Mahasiswa Modul Nusantara Pelajari Tradisi Khanduri Adat

SHARE:  

Humas Unimal
Mahasiswa PMM Modul Nusantara Kelompok 3 Universitas Malikussaleh mendengar penjelasan dosen pembimbing tentang tradisi khanduri blang dan khanduri laot di Aceh dalam pertemuan di Lhokseumawe, Sabtu (10/9/2022). Foto: Ist.

UNIMALNEWS | Lancang Garam – Mahasiswa  Modul Nusantara Kelompok 3 Universitas Malikussaleh mempelajari khanduri blang dan khanduri laot yang menjadi tradisi adat masyarakat Aceh. Mereka melihat, ada kesamaan kedua tradisi tersebut dengan tradisi di daerah masing-maasing mahasiswa.

Dosen pengampu program Modul Nusantara Kelompok 3 Universitas Malikussaleh, Ayi Jufridar, menjelaskan kedua tradisi adat tersebut diperkenalkan kepada 20 mahasiswa peserta program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) yang berasal dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di luar Aceh.

“Tradisi khanduri blang dan khanduri laot masih digelar di beberapa daerah di Aceh. Kedua tradisi itu sebagai bentuk syukur petani dan nelayan atas rezeki yang melimpah,” ujar Ayi Jufridar tentang kegiatan yang berlangsung di Lhokseumawe, Sabtu (10/9/2022).

Menurutnya, ada beberapa nilai yang terkandung dalam kedua tradisi tersebut, seperti kegotongroyongan karena pelaksanaan kedua tradisi tersebut membutuhkan persiapan yang panjang. Ada juga nilai ekonomi dan kesehatan di balik tradisi khanduri blang dan khanduri laot, karena memenuhi kebutuhan gizi.

“Selain itu,  ada nuansa religi dan persaudaraan. Warga berdoa agar hasil panen dan hasil melaut berkah dan memberikan kesejahteraan,” tambah Ayi Jufridar dalam pertemuan pertama Modul Nusantara.

Sejumlah mahasiswa memaparkan tradisi serupa juga ada di daerah mereka, tetapi dengan nama lain. Mahasiswa Universitas Garut, Mohammad Faisal, mengungkapkan di Cirebon, Jawa Barat, juga ada tradisi dengan nama _nadran_ yang sudah berusia ratusan tahun. “Tradisi nadran digelar sebegai bentuk rasa syukur nelayan atas hasil yang melimpah,” ujar mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika tersebut.

Sejumlah mahasiswa lain juga mengungkapkan tradisi serupa di daerah masing-masing dengan nama berbeda. Ayi mengatakan persamaan tradisi itu menunjukkan keterkaitan budaya antardaerah di Indonesia.

Pertemuan itu juga menjadi kesempatan para peserta memperkenalkan diri. Kelompok 3 terdiri dari 20 mahasiswa yang berasal dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Affan Anansyah Sudirman dan Inatsa Thurfah Soedianda, Andika Fergiansyah dari Universitas Kadiri, Anissa Audina dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Islam, Arindra Dewi dari Universitas Jember, dan Dara Nurhanifah dari Institut Pendidikan Indonesia.

Kemudian Destria Rafika Wulandari Sarjanawiyata Taman Siswa, Deva Novitasari dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Dhiya Aflah Luswanto Putri dari Universitas Diponegoro, Dina Sobil Ahmadani dari Universitas Muhammadiyah Dr Hamka, Fina Fitriyani dari Universitas Negeri Makassar, serta Maryam Uswah Karimah dan Muhammad Syahdan Nurdiansyah dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Mahasiswa lain yang masuk Kelompok 3 adalah Indah Muji Utami dari Universitas 17 Agustus 1956 Semarang, Muhammad Faisal dari Universitas Garut, M Rizal Rizky Ramli dari Universitas Khairun, Muhammad Yusril Busro dari Universitas Merdeka Malang, Nuri Hidayati dari Universitas Sains Al Quran, Reva Ngulya Savi’ah dari Universitas Tidar, dan Siti Muliati Universitas Pendidikan Mandalika. [bas]

 

 

 


Kirim Komentar