Dosen Ilmu Komunikasi Unimal Jadi Pembicara pada Diskusi Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025

SHARE:  

Humas Unimal
Dosen Ilmu Komunikasi Unimal Jadi Pembicara pada Diskusi Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025

UNIMALNEWS | Lhokseumawe – Dalam rangka memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia (World Press Freedom Day) 2025, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe menggelar diskusi publik dan nonton bareng bertema “Kebebasan Pers di Era AI: Bagaimana AI Mengubah Lanskap Media”. Kegiatan ini berlangsung di Sekretariat AJI Lhokseumawe, Gampong Meunasah Mesjid, Kecamatan Muara Dua, Sabtu, 3 Mei 2025.

Diskusi yang berlangsung hangat tersebut menghadirkan tiga narasumber utama, yaitu jurnalis senior Ayi Jufridar, akademisi Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh Masriadi Sambo, serta Ketua YLBH CaKRA Fakhrurrazi. Kegiatan ini turut dihadiri puluhan jurnalis dari berbagai organisasi seperti Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Pewarta Foto Indonesia (PFI), serta mahasiswa dari BEM Universitas Malikussaleh, LPM Hukum Unimal, dan UKM Al-Kalam IAIN Lhokseumawe.

Ketua AJI Lhokseumawe, Zikri Maulana, menyampaikan bahwa peringatan Hari Kebebasan Pers ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan tantangan dan peluang dalam dunia jurnalistik, khususnya di era kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).

“Melalui diskusi ini, kami ingin membuka ruang bagi jurnalis dan masyarakat untuk memahami dampak kehadiran AI terhadap praktik jurnalistik, serta bagaimana menyikapinya secara etis dan profesional,” ujar Zikri.

Ayi Jufridar dalam pemaparannya menjelaskan bahwa AI memiliki dua sisi dalam dunia media. Di satu sisi, AI dapat mempercepat proses produksi berita dan membantu jurnalis dalam pengumpulan data. Namun di sisi lain, AI juga berpotensi menimbulkan misinformasi dan mengaburkan nilai-nilai dasar jurnalisme jika tidak diawasi dengan baik.

Sementara itu, Masriadi Sambo menekankan pentingnya literasi digital di era disrupsi teknologi saat ini. Menurutnya, baik jurnalis maupun masyarakat harus memiliki kemampuan untuk memahami, memilah, dan mengkritisi informasi yang disajikan oleh teknologi berbasis AI.

“Tanpa literasi digital yang memadai, kita akan rentan menjadi korban misinformasi. Ini menjadi tugas bersama antara dunia akademik, media, dan masyarakat,” kata Masriadi.[tmi]


Kirim Komentar