Bahas Kurikulum Gender, ADB Gelar Workshop untuk Dosen Unimal

SHARE:  

Humas Unimal
Bahas Kurikulum Gender, ADB Gelar Workshop Untuk Dosen Unimal. Foto: Bustami Ibrahim

UNIMALNEWS | Banda Aceh - Project Management Unit (PMU) bersama Project Management Consultant (PMC) Asian Development Bank (ADB) mengadakan workshop pelatihan dengan tema "Peningkatan Kapasitas Pengembangan Kurikulum, Penelitian, dan Pengabdian Kepada Masyarakat Berbasis Responsif Gender Universitas Malikussaleh" yang dimulai pada Kamis,  (28/10/2021) di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh.

Kegiatan tersebut dilaksanakan selama tiga hari dari tanggal 28 -30 Oktober 2021 dengan menghadirkan pemateri tenaga ahli Gender ADB, Dr Elisabeth A.S Dewi, Penanggung Jawab Soft Program dari PMU-ADB Jakarta, Prof Aan Komariah,  dan juga tim peneliti, dosen dan perwakilan fakultas yang ada di Universitas Malikussaleh. Sebelum dimulainya acara, para peserta dilakukan Swab Antigen terlebih dahulu untuk antisipasi Covid-19.

Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Malikussaleh,  Jullimursyida PhD menyampaikan harapan agar ada output dari kegiatan pelatihan ini untuk menghasilkan kurikulum berwawasan gender sebagian mata kuliah yang terdapat di dalam kurikulum Universitas Malikussaleh, meskipun dalam beberapa mata kuliah sudah diimplementasikan selama ini, namun secara tertulis belum terbaca di dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS).

"Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang sudah dilakukan dengan berbasis responsif gender, dan juga sebagai salah satu program Aksi ADB. Hal ini wujud dari komitmen Universitas Malikussaleh terhadap bantuan ADB," katanya.

Narasumber dari PT. Tesaputra Adiguna dan juga Tenaga Ahli Gender di ADB, Elisabeth A.S Dewi yang biasa disapa Nophie menyampaikan materi pelatihan dengan tema “ Capacity Building for Curriculum Development, Research and Community Services Universitas Malikussaleh”. Dalam kesempatan itu, Nophie menjelaskan dengan detail tentang kesetaraan gender equality.

"Kesetaraan itu bukan sama, tapi berdasarkan kebutuhan. Kesetaraan itu adalah budaya yang dibangun selain budaya ketidakadilan. Misalnya, kamu bisa mengangkat galon, saya mengangkat botol. Kamu bisa membetulkan mobil, saya mencuci mobilnya," ungkapnya.

Lanjut Nophie, kurikulum responsif gender sangat penting untuk pembelajaran mahasiswa. Istilah kurikulum mencakup semua aspek pengalaman belajar mengajar. Pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu kurikulum formal dan kurikulum informal. Sehingga sudah tidak ada stereotip gender dalam kurikulum.

"Ini yang akan didorong untuk Unimal. Jika belum ada mari bentuk kelompok kerja untuk menghasilkan luaran kurikulum yang terintegrasi Gender. Tidak hanya pada kurikulum, namun juga penelitian dan pengabdian pada masyarakat," paparnya.

Sekretaris AKSI ABD Project Unimal, Deassy Siska MSc memberikan apresiasi kepada PT Tesaguna sebagai konsultan Gender ADB yang telah memberikan kontribusi besar untuk pelatihan yang dilaksanakan selama tiga hari tersebut. Pelatihan ini diperuntukkan bagi PIU AKSI ADB Unimal,  tim Focal Point Gender dan perwakilan prodi S1 yang ada di Universitas Malikussaleh.

Menurutnya, setiap triwulan, PIU AKSI Unimal melaporkan monitoring Gender Action Plan (GAP) ke ADB. Salah satu luaran dari project AKSI ADB ini yang harus dilaporkan dalam point GAP adalah integrasi gender dalam kurikulum dan Center of Excellence (CoE).

"Dengan adanya kegiatan ini diharapkan akan terkumpul kurikulum, modul dan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) yang terintegrasi gender sesuai luaran yang diharapkan oleh ADB," tutur Deassy.

Kemudian, Tim Perumus RPS mata kuliah Kemalikussalehan dan perwakilan dari FISIP, Dr Nirzalin menegaskan, persoalan utama ketidaksetaraan gender terletak pada budaya patriarki yang menempatkan otoritas kepemimpinan dan keputusan berbagai tindakan ada pada laki-laki. Hal ini secara sosial mendorong ditempatkannya laki-laki sebagai warga kelas sosial pertama dan utama baik di keluarga, masyarakat dan praktik kebijakan kenegaraan. Perlakuan diskriminatif yang berbasis budaya ini dapat dirubah dengan merubah budaya dan mindset patriarki menjadi budaya kesetaraan gender (gender equality of culture). Sehingga ranah sosial, budaya, politik, ekonomi dan agama menjadi milik Bersama, baik laki-laki dan perempuan.

"Perubahan budaya patriarki ini dapat dimulai dari dunia akademis dengan cara menginternalisasi teori dan konsep gender yang benar. Menjadikan praktik kesetaraan gender sebagai habitus (kebiasaan/kesadaran mental) di dunia kampus dalam interaksi sosial mulai dari dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa," ungkapnya.

Kemudian, Nirzalin menyebutkan, turunan perubahan radikal budaya patriarki menjadi budaya kesetaraan gender titik simpulnya terletak pada keberadaan kurikulum yang responsif gender.  Dalam konteks Universitas Malikussaleh sendiri spirit kesetaraan gender ini terepresentasi secara eksplisit pada eksisting peradaban Kemalikussalehan. Bahkan cicit kandung Sultan Malikussaleh, Sultanah Nahrasiyah ( (1406-1428 Masehi) adalah ratu pertama di Asia Tenggara yang meletakkan prinsip-prinsip pemerintahan yang menempatkan perlakuan setara antara laki-laki dan perempuan.

"Pimpinan sultanah jabatan-jabatan politik di pemerintahan  diisi oleh figur-figur yang kompeten, jenis kelamin tidak menjadi syarat dapat memimpin, dalam ranah ekonomi ruang kesempatan diberikan sama baik laki-laki maupun perempuan, ranah sosial dan budaya juga setara antara laki-laki dan perempuan, bahkan dalam ranah agama banyak perempuan tidak hanya menjadi guru agama tetapi juga menjadi pendakwah-pendakwah Islam yang handal," sebutnya.

Tim Focal Point Gender sekaligus Perwakilan dari Fakultas Teknik, Dr Rozanna Dewi menyatakan, harapan dalam merancang Kurikulum berbasis responsif gender terutama untuk bidang eksakta adalah bagaimana memilih mata kuliah  yang sesuai untuk diintegrasikan pengetahuan  tentang kesetaraan gender di dalam subtopik/materinya karena untuk bidang eksakta ada kesulitan untuk memilih mata kuliah yang relevan dan juga memilih metode pengajaran yang sesuai untuk digunakan.

"Unsur kesetaraan gender harus kita integrasikan ke dalam kurikulum, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh Universitas Malikussaleh," katanya.

Kemudian, Penanggung Jawab Soft Program dari Project PMU-ADB Jakarta, Prof Aan Komariah saat menutup pelatihan menyampaikan, agar Unimal benar-benar menjaga realisasi soft component AkSI ADB Project selama tiga tahun terakhir ini hingga 2023.

“Seluruh kegiatan pelatihan dan workshop wajib berbasis pusat unggulan, kurikulum dan gender responsive,” tutupnya.[tmi]


Kirim Komentar