Indonesia mencapai Rp327,6 triliun. Angka tersebut terdiri atas zakat perusahaan sebesar Rp144,5 triliun, zakat penghasilan dan jasa Rp139,07 triliun, zakat uang Rp58,76 triliun, zakat pertanian Rp19,79 triliun, dan zakat peternakan Rp9,52 triliun.

Dilihat dari potensi zakat pada tahun 2021 tersebut yang diperkirakan lebih dari Rp327,6 triliun, namun selama ini baru terdapat Rp71,4 triliun yang direalisasikan. Sementara itu terdapat lebih dari 85 persen dari zakat telah terkumpul dilakukan melalui organisasi pengelola zakat tidak resmi yang diduga tidak jelas arah alokasi dana zakat yang telah dikumpulkan tersebut.

Berdasarkan data-data tersebut, pemanfaatan atau pemberdayaan zakat masih belum produktif yang dibuktikan dari masih tingginya angka kemiskinan dan angka putus sekolah dikarenakan keterbatasan biaya pendidikan. Hal ini perlu menjadi pembelajaran bersama agar pengumpulan, pengelolaan dan penyaluran zakat tersebut dilakukan dengan manajemen yang baik agar terdapat pemerataan distribusi dana demi memajukan suatu negara terlebih dalam bidang kesejahteraan ekonomi dan mengurangi angka putus sekolah.

Zakat dalam Pendidikan

Pemanfaatan Zakat dalam hal pendidikan perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, di mana banyaknya ditemukan kasus anak-anak tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena terkendala biaya.

Menurut data pada September 2020, BPS mencatat populasi penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,55 juta jiwa atau dapat dikatakan meningkat sebanyak 2,76 juta dibandingkan data pada tahun 2019. Sementara itu menurut data Kemdikbud pada tahun 2018, mencatat bahwa jumlah anak putus sekolah tingkat pendidikan dasar sebanyak 32.127 orang. Menurut data ditemukan Kemdikbud juga menyebutkan jumlah siswa tingkat menengah dan atas yang putus sekolah dan mahasiswa di tingkat perguruan tinggi juga naik pesat dikarenakan tidak adanya biaya pendidikan dalam melanjutkan sekolah dan perkuliahan.

KPAI menemukan beberapa alasan yang menyebabkan anak putus sekolah, yaitu karena menikah, bekerja, menunggak iuran sekolah, kecanduan game online dan meninggal dunia. Dari data ditemukan KPAI, kasus menunggaknya iuran sekolah SPP dan UKT jumlahnya cukup tinggi terhitung mulai Maret 2020 hingga Februari 2021.

Melihat beberapa kasus dalam dunia pendidikan tersebut, apakah terus dibiarkan sebagai informasi tanpa hadirnya solusi untuk memperhatikan perkembangan pendidikan? Hal tersebut perlu menjadi perhatian khusus dari berbagai pihak agar dapat mengalokasikan zakat dalam mewujudukan bangsa yang cerdas serta mampu meratakan tingkat pendidikan hingga ke jenjang lebih tinggi. Selain itu, mampu memajukan negara agar dapat bersaing dengan negara lain.

Pengelola zakat harus mampu mengalokasikan dan mendistribusikan zakat ke dalam bidang pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah hingga pendidikan tinggi. Hal utama harus dilakukan adalah memperkecil angka putus sekolah bagi anak-anak yang sedang menempuh pendidikan tingkah sekolah maupun perguruan tinggi.

Oleh karena itu, pendidikan menjadi fondasi sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Karena strategisnya kedudukan pendidikan dalam perubahan masyarakat, maka pendidikan harus mendapatkan prioritas yang tinggi dalam pembangunan. Maka tidaklah salah kalau para pakar mengatakan semakin tinggi tingkat pendidikan di suatu negara maka semakin cepat kemajuan yang dicapai negara tersebut.

 

Nadiyah Syifani, mahasiswi Fakultas ISIP Universitas Malikussaleh, penerima Beasiswa Cendekia Baznas (BCB). Artikel di atas sudah dipublikasikan di Portalsatu.com. 

 


Berita Lainnya

Kirim Komentar