Jurus JITU FK Sofyan Tan Melawan Kemiskinan

SHARE:  

Humas Unimal
Anggota Komisi X DPR-RI, Sofyan Tan, berbagi inspirasi dengan mahasiswa Universitas Malikussaleh di Aula GOR ACC Kampus Uteunkot, Lhokseumawe, Kamis (24/2/2022). Foto: Bustami Ibrahim.

“If you are born poor, it's not your mistake but, if you die poor, it's your mistake.”

Pernyataan Bill Gates itu secara substansial relevan dengan diskusi anggota Komisi X DPR-RI, Sofyan Tan, ketika bersilaturahmi dengan mahasiswa Universitas Malikussaleh di Gedung ACC Kampus Uteunkot, Lhokseumawe, Kamis (24/2/2022).

Di hadapan hampir 1.000 mahasiswa Universitas Malikussaleh penerima beasiswa KIP-Kuliah, Sofyan Tan berbagi inspirasi dengan mahasiwa yang dinilainya lebih beruntung karena bisa melanjutkan kuliah dengan beasiswa.

“Saya tidak pernah mendapatkan beasiswa, padahal layak karena  hidup miskin. Tapi saya tidak pernah menangisi kemiskinan,” ungkap pendiri Yayasan Pendidikan Sultan Iskandar Muda tersebut.

Inspirasi Sofyan Tan membangkitkan semangat mahasiswa yang sudah menunggu dua jam lebih karena rombongan anggota DPR-RI datang melalui jalan darat dari Banda Aceh dan sempat singgah di Kampus Reuleut Universitas Malikussaleh di Aceh Utara.

Sofyan Tan memang memperlakukan Aceh secara khusus, kendati ia bukan maju dari daerah pemilihan Aceh sehingga kunjungannya jauh dari nuansa politis. Secara lebih khusus, suami dari Elinar ini memberikan perhatian lebih kepada mahasiswa penerima beasiswa KIP-Kuliah dari Universitas Malikussaleh melalui silaturahmi yang akrab dan hangat.

Terlahir dari keluarga besar dan miskin, Sofyan menjadi korban aturan pemerintah yang mewajibkan sekolah Methodist menerima peserta didik dari berbagai kalangan sebagai proses pembauran. Biaya peserta didik tersebut ditanggung siswa keturunan Tionghoa. “Karena tidak mampu membayar, akhirnya saya tidak diizinkan masuk kelas dan hanya berdiri di depan pintu,” ungkap Sofyan mengenang masa kecilnya yang perih.

Sofyan lahir dari keluarga besar dengan 10 bersaudara. Bapaknya hanya seorang tukang jahit dan mereka tinggal di sebuah rumah sederhana berdinding tepas. Melihat perjuangan orang tuanya, Sofyan kecil memiliki cita-cita mulia; memberikan rasa nyaman untuk orang tuanya.

Cita-citanya menjadi dokter muncul bapaknya sakit dan dokter tidak mau datang ke rumah karena mereka keluarga miskin. Di masa itu, tidak mudah menjadi dokter dan itu terbukti dia tidak diterima di Universitas Sumatera Utara meski memiliki nilai tertinggi. Sofyan juga gagal di Universitas Andalas yang membuatnya memilih Universitas Methodist. Tapi kuliahnya tidak berjalan lancar karena tahun kedua, bapaknya meninggal dunia.

Kehilangan bapak membuat Sofyan Tan harus berjuang keras untuk membiayai kuliah. Ia mencari uang dengan mengajar di SMA dan menjadi asisten dosen. “Saya juga mengajar calon mahasiswa agar lolos di USU, padahal saya sendiri gagal masuk USU. Satu hari, saya hanya tidur selama empat jam,” lanjut Sofyan dalam diskusi yang dipandu Ayi Jufridar, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unimal.

Meski tidak pernah mendapatkan beasiswa, Sofyan Tan justru berperan dalam mendesain beasiswa KIP-Kuliah yang semula direncanakan hanya diberikan kepada mahasiswa di universitas yang terakreditasi A. Dia menyarankan langsung kepada Menteri Nadiem Makarim agar memberikan beasiswa secara berjenjang untuk tujuan strategis dan mendorong kemajuan setiap universitas.

Dalam meraih kesuksesan hidup, Sofyan Tan memiliki jurus JITU FK yang menginspirasi mahasiswa. JITU FK adalah akronim dari Jujur, Inisiatif, Tanggung jawab, Universal, Fokus, dan Konsisten. Enam jurus itulah yang dianut Sofyan Tan dalam berbagai bidang, mulai dari mendirikan Yayasan Pendidikan Sultan Iskandar Muda yang sudah melahirkan ribuan sarjana dari keluarga kurang mampu, sampai berhasil meraup 158.945 suara untuk menuju Senayan.

“Kalau saya hanya mengandalkan warga keturunan Tionghoa, saya tidak akan mendapatkan kursi DPR-RI. Tapi karena berpikir universal, pemilih dari berbagai etnis memberikan suara kepada saya,” ungkapnya.

Dia menyontohkan, semua pemimpin bangsa adalah tokoh  universal dan menghargai keberagaman, mulai dari Sukarno sampai Presiden Jokowi.

Natalis Paragaye, mahasiswa FKIP Universitas Malikussaleh dari Wamewa, Papua, mengharapkan jurus Sofyan Tan bisa mewujudkan harapannya untuk melahirkan seribu dokter dan seribu guru di Wamena.

Menurut Sofyan, Indonesia kekurangan satu juta lebih guru dan sebagian besar generasi muda menjadi guru karena gagal di profesi lain. “Makanya saya kagum kalau ada mahasiswa pintar yang menjadi guru. Itu pilihan idealis,” kata Sofyan yang mengunjungi kampus Universitas Malikussaleh bersama Adnan NS, wartawan senior di Aceh yang pernah menjadi anggota DPD.

Rektor Universitas Malikussaleh, Prof Dr Herman Fithra Asean Eng, mengakui Sofyan Tan banyak membantu kampus tersebut melalui jalur politik. “Ke depan, kami masih mengharapkan bantuan Pak Sofyan untuk pembangunan rumah sakit pendidikan di Kampus Reuleut,” ujar Herman. [Ayi Jufridar]

Baca juga: Kunjungi Unimal, Anggota DPR-RI Sofyan Tinjau Pembangunan Rumah Sakit dan Silaturahmi dengan Mahasiswa KIP Kuliah


Berita Lainnya

Kirim Komentar