Fakultas Hukum Unimal dan Lembaga Wali Nanggroe Adakan FGD Terkait MoU Helsinki Dalam UUPA

SHARE:  

Humas Unimal
Fakultas Hukum Unimal dan Lembaga Wali Nanggroe Adakan FGD Terkait MoU Helsinki Dalam UUPA

UNIMALNEWS | Lhokseumawe - Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh dan Lembaga Wali Nanggroe Aceh laksanakan Focus Group Disssusion (FGD) terkait MoU Helsinki Dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Dinamika Problematikanya, Selasa (19/12/2023). 

Laina Sari, perwakilan Keurukon Katibul Wali menyampaikan bahwa FGD ini merupakan bagian tindak lanjut dari kerja sama Lembaga Wali Nanggroe Aceh dengan Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh. Dalam hal ini terkait dengan MoU Helsinki dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan dinamika problematikanya perlu dilakukan FGD untuk mendapatkan masukan bagi tim yang telah dibentuk oleh Lembaga Wali Nanggroe, sehingga mendapatkan penguatan dalam penyempurnaan UUPA kedepannya.

 Dekan Fakultas Hukum, Dr Faisal mengatakan bahwa pentingnya peran serta masyarakat dan khususnya akademisi dalam memberikan masukan untuk penguatan UUPA. Hal ini penting dilakukan karena dalam kenyataannya, masih ada butir-butir MoU Helsinki sebagai landasan “idiil” dan UUPA sebagai landasan “konstitusional” penyelenggaraan Pemerintah Aceh yang sudah berlangsung lama sampai saat ini masih ada permasalahan-permasalahan antara lain masih terdapat regulasi tentang Norma, Standar, dan Prosedur yang belum ditetapkan terkait dengan penyelenggaraan Pemerintah Aceh.

“Masih ada Peraturan Pemerintah (PP) yang diperintahkan melalui UUPA yang belum disentuh sama sekali, dan masih ada norma-norma dalam UUPA belum dapat diimplementasikan karena tidak didukung oleh PP dan regulasi lainnya. Oleh karena itu, FGD ini dapat memberikan masukan untuk penguatan UUPA nantinya,” tuturnya.

Pemateri dalam FGD tersebut merupakan Tim Pengkajian dan Pembinaan Pelaksanaan MoU Helsinki pada Lembaga Wali Nanggroe Aceh, antara lain yaitu Zainal Abidin MSi MH, Prof Dr Jamaluddin, Dr Faisal, dan Muhammad Ridwansyah MH, serta akademisi FH Unimal, Dr Amrizal. Peserta FGD merupakan dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum.

Prof Jamaluddin menyampaikan bahwa munculnya ide revisi UUPA terutama untuk memperjuangkan dana otsus Aceh, dan untuk mensinkronkan UUPA sesuai dengan MoU Helsinki. Namun, apabila ada PP dan diimplementasikan, contohnya terkait dengan zakat, Aceh memungkinkan tidak memerlukan dana otsus Aceh. Oleh karena itu, pemateri sepakat lebih mengutamakan penguatan UUPA dari pada merevisi UUPA. 

Dr. Amrizal juga menyampaikan antara lain terkait kewenangan, Pasal 8 UUPA terkait rencana pembentukan UU oleh DPR yang berkaitan langsung dengan pemerintah Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA. Ada beberapa PP yang diabaikan dan tidak dikonsultasikan tentunya. Hal ini bertentangan dengan kewenangan UUPA yang terdapat pada Pasal 8. Kebijakan harus diperkuat oleh pemerintah Aceh dengan melibatkan berbagai elemen seperti mahasiswa, masyarakat, para akademisi dan sebagainya. 

Selanjutnya, Zainal Abidin MH, menyampaikan diperlukan adanya rekonstruksi asas, supaya UUPA bisa dilaksanakan. Perlu memahami Lex specialis derogate generalis. UU khusus di perlakukan umum (Qanun bisa di review sama seperti perda). Oleh sebab itu, perlu penguatan Qanun Aceh sebagai instrument kekhususan. Norma UUPA itu mendisporsi kewenangan pemerintah Aceh itu sendiri, adanya frasa-frasa yang mendisporsi yang terdapat dalam UUPA. Dengan demikian, diperlukan penguatan bagi UUPA.[tmi]


Kirim Komentar