Dosen Unimal Lakukan Penelitian Ekologi Pesisir Aceh Timur

SHARE:  

Humas Unimal
Kawasan Manggrove di Kecamatan Madat Aceh Timur. (foto:Muchlis Gur Dhum)

 

Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat Dalam menjaga Ekosistem Manggrove

 

Keberadaan manggrove dikawasan pesisir begitu berarti bagi kehidupan. Selain sebagai upaya mencegah abrasi pantai, juga menjadi "rumah besar" bagi kehidupan ribuan biota sungai dan muara.  

Oleh karena itu, keberadaan manggrove menjadi rumah besar bagi beragam biota yang hidup didalamnya untuk berkembang. Bukan hanya sebatas ekologi semata saja, akan tetapi juga terkait ekonomi masyarakat disekitarnya.

Bagaimana tidak, keberadaan area manggrove dibanyak tempat dengan segala habitatnya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitarnya. Mulai dari pengunaan dan alih fungsi lahan hingga pemanfaatan kayu manggrove yang dijadikan industri arang kayu.

Namun disisi lain, keberadaan manggrove juga menjadi rumah besar bagi berbagai jenis biota muara dan sungai, baik biota bawah air seperti beragam jenis ikan dan udang serta kepiting, serta berbagai flora dan fauna diatasnya serta beragam jenis unggas pesisir yang merupakan rumah besar baginya.

Bukan itu saja, kawasan manggrove telah menciptakan rantai makanannya sendiri. Mulai dari jenis ikan-ikan dan udang dibawahnya, burung bangau serta predator lainnya seperti biawak dan ular yang juga bagian dari rantai makanan dikawasan manggrove.

Selain itu, tanaman manggrove juga memberi manfaat yang begitu tinggi terhadap upaya memberi unsur hara dan akarnya dapat menetralisir unsur-unsur racun yang ada dalam air serta dapat menjaga suhu disekitarnya dan juga berkontribusi terhadap menjaga iklim global. 

Sebagai tanaman pesisir, manggrove juga memiliki andil besar dalam mengatasi beragam ancaman luapan air laut. Mulai dari ancaman abrasi dan gelombang pasang purnama hingga ancaman Tsunami. Sehingga dengan keberadaan manggrove dapat mengurangi dampak dari beragam bencana tersebut.

Untuk kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang bermukim disekitar area manggrove juga memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian, karena sebagian besar masyarakat yang bermukim dikawasan manggrove mengantungkan nafkahnya disitu. 

Mulai dari mencari ikan dan udang serta kerang hingga membuka areal pertambakan dan juga ada yang menggunakan kayu bakau sebagai bahan baku indutri kayu arang. Tentu saja kegiatan dan pemanfaatan kawasan manggrove yang menggusur eksistensi terhadap flora dan fauna menjadi tidak ramah dan merusak ekologi kawasan. 

Berpijak dari pentingnya eksistensi kawasan manggrove yang begitu besar dampak ekologinya. Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh, melakukan penelitian tentang “Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat Dalam menjaga Ekosistem Manggrove”, sebagai salah salah satu upaya menjaga kelestarian lingkungan manggrove di Aceh.

Penelitian yang dipimpin oleh Kamaruddin M.Si dengan anggotanya Muchlis, M.Sos tersebut, melakukannya di Kabupaten Aceh Timur, tepatnya di kawasan Krueng Tho, Gampong (desa) Meunasah Asan, Kecamatan Madat.

Dalam penelitian tersebut, menitikberatkan pada komunikasi antar masyarakat dan pemangku kepentingan terhadap pemberdayaan manggrove dikawasan dimaksud sebagai salah satu upaya keberlangsungan kawasan manggrove.

Selain melakukan wawancara dengan tokoh masyarakat setempat, sebagai upaya memperoleh data empiris, kegiatan penelitian juga dilakukan dengan turun langsung observasi kelokasi agar memperoleh gambaran deskriptif dan merekam tentang visualisasi alam dan aktivitas manusia.

 

Menuju Lokasi

Menuju kawasan Krueng Tho ini tidaklah sulit, dari arah jalan Medan Banda Aceh, tepatnya di kawasan jembatan sungai Jambo Aye, kemudian memasuki jalan menuju kearah utara. Sekitar 10 Kilometer memasuki kawasan Kecamatan Madat, sampai tiba di Gampong Meunasah Asan. 

Masih di Gampong Meunasah Asan, mengikuti jalan yang membelah area pertambakan warga, perjalanan dilanjutkan ke arah Tempat Pendaratan Ikan (TPI). Dilokasi TPI ini terlihat dermaga kecil dan juga bangunan kecil sebagai tempat peristirahatan dan aktifitas para petani tambak dikawasan tersebut. 

Dilokasi TPI ini, terlihat beberapa unit boat ukuran kecil dan sedang yang dapat disewakan untuk kegiatan memancing atau sekedar berjalan-jalan menikmati menyusuri aliran anak-anak sungai dikawasan tersebut.

Biaya sewa boat mesin cukup variatif tergantung ukurannya. Jika boat ukuran kecil yang bisa memuat 2 hingga 3 orang, biaya sewanya sekitar 150 ribu/ hari, sedangkan ukuran sedang dengan jumlah penumpang sekitar 6 orang dapat mencapai 300 ribu/ hari, sudah termasuk dengan pengemudinya.

Sepanjang perjalanan dapat menikmati deretan pepohonan bakau yang akarnya mencengkram pinggiran pantai. Terlihat jenis burung bangau yang mencari ikan-ikan kecil diantara sela-sela akar bakau. 

 

Dari hasil observasi kawasan tersebut menunjukkan bahwa kawasan tersebut, sebagiannya merupakan pertambakan masyarakat. Dikawasan tersebut terdapat banyak aliran sungai yang bercabang membelah kawasan manggrove. Sebagiannya terdapat tumbuhan manggrove dan ada juga yang sudah terlihat bersih dari manggrove.

 

Sepanjang aliran alur sungai kecil tersebut banyak terlihat pertambakan warga, yang digunakan untuk membudidayakan jenis ikan bandeng dan juga udang serta berbagai jenis ikan komoditi pasar lainnya.

 

Sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Tim peneliti Kamaruddin, diharapkan melalui penelitian yang dilakukan oleh pihaknya dapat menambah pengetahuan dan literasi tentang keberadaan dan pengelolaan manggrove sebagai salah satu kawasan yang wajib dilindungi serta diberdayakan tanpa harus menghilangkan eksistensinya serta tetap menjadi rumah besar bagi semua biota muara dan sungai. (Muchlis Gurdhum).


Berita Lainnya

Kirim Komentar