UNIMALNEWS | Lancang Garam – Dosen jurnalistik Universitas Malikussaleh, Ayi Jufridar, memaparkan sejumlah kesalahan yang menulis rilis berita kepada media massa. Akibatnya, banyak rilis yang tidak memenuhi syarat untuk ditayangkan di media.
Ayi menjelaskan, kesalahan pertama adalah yang sering terjadi adalah dalam pemilihan angle atau sudut pandang berita yang cenderung kurang memiliki nilai berita. Kesalahan memilih angle ini karena penulis rilis belum memahami nilai dari sebuah berita.
“Padahal, dalam berita tersebut terdapat informasi atau peristiwa lebih penting yang memiliki news value tinggi,” ungkap Ayi Jufridar di hadapan Putra-Putri Komonikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe, Sabtu (16/4/2022).
Kesalahan kedua yang sering dijumpai adalah judul rilis kurang menarik karena lebih bersifat seremonial, terlalu menonjolkan organisasi atau narasumber internal sehingga gaung berita menjadi lebih rendah.
Ketiga, ada narasumber yang dijelaskan predikatnya dalam rilis sehingga ada informasi yang belum lengkap. “Mungkin yang menulis rilis sudah tahu, tapi redaksi dan pembaca belum tentu. Makanya ketika menulis rilis, jangan pernah berpikir itu untuk diri sendiri,” tambah Ayi yang juga pemimpin redaksi kabartamiang.com.
Kesalahan keempat adalah terlalu banyak akronim banyak rilis yang tidak dipahami secara umum, misalnya jabatan dalam perusahaan tertentu. Untuk akronim seperti ini, saran Ayi, harusnya dijelaskan dalam bahasa lebih umum dan mudah dipahami. Semua akronim harus dijelaskan sebab ada akronim sama tetapi memiliki makna berbeda.
Kelima, terlalu banyak informasi klise yang bisa dibuang seperti “kegiatan diakhiri dengan foto bersama”, “pembacaan doa oleh”, atau “mengucapkan terima kasih” yang tidak perlu disebutkan dalam rilis. “Harus lebih selektif untuk memilih informasi yang benar-benar diketahui publik,” ujar Ayi lagi.
Keenam, timing penulisan rilis yang kurang tepat karena berbagai sebab seperti ada peristiwa lain yang lebih penting sehingga redaksi tidak bisa memuat rilis tersebut. Bisa juga karena momentum sudah berlalu. “Makanya, jangan mengirim rilis yang sudah basi ke media massa,” pesan Ayi.
Terakhir, ada juga rilis yang tidak bisa dipublis di media massa karena isunya terlalu berbau iklan sehingga tidak bisa disiarkan sebagai bagian dari berita. Ada kalanya konten yang berbau iklan bisa disiarkan dalam bentuk berita, tetapi tidak semua berita bisa diperlakukan seperti itu.
“Agar siaran pers bisa diterima media massa, penulis rilis harus berpikir dan bekerja seperti jurnalis sejak mengumpulkan bahan, menulis, sampai mengedit,” tutup Ayi Jufridar.
Selain Ayi, pelatihan kepada Putra Putri Komunikasi tersebut mengundang narasumber Ade Muana Husniati, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi dan Intan Mutia, alumni Program Studi Ilmu Komunikasi yang menyampaikan materi tentang public speaking.
Ketua Panita Pembekalan Putra Putri Komunikasi Universitas Malikussaleh, Muhammad Fauzan, menyebutkan kegiatan tersebut digelar untuk memberikan kemampuan menulis dan kecakapan komunikasi kepada peserta.[kur]