PERTEMUAN terakhir atau ke-25 program Modul Nusantara Kelompok IV Universitas Malikussaleh sudah berlangsung akhir Desember 2021 lalu. Dalam pertemuan tersebut, para mahasiswa mempresentasikan video Kontribusi Sosial mereka di daerah masing-masing. Konten tersebut merupakan kegiatan mengajar peserta Modul Nusantara kepada pelajar atau generasi muda tentang kebudayaan serta tentang keberagaman dan toleransi.
Pertemuan tentang Kontribusi Sosial harus digelar sampai dua kali karena banyak peserta yang tidak bisa mengikuti pada pertemuan pertama akibat berbagai hal, baik karena ada kegiatan keagamaan maupun karena sedang banyak tugas di kampus asal. Tentang ini, Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Prof Nizam, menyebutkan seharusnya tidak ada lagi penugasan di kampus asal ketika seorang mahasiswa mengikuti satu dari empat program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Akibatnya, mahasiswa tidak mampu memenuhi minimal 20 SKS.
Mahasiswi Universitas Negeri Semarang, Amalia Lusiyana, mengakui dengan program Modul Nusantara dirinya lebih memahami budaya dan tradisi masyarakat Aceh, sampai kepada kuliner yang selama ini belum pernah didengarkan. “Ternyata ada beberapa tradisi masyarakat Aceh yang serupa dengan masyarakat di Jawa, meski nama dan beberapa aturannya berbeda,” ujar mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Ekonomi tersebut.
Selain itu, Amal—panggilan akrabnya—juga memiliki wawasan tentang sejumlah alat musik serta permainan tradisional Aceh yang hampir punah yang bahkan generasi muda Aceh pun belum pernah mendengarnya. “Banyak sekali manfaat yang saya rasakan selama mengikuti program Modul Nusantara,” ucap Amal yang berharap kegiatan tersebut bisa berlangsung secara tatap muka pada semester depan.
Baca juga: Spirit Perjuangan di Rumoh Cut Meutia: Modul Nusantara
Harapan agar program Modul Nusantara berlangsung secara luar jaringan sudah pernah disuarakan dalam pertemuan pertama. Dalam sosialisasi MBKM di Jakarta pun, Prof Nizam juga mengharapkan Modul Nusantara bisa berlangsung secara luring agar mahasiswa bisa ke kampus tujuan dan melihat langsung kebudayaan setempat. Bukan hanya Modul Nusantara, semua program MBKM akan dievaluasi dan diharapkan pada semester kedua akan menjadi lebih baik.
Selama empat bulan, 19 dari 20 mahasiswa yang berada dalam Kelompok IV Universitas Malikussaleh belajar banyak tentang kebudayaan, tradisi, kesenian, sejarah, bahkan kuliner Aceh. Sebagian besar pertemuan menghadirkan narasumber dari luar, baik narasumber tetap maupun bergantian sesuai dengan tema. Untuk pertemuan tentang kebudayaan dan seni, staf Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Lhokseumawe, Raisa Agustiana, senantiasa menemani, terlepas apakah ada kehadirannya dibayar atau tidak.
Pada awalnya, Raisa yang juga alumni Universitas Malikussaleh diproyeksikan untuk mengajarkan tarik tarek pukat bagi semua peserta yang akan ditampilkan pada akhir pertemuan. Sayangnya, pandemi Covid-19 membuat program Modul Nusantara harus berlangsung secara daring. Namun, Raisa tetap membantu untuk menjelaskan beberapa tema yang berkaitan dengan kapasitasnya sebagai penari dan staf Majelis Adat Aceh.
“Saya senang bisa terlibat dalam kegiatan ini, bisa memperkenalkan kebudayaan dan adat masyarakat Aceh kepada mahasiswa dari berbagai universitas di Jawa. Dari kegiatan ini, diharapkan mahasiswa semakin menghargai kebudayaan Aceh dan bangga dengan kekayaan budaya bangsa,” ujar Raisa yang juga mantan pegiat Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Meurah Silue Universitas Malikussaleh.
Meski belum pernah berjumpa langsung, tak urung pertemuan itu berakhir haru. Mentor Kelompok IV, Maulina, merasa pertemuan daring selama empat bulan terakhir telah menjalin keakraban di antara mereka. “Saya sering kontak dengan para mahasiswa untuk berbagai kebutuhan. Mungkin pelayanan saya selama ini tak sesuai harapan, saya minta maaf,” ujar mahasiswa semester akhir Prodi Ilmu Komunikasi.
Sesuai namanya, program Modul Nusantara memang dimaksudkan supaya mahasiswa semakin mengenal kekayaan budaya Nusantara dan menghargai keberagaman di Indonesia. Hasilnya mungkin tidak bisa langsung terlihat. Namun dari program berkesinambungan dengan keterlibatan mahasiswa dalam jumlah besar, ke depan Indonesia bisa melihat generasi yang kuat dan penuh penghargaan terhadap perbedaan adat dan budaya. [Ayi Jufridar]
Baca juga: Kritik Sosial dalam Sepotong Lirik: Modul Nusantara