UNIMALNEWS | Lhokseumawe – Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya MHum menjadi pemateri dalam kegiatan "Sosialisasi Hasil Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu 2024" yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Provinsi Aceh di Hotel Diana, Lhokseumawe, Sabtu (7/9/2024).
Acara tersebut dibuka oleh Ketua Panwaslih Aceh, Agus Syahputra, dihadiri Anggota Panwaslih Aceh, Maitanur, Anggota Panwaslih Aceh Utara, perwakilan partai politik nasional maupun lokal, mahasiswa, jurnalis, pengurus KNPI Lhokseumawe dan Aceh Utara, akademisi Unimal, pihak Kesbangpol serta undangan lainnya.
Pada kesempatan itu, Kemal menyampaikan tentang “Evaluasi Publik Terhadap Pengawasan dan Penanganan Pemilu 2024”. Juga hadir pemateri yang lain yaitu Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Khairil Akbar.
Dalam paparannya, Kemal menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap Bawaslu Aceh. Evaluasi ini termasuk pengelolaan data pengawasan Pemilu yang lebih baik serta penyusunan buku evaluasi pelaksanaan Pemilu 2024 sebagai bahan pembelajaran untuk demokrasi dan pengawasan kedepannya.
"Selain itu, sistem seleksi penyelenggara Pemilu juga perlu diperbaiki. Seleksi Panwaslih provinsi, misalnya, harus melibatkan uji debat publik yang transparan sehingga publik dapat berkontribusi dalam proses penentuan calon komisioner nantinya," jelasnya.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Panwaslih Aceh, Safwani MH, dalam paparannya menyebutkan, tujuan dan fokus evaluasi pelaksanaan pemilu bahwa sebagai upaya mendorong perubahan regulasi maupun aturan turunan dalam penyelenggaraan pemilu, guna memperbaiki penyelenggaraan pemilu di masa yang akan datang. Sejatinya, kemajuan-kemajuan yang berarti dalam penyelenggaraan pemilu dapat terus dipertahankan dan dikembangkan sembari memperbaiki kekurangan dan kelemahan yang ada.
"Kekusutan yang banyak terjadi dalam penyelenggaraan pemilu sebahagian diakibatkan oleh performa penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan tugas, kewenangan dan kewajiban sebagai penyelenggara pemilu. Persoalan bertambah, kala proses pengawasan dan penegakan hukum berjalan kurang efektif yang kemudian malah ikut menyumbang kekusutan yang ada," ungkap Safwani.
Menurut Safwani, tantangan pada aspek pemilih dan penyelenggara Pemilu 2024 di Aceh, yaitu money politik masih masif terjadi dengan ragam modusnya. Pemangku kekuasaan yang masih memperdagangkan pengaruh kekuasaannya, meliputi ASN yang tidak netral. Kemudian, penyelenggara yang tidak netral, aturan hukum yang masih multitafsir, dan cenderung dijadikan legitimasi untuk memanfaatkan celah kekosongan hukum dengan melabrak integritas dan moralitas.
Lanjut Safwani, tantangan pada aspek pengawasan pelaksanaan Pemilu 2024 di Aceh, terkait keterbatasan akses pada seluruh aplikasi KPU yang berkaitan pelaksanaan tahapan pemilu adalah ketertutupan data pada saat pencocokan data di lapangan keterbatasan akses pengawasan secara melekat, rekomendasi penyelenggara pemilu yang tidak dilaksanakan, perbuatan kekerasan dalam bentuk pemukulan kepada pengawas pemilu baik dari peserta pemilu maupun dari penyelenggara pemilu itu sendiri.
"Hasil penanganan pelanggaran sepanjang pelaksanaan tahapan pemilu di Aceh. Diantaranya jumlah penerimaan laporan 190, temuan 64, registrasi laporan 83. Hasil penanganan pelanggaran terdapat 96 pelanggaran, 60 bukan pelanggaran. Jenis pelanggaran yakni 34 pelanggaran administrasi dan administrasi cepat, 9 dugaan tindak pidana pemilu, 47 pelanggaran kode etik, dan 19 pelanggaran hukum lainnya," tutur Safwani.[]