Untuk ‘Anak-Anaknya', Rektor Unimal Bertaruh Nyawa Menghadapi Banjir

SHARE:  

Humas Unimal
Rektor Unimal Prof Herman Fithra mengevakuasi mahasiswa yang dibantu aparat TNI ke kampus Reuluet Aceh Utara pada 26 November 2025. Foto: Khalis

HUJAN deras yang mengguyur sejak Selasa siang, 25 November 2025, membuat langit Aceh muram dan pekat. Bukan hanya Aceh, curah hujan ekstrem juga melanda sejumlah daerah di Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahkan sudah mengeluarkan peringatan sejak 21 November terkait keberadaan bibit Siklon Tropis 95B yang terdeteksi di perairan timur Aceh, Selat Malaka.

Bibit siklon tersebut memicu cuaca ekstrem berupa hujan lebat, angin kencang, hingga potensi banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan wilayah sekitarnya. Meski begitu, tak banyak yang menduga bahwa hujan kali ini akan berdampak sebesar dan seberat ini.

Rabu pagi, air mulai menggenangi permukiman warga, terutama di Aceh Utara dan Lhokseumawe. Sementara sebagian masyarakat memilih bertahan di rumah menunggu situasi membaik, Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Prof. Herman Fithra, ASEAN.Eng justru mengambil langkah berbeda.

Ia mengeluarkan surat edaran meliburkan kegiatan perkuliahan untuk melindungi mahasiswa dan dosen dari dampak cuaca ekstrem dalam rapat pimpinan pada Selasa sehari sebelum banjir melanda. Namun keputusannya tidak berhenti di situ. Alih-alih menetap di rumah bersama keluarga, Prof. Herman memilih turun langsung memantau kondisi mahasiswa yang tinggal di kawasan kos sekitar Kampus Bukit Indah (Lhokseumawe) dan Kampus Reuleut (Aceh Utara).

Hujan terus mengguyur tanpa jeda. Memasuki Kamis, ketinggian air meningkat drastis. Di sejumlah titik, banjir bahkan memasuki rumah warga hingga setinggi dada orang dewasa. Di Reuleut, air naik lebih dari tiga meter, menenggelamkan halaman rumah, jalanan, dan membuat sebagian mahasiswa terjebak di kamar kos mereka.

Melihat kondisi tersebut, Prof. Herman bergerak cepat bersama tim SAR Unimal dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), serta aparat TNI untuk mengevakuasi para mahasiswa. Banyak jalur terputus akibat derasnya arus, namun hal itu tidak menghentikan langkah mereka.

“Kita harus segera sampai. Anak-anak butuh pertolongan,” tegas Prof. Herman saat memimpin evakuasi.

Namun perjalanan tidak selalu mulus. Saat hendak mengambil logistik menuju Lhokseumawe, truk Reo milik TNI Angkatan Laut Lhokseumawe yang ditumpanginya bersama sejumlah prajurit TNI terjebak banjir di jalan lintas Medan–Banda Aceh, tepat di depan pintu gerbang PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Ketinggian air hampir mencapai dua meter.

Truk besar itu akhirnya mati mesin. Prof. Herman terperangkap beberapa saat di lokasi banjir dengan arus yang terus menguat. Malam itu, alih-alih pulang, ia memutuskan kembali ke kawasan Reuleut untuk memastikan para mahasiswa yang mengungsi tetap aman. Rektor yang biasanya sibuk dengan agenda kampus itu harus bermalam bersama para mahasiswa, mengandalkan logistik seadanya di tengah kegelapan karena listrik padam dan sinyal telepon terputus.

Malam itu menjadi saksi kedekatan seorang pemimpin dengan mahasiswa yang ia sebut sebagai “anak-anaknya”.

Pada Jumat siang, sebuah speedboat milik Polres Lhokseumawe datang memberikan bantuan. Dengan kapal kecil itu, Prof. Herman berhasil menyeberangi genangan tinggi dan melintasi sungai kawasan PT PIM sebelum kembali ke Lhokseumawe.

Namun bukannya beristirahat, ia justru langsung meninjau kembali mahasiswa yang telah dievakuasi ke Kampus Reuleut dan Kampus Bukit Indah.

Tanpa jaringan telepon dan listrik, koordinasi dengan relawan hampir mustahil dilakukan. Satu-satunya cara memastikan semua kebutuhan terpenuhi adalah bergerak dari satu titik ke titik lainnya secara langsung.

Prof. Herman pun memilih mengemudikan truk logistik sendiri, menembus banjir yang di beberapa lokasi mencapai setengah badan kendaraan. Ia mengantarkan makanan, beras, air minum, dan kebutuhan mendesak lainnya kepada mahasiswa dan warga kampus.

“Yang penting mereka tidak kelaparan,” tuturnya singkat.

Memasuki Minggu dan Senin, intensitas hujan mulai berkurang dan matahari perlahan kembali menghangatkan bumi. Namun air belum sepenuhnya surut. Beberapa kecamatan seperti Langkahan dan Sawang masih terisolasi. Jalan menuju wilayah itu sulit ditembus, jembatan tidak dapat dilalui, dan kendaraan kecil mustahil menghadapi derasnya arus.

Meski begitu, Prof. Herman tetap melaju dengan truk yang dikemudikannya sendiri. Ia mengunjungi civitas akademika Unimal yang terdampak banjir hingga ke kawasan pedalaman. Perjalanan tidak mudah, namun baginya, memastikan keselamatan mahasiswa dan warga kampus adalah prioritas utama.[Bustami Ibrahim]


Berita Lainnya

Kirim Komentar