Ka UPT Kehumasan dan Hubungan Eksternal Unimal dalam Diskusi Dampak Sosial-Politik-Ekonomi Covid-19

SHARE:  

Humas Unimal
Diskusi online "Pandemi Covid-19 dan Implikasi Sosial- Ekonomi-Politik", Kamis (7/5/2020). FOTO; IST

UNIMALNEWS | Lhokseumawe - Kepala UPT Kehumasan dan Hubungan Eksternal Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya MHum menjadi salah satu narasumber dalam diskusi online Kader Bangsa yang bertema “Pandemi Covid-19 dan Implikasi Sosial- Ekonomi-Politik” pada Kamis (7/5/2020).

Selain Teuku Kemal Fasya, diskusi yang diselenggarakan oleh Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) ini menghadirkan juga pembicara lainnya seperti Airlangga Pribadi  PhD (Universitas Airlangga, Surabaya), Bayu Dardias PhD (UGM, Yogyakarta), Berly Martawardaya (UI, Depok), Edward Wimon Kocu (Universitas Cendrawasih, Jayapura), Mohammad Nurruzaman (GP Anshor Cirebon), M Subhan Setowara (Universitas Muhammadiyah, Malang), Dr Ni Made Ras Amanda (Udayana, Bali), Siskha Prabawaningtyas PhD (Universitas Paramadina, Jakarta), dan  Palacheta Subies Subianto (Focal Point Institute). Acara diskusi ini dibuka oleh pendiri KBFP, Dimas Oky Nugroho PhD.

Dalam pernyatan pembuka Dimas menyebutkan bahwa diskusi ini sebagai upaya mengidentifikasi dan menemukan problem solutif terkait dampak Covid-19 terhadap situasi sosial-politik-ekonomi bangsa. “Situasi hari ini jelas membuat dunia tidak sama lagi dengan situasi sebelum wabah ini terjadi. Seluruh dunia akan menghadapi tatanan baru. Kita tentu harus melakukan penyesuaian juga di dalamnya”, ujar Oky.

Kemudian Kemal sebagai pembicara pertama yang menyampaikan presentasi bahwa situasi Covid-19 ini telah melahirkan prasangka yang tidak berdasar terkait kemampuan bangsa kita menyelesaikan masalah ini. “Kalau dilihat berdasarkan jumlah penduduk nomor empat terbesar di dunia, dampak buruk Covid-19 di Indonesia tidak masuk 10 besar, bahkan 20 besar dunia. Indonesia “hanya” berada di rangking 36 dunia untuk terpapar Covid-19 yaitu  12.438 tertular, 895 meninggal, dan 2.317 sembuh (data worldometer per 7 Mei 2020). Bandingkan dengan US sebagai negara terparah terpapar dengan 1.263.183 positif tertular, 74 ribu meninggal, dan 213 ribu total sembuh.

Dalam hal ini, kepemimpinan Presiden Jokowi ikut menentukan dalam menangani problem Covid-19 ini sehingga relatif stabil tanpa memunculkan dampak sentimen rasis dan represif, seperti yang terjadi di Amerika Serikat, China, India, dll.

Sementara Bayu Dardias melihat bahwa kecilnya data tertular di Indonesia tidak berarti bahwa secara empiris juga demikian. “Indonesia tidak memiliki peralatan dan kapasitas yang massif. Bahkan dibandingkan dengan negara-negara terbelakang di Afrika seperti Zimbabwe dan Zambia tes VCR kita masih kalah kemampuannya”, ulas Bayu. Di sini sebenarnya Indonesia juga harus memperbaiki tatakelola penanganan Covid-19 agar dia bisa selesai dengan efektif. Proses PSSB Indonesia yang ketat dan kemudian cepat menjadi longgar menyebabkan “desentralisasi virus”, dari pusat pandemi kota ke desa-desa. Pemerintah juga, kata Bayu, harus memiliki fokus apakah menyelesaikan masalah ekonomi atau penanganan kesehatan, dan tidak boleh ragu-ragu berada di tengah.

Sementara itu, Amanda, menyampaikan bahwa dampak Covid-19 di Bali benar-benar telah menghancurkan pariwisata. Namun beruntungnya, ada modal sosial dan kekuatan adat yang baik, terutama dalam bersolidaritas dan membangun resiliensi ekonomi. Pilihan untuk menghidupkan alternatif kebertahanan hidup sekaligus instrumen mematuhi protokol kesehatan penanganan Covid-19 menjadi keunikan dalam fenomena di Bali. Kekuatan adat mampu menjaga keseimbangan dan harmoni sosial dari goncangan yang diakibatkan oleh Covid-19. “Kekuatan negara yang terbatas bisa dijembatani oleh kekuatan masyarakat adat dalam menangani masyarakat," Amanda berargumentasi.

Menurut Airlangga Pribadi, diskusi ini akhirnya menjadi upaya penting membantu Presiden Jokowi dan pemerintahannya untuk menemukan pikiran-pikiran solutif, di tengah kegawatan yang menimpa umat manusia secara global. Diskusi yang dipandu Bagus Balghi ini ditutup dengan janji untuk terus melaksanakan diskusi secara daring untuk memperkaya wacana publik di tengah pandemi Covid-19 yang membatasi gerak secara fisik dan sosial. Para peserta diskusi terpantau berasal dari Aceh, Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, Bali, Jayapura, hingga Amerika Serikat.[ryn]


Berita Lainnya

Kirim Komentar