Dr Zainal Badar, Membela Hak Ekologi dan Sosial akibat Pencemaran Industri

SHARE:  

Humas Unimal
Dr Zainal Abidin mempertahankan penelitiannya dalam sidang Promovendus di Universitas Syiah Kuala, 27 Januari 2023

UNIMALNEWS -  Permasalahan lingkungan hidup pada hakikatnya adalah permasalahan ekologis. Inti permasalahan lingkungan hidup ialah hubungan timbal balik antara makhluk hidup, terutama manusia dengan lingkungannya. Karenanya, pembangunan (khususnya di bidang lingkungan) harus bijaksana dan dilandasi wawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai kesinambungan sehingga memberikan jaminan bagi kesejahteraan generasi sekarang dan akan datang.

Di saat ini pembangunan industrial menjadi semakin berada di arus utama. Apalagi di masa Pemerintahan Jokowi, pembangunan infrastruktur dan perluasaan industrial dilakukan untuk meningkatkan kapasitas Indonesia sebagai salah satu negara maju. Bergabungnya Indonesia dalam G20 sudah menjadi penanda bahwa peran Indonesia dalam pembangunan sebagai negera industrial baru (newly industrialized countries?NICs) bersamaan dengan Turki, Thailand, Meksiko, Afrika Selatan, India, dan Hongkong, semakin penting di mata dunia.

Zainal Abidin, dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh melakukan penelitian mendalam tentang perusahaan-perusahaan atau badan hukum yang membawa pengaruh negatif akibat pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Salah satu yang mendapat sorotan adalah dalam pengelolaan limbah B3 (bahan limbah berbahaya dan beracun). Limbah B3 memerlukan penanganan awal termasuk pentingnya pengamanan sosial masyarakat yang berada di sekitar perusahaan.

Penelitian itulah yang kemudian dituangkan di dalam disertasinya yang dipertahankan di Sidang Promovendus doktoralnya di Universitas Syiah Kuala, 27 Januari 2023, berjudul “Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Perusahaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3)”.

Pada sidang itu Zainal memaparkan bahwa laporan mengenai jenis dan jumlah limbah B3 harus dilakukan secara akuntabel dan transparan. Apabila jasa pengolahan limbah B3 malah melakukan pencemaran secara sengaja atau kelalaiannya menimbulkan resiko lingkungan dan masyarakat, maka mereka dapat diminta pertanggungjawaban mutlak (strict lability) yaitu pidana penjara.

Menurut Zainal, pengelolaan limbah B3 harus esuai dengan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Pasal 102, 104,  dan 116 UU Nomor 32 Tahun 2009 secara khusus mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kasus lingkungan hidup, yang dapat dimintakan kepada badan hukum, pengurus badan hukum, atau bersama-sama dengan pengurusnya. Jadi peneitian ini mempertegas bahwa perilaku buruk industri, tidak hanya akan dikenakan hukum perdata, tapi sekaligus menyeret pengurus badan hukum ke pidana penjara.

Sosok kelahiran Idi Cut, 10 November 1970, suami dari Hayatun Nufus dengan empat putra-putri ini melihat bagaimana normativitas regulasi itu dikontraskan dengan pengalaman yang dilakukan PT M dalam melakukan pengelolaan limbah. Artinya kepala Perwakilan Aceh Joernal Inakor.com itu melihat apakah praktik hukum tentang limbah B3 itu telah dijalankan sesuai dengan regulasi, ataukah ada penyimpangan.

Sosok yang pernah juga menjabat sebagai komisioner Panwascam Kecamatan Syamtalira Aron, Aceh Utara (2006-2008) telah melakukan bagian penting dalam kajian tentang lingkungan dan dampak pencemaran akibat industrialisasi salah arah. Kajian ini harus disebarluaskan untuk membuat pelaku industri mematuhi hak-hak lingkungan, sekaligus hak-hak sosial, sehingga industrialisasi tidak perlu menyakiti lingkungan sekaligus mematuhi tanggung jawab sosial perusahaan (social corporate responsibility). [Teuku Kemal Fasya]


Berita Lainnya

Kirim Komentar