UNIMALNEWS | Lhokseumawe – Program Studi Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Malikussaleh mengundang dosen tamu dari Universitas Negeri Medan, Dr Tappil Rambe, untuk membahas topik social banditry dalam konteks perkebunan, ditinjau dari perspektif perubahan sosial.
Kuliah tamu ini dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting pada Sabtu (31/5/2025) dan merupakan bagian dari mata kuliah Perubahan Sosial yang diampu oleh Dr Ibrahim Chalid.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unimal, Prof Mawardati. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa Indonesia dikenal luas sebagai negara agraris, namun hal tersebut tidak selalu sejalan dengan kesejahteraan para petani atau pekebun.
"Kita sepakat dan bangga menyebut Indonesia sebagai negara agraris. Namun pertanyaannya, apakah para petani atau pekebun kita hidup dalam kondisi yang sejahtera? Barangkali jawabannya adalah tidak. Di lapangan, ketika musim panen tiba dan harga jual meningkat, para petani swadaya justru tidak merasakan manfaatnya. Harga pasar sering kali dikendalikan oleh tengkulak dan pihak-pihak yang berlaku seperti bandit," ujarnya.
Ia berharap mahasiswa dapat mengikuti kuliah ini secara serius untuk memperluas pemahaman tentang dinamika sosial dalam sektor pertanian dan perkebunan.
"Semoga kuliah dan diskusi ini menjadi langkah awal dalam memahami konteks pertanian dan perkebunan masa depan secara lebih komprehensif," tambahnya.
Dalam paparannya, Dr Tappil Rambe menjelaskan bahwa social banditry atau bandit sosial sering dipandang sebagai pahlawan oleh masyarakat tertindas.
"Mereka kerap diromantisasi dalam cerita rakyat, seperti Robin Hood di Inggris, Pancho Villa di Meksiko, dan Si Pitung dari Betawi yang terkenal karena merampok orang-orang kaya lalu membagikan hasilnya kepada masyarakat miskin," ungkapnya.
Menurutnya, bandit sosial menjadi simbol perlawanan dan harapan bagi masyarakat yang tidak memiliki saluran formal untuk menyuarakan ketidakadilan.
"Mereka bertindak sebagai pelindung dan pengaman bagi rakyat tertindas. Namun, dalam konteks modern, konsep bandit sosial telah mengalami transformasi seiring dengan perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Perlawanan yang dahulu dianggap heroik kini bisa menjelma menjadi strategi bertahan hidup yang ekstrem, bahkan menciptakan bentuk-bentuk baru banditisme seperti mafia tanah," pungkasnya.
Dr Tappil juga menekankan pentingnya memahami perubahan tersebut agar dapat merespons dinamika ketimpangan sosial secara lebih bijak dan kritis. [fzl]