SEJAK awal 2019, banyak kegiatan edukasi keuangan dan investasi bagi mahasiswa dan masyarakat umum di Universitas Malikussaleh. Mulai dari diskusi, workshop, sampai seminar bertaraf nasional. Respon peserta sangat positif, bukan semata mendengar dengan antusias, tetapi juga membuka akun di Bursa Efek Indonesia seperti dalam seminar nasional ekonomi yang berhasil menggaet sekitar 200 investor baru.
Berbagai kegiatan edukasi keuangan dan investasi tersebut mulai bergairah seiring kehadiran Galeri Investasi di Kampus Bukit Indah, beberapa tahun silam. Galeri Investasi yang lahir di masa kepemimpinan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Wahyuddin Albra, mendapat dukungan dari Phntraco Sekuritas dan Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Aceh. Beberapa kali kegiatan yang digelar menghadirkan sejumlah nama terkenal dalam dunia Investasi di pasar saham Indonesia.
Selain memberikan edukasi tentang pentingnya berinvestasi sejak usia muda, bimbingan yang bersifat lebih teknis juga digelar, seperti tata cara membaca laporan keuangan yang diikuti 100 peserta di Kampus Bukit Indah, Jumat (3/5/2019).
Kepala Galeri Investasi Unimal, Rico Nur Ilham, menyebutkan untuk berinvestasi di pasar sahama memang dituntut memiliki sejumlah kemampuan seperti membaca laporan keuangan.
“Dalam investasi apa pun, selalu ada risiko. Kemampuan membaca laporan keuangan sebuah emiten merupakan kemampuan yang harus dimiliki sebelum memutuskan membeli saham untuk mengurangi risiko,” jelas Rico kepada Unimalnews, Rabu (8/5/2019).
Bukan berarti, kita tidak bisa membeli saham sebelum mampu membaca laporan keuangan. Masih banyak variabel lain yang bisa dijadikan pijakan dalam memiliki sebuah emiten. “Tapi bila mampu membaca laporan keuangan, akan lebih meyakinkan,” tambah Rico.
Selain memberikan edukasi kepada mahasiswa tentang tata cara membaca laporan keuangan, para mahasiswa juga mendapatkan suntikan motivasi tentang investasi. Menurut Rico, investasi bukan hanya masalah ekonomi dan keuangan, tetapi lebih luas lagi juga termasuk juga bagian dari nasionalisme.
Dengan menabung saham, berarti ikut menompang perekonomian nasional. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) melaporkan, per Maret 2019 sudah tercatat 1,7 juta investor tunggal atau single investor identification (SID). Jumlah ini diyakini terus meningkat seiring dengan gencarnya sosialisasi di berbagai kota di Indonesia.
Meski jumlahnya terus meningkat, masih terbilang rendah dibandingkan jumlah warga negara Indonesia yang sudah mencapai 258 juta. Kemudian, dibandingkan dengan jumlah transaksi investor asing juga masih kalah jauh. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab bisnis saham Indonesia sangat rentan terhadap isu luar negeri. Berbagai isu di luar negeri akan sangat berdampak terhadap perdagangan saham karena asing menarik dananya. Beda kalau pemegang saham berasal dari dalam negeri.
“Makanya, selain memberikan edukasi tentang investasi, kegiatan ini juga bertujuan untuk menumbuhkembangan rasa cinta Tanah Air melalui investasi. Semoga ke depan, semakin banyak mahasiswa yang tertarik berinvestasi di pasar modal,” kata Rico lagi.
Menurutnya, generasi muda harus memiliki kepedulian dan kontribusi untuk memperkuat fundamental perekonomian Tanah Air. Meski nilainya masih rendah, ketika inevstasi saham menjadi gerakan nasional, pada akhirnya akan meningkatkan volume investasi dalam negeri yang selama ini didominasi asing.
Rico mengajak semua mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi untuk terus memperdalam pengetahuan tentang investasi dan memulainya dengan nilai rendah tetapi berkelanjutan. “Ke depan, kami tetap membuat bimtek membaca laporan keuangan emiten bursa efek di periode kedua dan ketiga yang akan diadakan setiap bulannya,” tandasnya.
Kepala Perwakilan BEI Aceh, Thasrif Murhadi, mendukung setiap kegiatan sosialisasi investasi di berbagai daerah. “Kami siap menyampaikan materi di berbagai daerah. Kesempatan berinvestasi kini sangat mudah dan murah. Ini harus dimanfaatkan,” kata Thasrif. [Ayi Jufridar]