Dosen FEB Unimal  Sebutkan UMKM di Lhokseumawe Belum Optimalkan Pasar Digital

SHARE:  

Humas Unimal
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh, Ayi Jufridar, menjadi salah satu narasumber dalam Lokakarya Feasibility Study Business Development Center (BDC) Program Kotaku Kota Lhokseumawe yang berlangsung di Hotel Diana, Lhokseumawe, Kamis (10/3/2022). Foto: Ahmad Albastin.

UNIMALNEWS | Lhokseumawe – Perkembangan teknologi digital dan peningkatan pemakai internet di Indonesia menjadi peluang bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk mengembangkan pasar yang lebih luas. Namun, sebagian besar UMKM di Lhokseumawe belum memanfaatkan peluang tersebut karena sejumlah kendala yang mereka hadapi.

Beberapa kendala tersebut antara lain belum menguasai teknologi digital secara mahir, keterbatasan pengetahuan tentang digital marketing, serta belum terbangunnya kepekaan terhadap peluang tentang pemasaran digital. pemerintah daerah melalui Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi diharapkan berperan lebih dalam memberdayakan UMKM di pasar digital dengan memberikan pelatihan, pendampingan, serta menggandeng BUMN dan swasta.

Demikian antara lain pandangan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh, Ayi Jufridar, dalam Lokakarya Feasibility Study Business Development Center (BDC) Program Kotaku Kota Lhokseumawe yang berlangsung di Hotel Diana, Lhokseumawe, Kamis (10/3/2022).

Menurutnya, hanya sebagian kecil UMKM di Lhokseumawe yang sudah memanfaatkan teknologi digital untuk meraih pelanggan yang lebih luas melalui pemasaran daring. “Pemain UMKM di pasar digital umumnya generasi muda dan memiliki latar belakang akademik,” ujar Jufridar dalam lokakarya yang dipandu Shari Anita dari Bappeda Kota Lhokseumawe.

Ia menambahkan, pemasaran daring dengan teknologi digital tidak bisa dihindari sesuai dengan tuntutan zaman. Pandemi Covid-19 mendorong percepatan tumbuhnya pemasaran digital.

Selain Ayi Jufridar, lokakarya tersebut menghadirkan dosen Politeknik Negeri Lhokseumawe, Dr Saifuddin, yang menyinggung produk khas Kota Lhokseumawe. “Apa produk khas Lhokseumawe yang bisa kita jual. Belum ada, ‘kan, inilah yang harus kita ciptakan,” katanya sembari menyebutkan sejumlah potensi yang dimiliki Kota Lhokseumawe.

Selama ini, Saifuddin dan tim peneliti dari Politeknik Negeri Lhokseumawe sudah memberdayakan sejumlah UMKM melalui program pemberdayaan masyarakat. Ia antara lain mendampingi produksi bandrek celup hasil industri rumah tangga.

Narasumber lain dalam lokarkarya tersebut adalah Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi Kota Lhokseumawe, Muhammad Rizal, M.Si yang menyebutkan sedikitnya terdapat 5.330 UMKM di Lhokseumawe tetapi jumlah ini selalu berubah sesuai musim.

Rizal mendukung hadirnya Pusat Pengembangan Bisnis UMKM di Lhokseumawe dan mengharapkan Pasar Ramadhan Kota Lhokseumawe yang akan dibuka menjadi momentum bagi pengembangan UMKM.

 “Kami mengharapkan BDC bisa menjembatani UMKM yang ada,” ujar Rizal dalam forum yang dihadiri pelaku UMKM, anggota dewan, wakil pemerintah, akademisi, dan perbankan.

Ia juga mengingatkan, bantuan dari pemerintah untuk UMKM sekarang tidak lagi dalam bentuk uang tunai, tetapi pelatihan serta alat kerja yang memberikan manfaat dalam jangka panjang.

Sementara Ketua Lazismu Kota Lhokseumawe, Farhan Zuhri Baihaqi, menyebutkan pihaknya sudah menyalurkan hasil pembayaran zakat untuk kebutuhan produktif untuk membantu UMKM seperti usaha ecoprint atau ija oen kayee yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan untuk mewarnai kain.  “Kami mendorong pejabat pemerintah bisa menggunakan ija oen kayee sebagai bagian dari promosi untuk membantu UMKM di Lhokseumawe,” ujar Farhan.    

Pelaku UMKM di Lhokseumawe, Munawar alis Cek Mun, menyebutkan sekitar 70 usaha kuliner Mr Phep miliknya dipasarkan secara daring. Cek Mun juga mengungkapkan sejumlah hambatan pengembangan UMKM di Lhokseumawe dan di Aceh, baik hambatan internal maupun ekternal seperti kesulitan mengakses perbankan. "Kalau bisa juga tanpa agunan,"ujar Cek Mun yang juga alumni Program Magister Ilmu Manajemen Universitas Malikussaleh. 

Terhadap keluhan itu, Nova Triana dari Bank Aceh Syariah Kota Lhokseumawe Merdeka, mengatakan pihaknya memiliki kredit bagi UMKM sampai Rp100 juta, tetapi sejauh ini belum ada yang tanpa agunan.   

Anggota DPRK Lhokseumawe, Dicky Saputra, yang hadir dalam kegiatan tersebut menyebutkan UMKM belum menjadi pendorong ekonomi karena cetak biru Kota Lhokseumawe juga masih kabur. Selama 10 tahun terakhir, pemerintah gagal melahirkan cetak biru dan membawa arah pembangunan Lhokseumawe.

“Kalau kita lihat sejarah dan geografisnya, Lhokseumawe adalah kota dagang dan kota jasa. Tapi potensinya belum dimanfaatkan, bahkan oleh pemerintah,” kata Dicky yang mengklaim dirinya pelaku UMKM. [kur]


Kirim Komentar