UNIMALNEWS | Lhokseumawe - Prodi Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Malikussaleh gelar acara bedah buku yang berjudul "Populisme Islam di Indonesia dan Bagaimana Media Memberitakannya", via Zoom Metting, Sabtu (26/10/2024).
Buku tersebut ditulis oleh Dr Usman Kansong, seorang wartawan senior di Harian Media Indonesia.
Acara itu dibuka oleh Rektor Unimal, Prof Dr Herman Fithra Asean Eng. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa media memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat, salah satunya terkait isu politik maupun isu agama.
"Peran media dalam memberitakan isu-isu Pilkada yang bersinggungan langsung dengan agama, inilah yang coba dilihat oleh penulis buku ini, adik-adik mahasiswa dapat mempelajari lebih dalam terkait buku ini dan semoga kegiatan ini dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan baru bagi kita," terangnya.
Bedah buku ini dimoderatori oleh Dr Ibrahim Chalid, dosen Prodi Antropologi. Dalam mengarahkan pembahasan, Ibrahim membuka pengantarnya dengan menjelaskan titik balik buku ini.
"Buku ini merupakan hasil pemikiran Dr Usman Kansong, sosok wartawan senior serta kolega saya. Buku ini adalah hasil dari elaborasi dan analisis mendalam yang dihasilkan oleh penulis setelah menyelesaikan disertasinya," jelasnya.
"Buku ini menerangkan terkait populisme agama dan bagaimana media memberitakannya, sehingga jika dalam mata kuliah di Magister Sosiologi, kita masuk di mata kuliah Sosiologi Media," tambah Ibrahim.
Sementara itu, Usman Kansong selaku penulis buku, dalam materinya menyampaikan bahwa buku ini membahas populisme Islam di Pilkada DKI 2017 dan bagaimana media memberitakannya.
"Politisasi agama begitu nyata di Pilkada DKI 2017, terlihat antara lain dari fabrikasi label kafir, munafik, penista agama, pribumi, nonpribumi. Populisme Islam di Pilkada DKI 2017 menjadi perhatian bahkan mewarnai politik Indonesia bahkan menjadi perhatian Internasional," ujarnya.
Ia juga mendefinisikan kembali apa yang dimaksud dengan populisme. menurutnya populisme adalah politik yang membenturkan rakyat dan elite.
"Populisme Islam adalah politik yang membenturkan elite dan umat. Di Pilkada DKI, elite kandidat gubernur dari kalangan minoritas dibenturkan dengan umat," katanya.
Usman juga menggambarkan bagaimana popuisme Islam di Idonesia dari masa ke masa. Ia menerangkan bahwa pada masa prakemerdekaan, Syarikat Islam yang merupakan metamorfosis dari Syarikat Dagang Islam (SDI) bergerak dalam penguatan ekonomi di kalangan pengusaha Muslim, terutama dalam menghadapi kekuatan bisnis Tionghoa yang didukung Belanda.
"Pada masa orde lama, Program Benteng merupakan kebijakan ekonomi populis yang diluncurkan pemerintah Indonesia bulan April 1950 dan secara resmi dihentikan tahun 1957. Tujuannya adalah membina pembentukan suatu kelas pengusaha Indonesia pribumi," sebutnya.
Lanjut Usman, pada masa orde baru, di tahun 1972, Presiden Soeharto mengumumkan rencana pemerintah membeli 50%-60% saham perusahaan milik pengusaha nonpribumi dan memberikannya kepada pengusaha pribumi.
"Pada 1990-an, Pak Harto meluncurkan pemberdayaan ekonomi umat; ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1997-1999 ada tuntutan bagi dijalankannya tindakan afirmatif untuk tercapainya proporsionalitas antara Tionghoa-Kristen dan muslim di bidang politik dan ekonomi," terangnya.
Pada masa pasca orde baru, populisme lebih bercorak politik dengan memainkan politik identitas, termasuk di Pilkada DKI 2017, untuk meraih kekuasaan politik.
"Secara historis-kronologis populisme Islam di Indonesia bergeser dari populisme ekonomi menuju populisme politik," pungkasnya. [fzl]