Semasa masih menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur PT Arun NGL, Del Yuzar, pernah bercerita tentang museum minyak dan gas (migas) di Lhokseumawe. Ketika Arun tidak berproduksi lagi, generasi muda di Aceh—bahkan di luar Aceh—bisa menyaksikan kejayaan perusahaan yang pernah menjadi pemasok utama pendapatan negara di masa lalu.
Lima tahun kemudian setelah ekspor migas berakhir, mimpi museum migas semakin menemukan titik terang, meski dengan nama Migas Center. Mimpi Del Yuzar dan rencana kelahiran Migas Center barangkali tidak ada hubungannya, tetapi bisa jadi mimpi itu tali-temali dengan Migas Center yang rencananya segera dibangun di Kampus Bukit Indah Universitas Malikussaleh.
Optimisme lahirnya Migas Center terlihat dalam pertemuan antara Univesritas Malikussaleh, Pertamina Hulu Energi, Badan Pengelola Migas Aceh, dan SKK Migas di Kampus Bukit Indah, Kamis (19/09/2019). Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan di Banda Aceh, beberapa waktu lalu.
Rektor Universitas Malikussaleh, Dr Herman Fithra, mengatakan Universitas Malikussaleh siap membangun Migas Center karena seluruh fasilitas sangat menunjang. Selain lokasi yang mendukung, gedung yang sudah ada, keberadaan Migas Center juga sejalan dengan pengembangan Universitas Malikussaleh ke depan serta pengembangan kawasan. “Ke depan, akan ada Prodi Perminyakan di Universitas Malikussaleh,” tegas Herman.
Menurutnya, keberadaan Migas Center tidak akan berdiri sendiri sebab ditopang dengan adanya Perta Arus Gas. Dalam jangka pendek, Migas Center bisa mengedukasi masyarakat dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Aceh. “Untuk jangka panjang, sangat mendukung kehadiran Prodi Perminyakan,” tambahnya.
Selain poin di atas, masalah pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe ke depan juga sangat mendukung keberadaan Migas Center di Universitas Malikussaleh. Dengan adanya Kawasan Ekonomi Khusus, Migas Center tidak akan menjadi “museum sunyi” yang tidak berdampak apa pun bagi pendidikan daerah. Sebaliknya, Migas Center bisa menjadi pusat pendidikan migas di Aceh.
Zulfikar dari Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) melihat proses industri migas di seluruh dunia tidak banyak berubah, tetapi teknologinya yang terus berkembang. Ia mengharapkan Migas Center bisa membangun miniatur teknologi migas tersebut. “Pada prinsipnya, BPMA sudah menyetujui Migas Center di Universitas Malikussaleh,” tegasnya.
Fawaid Darsyah dari Humas SKK Migas Sumbagut juga berpendapat sama. Menurutnya, Migas Center di Universitas Malikussaleh menjadi Migas Center kelima di Indonesia setelah Riau, Batam, Universitas Andalas Padang, dan Universitas Sumatera Utara.
“Mindset masyarakat awam yang bekerja di Migas hanya orang teknik saja, padahal tidak. Migas terbuka bagi semua orang, semua dispilin ilmu seperti akuntansi, hukum, dan pemasaran,” ujar Fawaid.
Ia mengharapkan Migas Center di Universitas Malikussaleh bisa disesuaikan temanya dengan sejarah migas di Aceh, terutama kejayaan PT Arun LNG. “Ini juga yang menjadi argumen USU Medan karena industri migas di Indonesia berawal di Talaga Said di Sumatera Utara,” ungkap Fawaid yang didampingi Maysani Putri Folia dari Humas SKK Migas Sumbagut.
Senada dengan itu, Armia Ramli dari Pertamina Hulu Energi NSB – NSO mengharapkan Migas Center bisa menyediakan informasi menyeluruh tentang industri migas. “Kita harapkan, pada awal Oktober nanti ada MoU di antara lembaga untuk membangun Migas Center,” kata Armia.
Seperti apa Migas Center di Universitas Malikussaleh, Rektor Herman Fithra menyebutkan sudah ada cetak biru yang akan dibangun secara bertahap. Untuk itu, ia mengharapkan dukungan dari semua pihak agar keberadaan Migas Center segera terwujud.
Kalau sudah berdiri di Universitas Malikussaleh, Migas Center juga bisa dimanfaatkan daerah lain baik penghasil migas seperti Aceh Timur maupun daerah yang tidak menghasilkan migas. Migas Center bukan hanya memberikan edukasi tentang disiplin ilmu tentang ekspolasi migas dari hulu sampai ke hilir, tetapi juga membangun imajinasi bagi generasi muda untuk menjadi pioner dalam sektor migas. [Ayi Jufridar/Bustami Ibrahim]