UNIMALNEWS | Lhokseumawe – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dinilai sangat rentan karena memberikan hak imunitas hukum kepada penyelenggara negara.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Prof Susi Dwi Harijanti PhD, menilai Perppu tersebut lahir dari situasi tidak normal, tetapi putusan tersebut harus dipastikan tidak bertentangan dengan asas-asas hukum umum dan asas-asas hukum khusus.
“Perppu ini berkaitan dengan anggaran yang besar. Tidak boleh diputuskan sepihak oleh Pemerintah, tidak boleh di masa reses DPR. Presiden bisa meminta DPR untuk menggelar sidang secepatnya karena situasinya genting,” papar Prof Susi ketika menjadi narasumber dalam Seminar Nasional “Permasalahan Hukum dan Kebijakan Selama Covid-19” yang digelar secara daring oleh Himpunan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Malikussaleh, Sabtu (16/5/2020).
Susi memaklumi situasi sekarang tidak normal dan Pemerintah harus mengambil keputusan cepat dalam menangani Covid-19. Namun kondisi tersebut tetap harus melalui proses yang tidak melanggar hukum. “Antara tujuan dan cara, itu harus sejajar. Tidak boleh tujuan menghalalkan segala cara,” kata Susi dalam webinar yang dihadiri sekitar 700 peserta dari berbagai kota di Indonesia.
Ia juga mengkritisi Pasal 27 ayat (2) dan (3) yang berbunyi: _(2) Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan._
_(3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara._
Menurut Susi, masalah iktikad baik dan kesesuaian dengan undang-undang dalam hukum harus diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu Pengadilan. Jika dalam pelaksanaan Perppu tersebut adalah masalah hukum, maka harus diserahkan kepada Pengadilan untuk memutuskannya.
“Jika Pemerintah tidak puas putusan Pengadilan, masih bisa banding, masih bisa kasasi, sampai PK. Ada ketakutan pejabat publik dalam mengambil kebijakan, terus dibuat aturan mereka tidak boleh digugat. Terus pertanggungjawabannya di mana?” sergah Susi dalam seminar yang dipandu Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Hadi Iskandar MH.
Pada bagian lain, Susi mengakui lahirnya Perppu Covid-19 itu sudah cepat, meski ada fraksi yang keberatan. Menurutnya, pendapat keberatan fraksi itu harus dicatat, karena rakyat yang akan menilai kinerja dari fraksi-fraksi. “Nota keberatan itu harus dicatat. Tidak bisa diabaikan,” kata Susi.
Selain Susi, pemateri yang hadir dalam webinar tersebut adalah Plt Dirjen Dikti Kemdikbud, Prof Nizam PhD, Dekan Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Prof Dr Jamaluddin, dan Plt Deputi II Kantor Staf Presiden RI, Abet Nego Tarigan.
Mengenai keberadaan Perppu Nomor 1/2020, Prof Jamal mengingatkan harus diawasi ketat agar pelaksanaannya sesuai aturan. “Jangan sampai setelah wabah berlalu, ada masalah hukum dalam pertanggungjawaban anggaran,” ujar Jamaluddin.
Webinar tersebut, menurut Ketua Magister Hukum Unimal, Dr Yusrizal, diikuti sekitar 700 peserta dari berbagai provinsi di Indonesia. Sedangkan untuk call for paper akan digelar Minggu (17/5/2020) dan melibatkan sekitar 17 perguruan tinggi. [ayi]