Implementasi ISPO pada Industri Kelapa Sawit, Tim Peneliti Hukum Unimal Adakan FGD

SHARE:  

Humas Unimal
Implementasi ISPO pada Industri Kelapa Sawit, Tim Peneliti Hukum Unimal Adakan FGD

UNIMALNEWS | Bireuen - Peneliti Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh melaksanakan Focus Group Disscusion (FGD) di Griya Hotel, Bireuen, Kamis (27/10/2022) terkait implementasi ISPO pada industri perkebunan kelapa sawit. Kegiatan ini merupakan rangkaian penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya di Lhokseumawe dengan tujuan untuk mendapatkan masukan-masukan dari berbagai pihak dalam rangka mengkaji efektifitas penerapan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan pengaruhnya pengembangan biodiesel.

 

Tim peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh terdiri dari Prof Dr Jamaluddin, Dr. Faisal, Dr Elidar Sari, Jumadiah MHum, dan Arif Rahman MH, serta mahasiswa.

Sekretaris Daerah Kabupaten Bireuen ynag diwakili oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Pemerintah Daerah, Ir M. Jafar MM menyampaikan, pengkajian terkait ISPO sangat sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia yang didalamnya mewajibkan kepada perusahaan maupun pekebun untuk melakukan sertifikasi ISPO.

“Sekarang ada informasi yang negatif terkait dengan perkebunan kelapa sawit, misalnya masalah kerusakan lingkungan, masalah sosial, maupun masalah ekonomi, dengan adanya ISPO ini sudah adanya standar atau SOP maupun adanya prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan sehingga masalah-masalah tersebut dapat terselesaikan,” katanya.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Bireuen, Irwan MSi menyampaikan, saat ini adanya tuduhan perkebunan kelapa Sawit penyebab deforestasi, baik dari LSM dalam negeri maupun dari hasil voting Parlemen Uni Eropa–Komite Lingkungan, Kesehatan Masyarakat dan Keamanan Pangan yang sepakat bahwa kelapa sawit menyebabkan deforestasi, degradasi habitat, masalah HAM, standar sosial yang tidak patut dan masalah tenaga kerja anak.

“Dengan adanya sertifikasi ISPO maka meningkatnya kepatuhan pelaku usaha industri sawit di Kabupaten Bireuen terhadap peraturan perundang-undangan maupun memperbaiki tata kelola industri, meningkatkan kualitas lingkungan hidup, menjaga kelestarian hutan dan keanekaragaman hayati, pengelolaan lahan gambut secara bertanggung jawab, serta upaya pencegahan kebakaran lahan, dan melindungi sumber air, sempadan sungai, pantai, daerah rawan bencana alam, hutan atau padang rumput dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, area yang memiliki nilai sejarah tinggi;serta melindungi spesies terancam punah, termasuk turut serta berperan dalam pengurangan emisi gas rumah kaca, serta banyak manfaat lainnya dengan adanya sertifikasi ISPO tersebut,” jelas Irwan dalam materinya.

Ketua Peneliti, Prof Jamaluddin dalam materinya menyampaikan tentang pentingnya penerapan kebijakan ISPO pada perusahaan kelapa sawit yang berpengaruh pada pengembangan CPO yang dijadikan biodiesel.

“Kehadiran perusahaan kelapa sawit di wilayah Kabupaten Bireuen diharapkan mampu menumbuh kembangkan perekonomian negara, daerah dan masyarakat, terutama pada pengembangan CPO yang dapat dijadikan biodiesel serta meminimalisir efek negatif terhadap lingkungannya, untuk itu perusahaan tersebut dituntut untuk mendapatkan sertifikat ISPO,” ungkapnya.

Prof Jamaluddin menjelaskan, Presiden telah menerbitkan Perpres No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit berkelanjutan Indonesia dan PP No. 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Sawit berkelanjutan Indonesia, untuk mempercepat proses sertifikasi ISPO bagi Perusahaan Kelapa Sawit, terutama dalam menghasilkan CPO yang diolah menjadi biodiesel (B30).

“FGD ini dilakukan karena sejalan dengan kebijakan pemerintah sehingga perlu didorong kepada perusahaan dan pekebun sawit untuk mendapatkan sertifikasi ISPO. Kegiatan FGD ini diharapkan mendapatkan masukan dan penyempurnaan dalam penelitian sehingga mendapatkan hasil yang maksimal,” harap Prof Jamal.

Kegiatan tersebut diikuti oleh peserta dari unsur Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen, perwakilan perusahaan sawit, perwakilan masyarakat sipil, termasuk Asosiasi Perkebunan Kelapa Sawit, dan Lembaga Swadaya Masyarakat, akademisi.[tmi]


Kirim Komentar