UNIMALNEWS | Lancang Garam – Untuk mendorong penguatan pengawasan partisipatif dari berbagai kalangan, Panwaslih Aceh membutuhkan media massa sebagai mitra strategis.
“Panwaslih tidak bisa sendiri dalam mengawasi pemilu, tapi harus bermitra dengan banyak kelompok strategis,” kata Teuku Kemal Fasya dalam Workshop Penyelenggaraan Pengawasan Partisipatif di Aula Meurah Silue Universitas Malikussaleh, Lancang Garam, Lhokseumawe, Jumat (23/4/2021).
Menurut pengamat masalah sosial politik dari Universitas Malikussaleh tersebut, media massa memiliki peran strategis dalam mendorong penegakan keadilan pemilu seperti tagline-nya Bawaslu. Selain itu, perguruan tinggi, tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta kekuatan sipil lainnya juga menjadi mitra strategis Panwaslih.
Peran Panwaslih sebagai lembaga penyelesaian sengketa dan pelanggaran pemilu, lanjut Teuku Kemal Fasya, perlu ditingkatkan untuk penegakan keadilan pemilu. “Meski badan pengawasan seperti Bawaslu tidak ada di negara lain, keberadaannya masih dibutuhkan dalam pemilu dan pilkada,” papar Kemal yang juga Tim Pemeriksaan Daerah Penyelenggara Pemilu di Aceh.
Menyinggung politik uang, Kemal melihat tidak mungkin bisa diselesaikan oleh Panwaslih semata, tetapi perlu upaya yang lebih masif dengan melibatkan partisipatif masyarakat. “Sejauh masyarakat masih menganggap pemilu itu kenduri, maka politik uang akan terus terjadi,” pungkas Kemal di hadapan para peserta dari kalangan tokoh masyarakat, ketua ormas, serta mahasiswa.
Workshop tersebut dibuka Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Panwaslih Aceh, Marini. Dalam sambutannya, ia memaparkan sejumlah strategi pengawasan dan tindakan yang sudah dilakukan dalam pemilu yang lalu.
Pemateri lainnya, Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) wilayah Aceh Utara, Ayi Jufridar, menyebutkan mahasiswa harus berada di posisi terdepan dalam strategi penguatan pengawasan partisipatif. Ia memaparkan sejumlah potensi mahasiswa cukup besar untuk memperkuat pengawasan partisipatif.
Di antaranya, mahasiswa relatif lebih rasional dalam memilih, jumlah yang besar sehingga bisa menentukan terpilihnya calon yang bersih, mahasiswa calon pemimpin masa depan, serta adanya kesesuaian dengan disiplin ilmu untuk prodi tertentu. “Bukan hanya Prodi Ilmu Politik semata, tetapi Prodi Ilmu Hukum, Manajemen Pemasaran, dan lainnya juga bersentuhan dengan penyelanggaraan pemilu,” jelas Ayi Jufridar yang juga dosen di Universitas Malikussaleh serta mantan anggota KIP Aceh Utara.
Sejumlah peserta mengkritisi rendahnya kepercayaan terhadap penyelenggaraan pemilu karena penyelenggara yang tidak berintegritas. “Banyak penyelenggara yang dipilih bukan karena kemampuan, tetapi karena memiliki hubungan khusus dengan penguasa,” ujar Sekretaris Nahdlatul Ulama Kota Lhokseumawe, Tgk Ahmad Subhan.[tmi]