USAHA Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki kesempatan untuk membalikkan keadaan selama wabah Covid-19 untuk memperkuat perdagangan antarkota atau antarpulau di Indonesia di tengah lesunya perdagangan luar negeri. Kota dan pulau di Indonesia harus bersinergi memperkuat perdagangan di tengah lesunya ekspor dan impor di Indonesia.
Impor bahan baku yang tersendat karena terganjal Corona, harus dimanfaatkan UMKM untuk meningkatkan produksi dan melepaskan ketergantungan bahan baku dari luar, apalagi banyak yang masih bisa dipasok dari dalam negeri.
Demikian antara lain pandangan yang mengemukan dalam webinar Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh, Senin (11/5/2020). Hadir tiga pemateri, Kepala Bank Indonesia Perwakilan Banda Aceh, Zainal Arifin Lubis, Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia, Maria Maria Y Benyamin, dan Kepala UKM Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, TM Zakir Machmud PhD.
Menurut Zainal Arifin, wabah Corona memang menyulitkan semua pihak, termasuk UKMK. Namun dalam kondisi sulit selalu ada peluang, sebab banyak negara yang tidak bisa memasok bahan baku, bisa diambilalih oleh UMKM di Indonesia, termasuk Aceh. “Tapi pemerintah harus memfasilitasi ini,” kata Zainal Arifin dalam diskusi yang bertema Efektivitas Stimulus Ekonomi terhadap Dunia Bisnis (UMKM) di Masa Pandemi.
Ia menyayangkan masih banyak masyarakat yang enggan menggunakan produk UMKM, bahkan untuk produk yang mampu diproduksi UMKM. Kondisi ini menyebabkan mata rantai UMKM tidak hidup.
Sinergitas perdagangan antarpulau dan antarkota di dalam negeri, menurut Zainal, belum dikelola secara maksimal. Sumber daya di satu daerah, bisa menjadi bahan baku di daerah lain. Ia menyontohkan usaha mebel rotan di Cirebon yang tumbuh pesat, padahal daerah itu tidak memiliki bahan baku. Selama ini bahan baku dipasok dari luar daerah, bahkan dari luar negeri.
“Aceh bisa menjadi pemasok bahan baku industri furnitur di Cirebon. Di Aceh terdapat ribuan jenis rotan dengan kualitas terbaik. Dan rotan tersebut tumbuh dengan liar, bukan hasil budidaya. Tapi karena UMKM tidak kuat, benefit dari pasokan bahan baku diperoleh trader,” papar Zainal Arifin dalam webinar yang dipandu Ketua Prodi Manajemen Universitas Malikussaleh, Dr H Mohd Heikal.
Zainal melihat potensi pasar dalam negeri sangat besar meski di tengah wabah. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 267 juta penduduk, Indonesia bisa mengandalkan pasar dalam negeri. “Kalau kita lihat banyak juga produk China yang tidak terlalu berkualitas. Tapi laku karena punya pasar sendiri,” ujarnya.
Zainal juga menyinggung usaha koperasi kampus di Aceh dalam memproduksi hand sanitizer dalam kapasitas besar dan sudah ada negara yang ingin membeli, seperti Turki. “Namun ada larangan mengekspor hand sanitizer sementara ini,” ujar Zainal yang menganggap komoditi nilam Aceh juga menjadi aset yang punya nilai ekspor tinggi.
Menghadapi kondisi ekonomi sekarang, tambah Zainal, impor harus ditekan sekecil mungkin. Ketergantungan terhadap impor menyebutkan banyak kegiatan perdagangan tersendat, karena beberapa negara melakukan lockdown sehingga proses distribusi terhambat.
“Saya terkadang sedih, ada pengusaha yang mengaku ingin menjadi importir saja karena tidak perlu membayar tenaga kerja. Padahal, untuk barang yang bisa diproduksi dalam negeri, tak perlu impor. Kalau semuanya tergantung impor, ekonomi dalam negeri tidak tumbuh dan BI pun berat dalam menjaga kestabilan rupiah,” tambah Zainal Arifin, alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala.
Ia menilai UMKM sudah siap mengisi ceruk yang kosong akibat Covid-19. Namun pemerintah harus memfasilitasi seperti dalam masalah regulasi, memberi pendampingan dan pelatihan, serta menyediakan jasa konsultan.
Maria juga sependapat bahwa perdagangan internasional tidak bisa diandalkan dalam kondisi sekarang, sebab pertumbuhan ekonomi menukik di negara mitra dagang utama Indonesia seperti China dan Amerika Serikat. Semua pasar di negara tujuan ekspor RI dalam posisi terganggu.
“Data terbaru, Indeks Manufaktur Indonesia, untuk pertama kali dalam sembilan tahun terakhir, turun ke angka sekitar 22.5. Padahal sebelumnya di atas 50. Angka di bawah 50 mencerminkan manufaktur sedang berkonstraksi. Kita paling rendah di Asean, di bawah Myanmar,” rinci Maria.
Menurutnya, Indonesia harus memperkuat perdagangan domestik yang punya kekuatan luar biasa baik karena jumlah penduduk maupun kekayaan alam. “Sampai berapa lama pandemi, tidak ada yang (bisa) memperkirakan. Jadi memperkuat perdagangan dalam negeri menjadi solusi pertumbuhan,” kata Maria.
Media Bisnis Indonesia sebagai salah satu referensi ekonomi di Indonesia, katanya, fokus mengangkat upaya pemutusan mata rangkai penyebaran. Segala stimulus dan relaksasi yang dituangkan dalam kebijakan ekonomi masa Covid-19, tidak ada artinya kalau mata rantai penyebaran belum terputus.
“Uang yang kita punya hanya terbatas dua atau tiga bulan ke depan. Semakin lama, semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan. Kelarin dulu penyebaran pandemi, baru bisa melangkah ke yang lain,” ujar Maria.
Upaya memutus mata rantai penyebaran, menurut TM Zakir Machmud PhD, tidak bisa hanya dari pemerintah saja. Dibutuhkan kesadaran masyarakat agar bisa berhasil.
Ihwal perdagangan antarpulau menurutnya bukan isu baru. Sudah pernah dibahas sebelumnya, tapi harus ditata ulang. “Salah satu kebijakan perindustrian, mengembangkan industri hulu untuk dipasok ke industri hilir. Industri hilir sangat tergantung dari bahan baku impor. Ketika negara pemasok lockdown, barang yang bisa diproduksi di dalam negeri menjadi terbatas.”
Dosen Bina Nusantara, Agung Sudjatmoko, mengatakan kondisi sekarang menjadi momentum membangun kembali ekonomi Indonesia berdasarkan kekuatan dalam negeri. “Dengan sistem perdagangan antarpulau, ada pemerataan potensi antardaerah,” katanya.
Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh, Prof A Hadi Arifin, menyebutkan banyak gagasan brilian yang berkembang dalam Management Talks During the Covid-19 Pandemic yang digelar Prodi Manajemen Unimal. “Gagasan yang muncul dalam webinar berskala nasional ini harusnya bisa diimplementasi dalam kebijakan ekonomi,” kata Hadi. [Ayi Jufridar]
Baca juga: Pandemi Covid-19 Momentum Memperkuat Kurikulum Pendidikan