Pusat Unggulan Biodiesel Unimal dan Potensi Pertanian Aceh

SHARE:  

Humas Unimal
Universitas Malikussaleh menggelar diskusi terfokus untuk membahas potensi biodiesel di lima daerah di wilayah tengah dan selatan Aceh. Diskusi berlangsung di Blangkejeren, Gayo Lues, beberapa waktu lalu. Foto: Bustami Ibrahim.

SALAH satu target yang harus dipenuhi Universitas Malikussaleh adalah membangun Center of Excellence (CoE) atau pusat unggulan di bidang inovasi dan pengembangan biodiesel berbasis pertanian. Pemilihan pusat unggulan di bidang biodiesel, bahkan sampai pemilihan nama, menjadi kajian kritis sejumlah dosen seperti yang terlihat dalam sosialisasi Pusat Unggulan Unimal di Banda Aceh, Selasa (8/12/2020) lalu.

Ketua Program Magister Energi Terbarukan, Dr Adi Setiawan, menyebutkan biodiesel terlalu kecil ruang lingkupnya sehingga menurutnya lebih tepat menggunakan “Pusat Unggulan Bahan Bakar Nabati”. “Biodiesel secara bisnis juga bermasalah. Kalau bekerja sama dengan Uni Eropa, mungkin akan bermasalah,” ujarnya.

Banyak saran dan solusi dalam sosialisasi tersebut. Tidak hanya dari dosen teknik seperti Dr Lukman dan Dr Zulnazri, dosen dari ilmu humaniora seperti Dr Nirzalin juga ikut mengkritisi. Menurutnya, pusat unggulan tidak terbatas dengan ilmu eksakta semata, melainkan juga ilmu sosial. “Semua disiplin ilmu juga memiliki pusat unggulan,” ujar Nirzalin yang berhasil membangun kekompakan warga Gampong Ujong Pacu di Lhokseumawe untuk melawan mafia narkoba.

Merespon berbagai masukan tersebut, Ketua Pengelola Hibah Luar Negeri (PHLN), Dr Sofyan, menyebutkan ada beberapa syarat minimum yang harus dipenuhi untuk menjadi pusat unggulan. “Butuh kerja sama dengan dosen, misalnya dalam hal riset. Ketika dosen tidak melakukan riset, tidak bisa menjadi pusat unggulan,” katanya.

Ia mengakui pada awalnya ada beberapa masukan mengenai nama pusat unggulan. Unggul di bidang biodiesel diambil untuk lebih fokus pada aspek energi yang berbasis organisme nabati. Menurut Sofyan, kalau sempit, pusat unggulan lebih mudah diterima sehingga harus lebih spesifik.

“Kita ingin ini menjadi program untuk semua. Dalam bio diesel juga masuk beberapa aspek penting. Bio alga juga masuk di dalamnya,” jelas Sofyan yang menganggap masalah penerimaan pasar harus menjadi tantangan tersendiri.

Ia menegaskan, proyek unggulan di Unimal melibatkan semua disiplin ilmu, sesuai dengan kesepakatan dengan Asian Development Bank (ADB). “Tapi yang pertama, mari kita dukung yang terkait energi. Memang susah memberdayakan masyarakat, tetapi masih ada irisannya,” katanya.

Sebelumnya, untuk menggali potensi biodiesel di Aceh, Project Implementation Unit Advanced Knowledge and Skills for Sustainable Growth Project  (PIU AKSI) sudah melaksanakan focus group discussion (FGD) dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan dari perwakilan lima kabupaten lainnya di wilayah tengah dan selatan Provinsi Aceh. Ini merupakan FGD kedua setelah sebelumnya digelar di Idi, Aceh Timur.

Kegiatan ini turut pula mengundang Politeknik Aceh Selatan (Poltas) selaku mitra Unimal di kawasan tersebut. Kegiatan FGD II ini dilaksanakan di Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues,  dengan agenda membahas potensi dan tantangan wilayah tengah dan selatan terkait ketersediaan bahan baku biodiesel.

Dataran Gayo dan Aceh Selatan dinilai punya potensi dari aspek luas lahan yang tersedia, pemanfaatan/pengolahan produk pertanian yang dihasilkan masyarakat umumnya, adanya peran wanita dalam kegiatan pertanian (gender), serta aspek pemasaran.

FGD II dibuka Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Gayo Lues, Ir  H  Rasyidin Porang dan Rektor Unimal yang diwakili Pembantu Rektor Bidang Kerja Sama, Dr Azhari. Forum ini turut pula dihadiri Manajer Eksekutif PIU, Dr Ing Sofyan dan Wakil Manajer PIU, M Nazaruddin, Sekretaris PIU Deassy Siska, Koordinator Keuangan PIU, Dr Muhammad Haykal, Koordinator Pengadaan Barang dan Jasa PIU, Fasdarsyah MT; Koordinator Monitoring dan Evaluasi PIU, Azhar Syahputra; dan tim pokja CoE Unimal yang dikepalai Dr Muliana.

Rasyidin menyebutkan, Pemerintah Gayo Lues mendukung penuh inisiasi pembentukan CoE Unimal tersebut dan kerja sama ini diharapkan berlanjut. Gayo Lues dipertimbangkan sebagai tempat strategis dan representatif bagi daerah-daerah lainnya di wilayah tengah dan selatan Aceh. Sebagai bagian dari Program AKSI yang didukung ADB, FGD pembentukan CoE Unimal nantinya menjadi langkah awal kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat.

Menurut Sofyan, dari FGD akan diperoleh data dan informasi akurat terkait sumber bahan baku biodiesel berbasis pertanian di seluruh wilayah Aceh yang tertulis dalam bentuk buku referensi atau bentuk publikasi lainnya.

Kepala Dinas Pertanian Gayo Lues, Jakaria  MP, mengatakan potensi terbesar daerah adalah serai wangi dan kemiri dengan luas lahan pertanian yang sudah menghasilkan masing-masing sebesar 16.851 ha dan 6.257 ha. Gayo Lues yang dikenal dengan produk gula aren ini sebagian besar adalah wilayahnya hutan Leuser yang dilindungi negara sehingga masyarakat kurang tertarik melakukan budi daya tanaman kelapa sawit.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Nagan Raya, Abdul Latif MP, menginformasikan bahwa daerahnya merupakan kabupaten dengan jumlah perusahaan kelapa sawit terbanyak di Aceh. Ada 11 unit yang masih aktif sehingga berpotensi besar sebagai daerah penyuplai bahan baku biodiesel dengan kapasitas olah CPO sebesar 3.300 ton per hari.

“Kendala utama yang dihadapi terkait proses budi daya tanaman sawit yang nilai rendemennya masih di bawah 20 persen. Aspek pemasaran dan harga produk menjadi tantangan utama dalam pengembangan produk pertanian sebagai feedstock biodiesel nantinya,” kata Abdul Latif.

Demikian pula halnya dengan Kabupaten Bener Meriah. Selain kopi, daerah ini memiliki potensi sawit dan kemiri yang relatif besar dan tersebar di 10 wilayah kecamatannya (terbesar ada di Kecamatan Pintu Rime Gayo) seperti disampaikan Ir Nurisman, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Bener Meriah.

Direktur Politeknik Aceh Selatan (Poltas), Dr Muhammad Yasar, menilai ide pembentukan CoE Unimal dengan tema inovasi dan pengembangan biodiesel berbasis produk dan limbah pertanian sangat tepat mengingat pentingnya sumber energi terbarukan (renewable). Menurutnya, potensi sumber bahan bakar nabati dari sektor pertanian dan perkebunan Aceh sangat besar.

“Poltas dengan pusat inovasi unggulannya telah menciptakan berbagai produk permesinan dan teknologi informasi yang seyogyanya dapat mendukung arah pengembangan CoE Unimal nantinya,” ujar Yasar. Salah satu produk Poltes yang menjadi nominasi Anugerah Pesona Indonesia (API) 2020 adalah rencong batu yang merupakan produk asli hasil karya mahasiswa yang menjadi souvenir khas Aceh Selatan.  

Di akhir diskusi, Nazaruddin menyampaikan pertanian Aceh dapat mendukung program energi nasional sehingga pertanian yang menghasilkan energi dapat digunakan kembali untuk keberlangsungan pertanian.

Sementara Dr Maisura dari tim Pokja CoE Unimal mengharapkan dukungan dan kerja sama dari seluruh pihak untuk keberlanjutan program pengembangan biodiesel berbasis pertanian. “Disamping itu, regulasi yang ditetapkan dapat memberikan efek positif dan menguntungkan petani,” ujarnya. [Ayi Jufridar]


Berita Lainnya

Kirim Komentar