SELAMA dua hari, pada 2-3 Juni 2022 lalu, sejumlah akademisi di Lhokseumawe dan Aceh Utara, termasuk dari Universitas Malikussaleh, mengikuti training literasi digital yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe bekerja sama dengan AJI Indonesia dan Google News Initiatif di bawah kolaborasi CekFakta.com.
Ketua panitia, Deni Pribadi Yusman, mengatakan training ini diikuti 20 akademisi dari Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh dan Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe. Hanya ada lima peserta dari kalangan jurnalis.
Panitia menghadirkan Christison Pane (Ketua AJI Medan) dan Hendra Saputra (Akademisi KPI UIN Ar-Raniry Banda Aceh) sebagai trainer tersertifikasi oleh Google News Initiative yang telah berpengalaman dalam melatih jurnalis dan akademisi di berbagai daerah. Adapun fasilitator kegiatan ini Lailan Fajri Saidina (mantan Anggota Majelis Etik AJI Lhokseumawe).
Untuk diketahui, literasi digital merupakan salah satu upaya dan cara untuk memerangi hoaks. Karena literasi digital membantu untuk berpikir kritis dan cakap dalam menggunakan media sosial.
AJI menggelar training ini sebagai sarana bagi kalangan akademisi untuk berdiskusi mengenai berbagai perkembangan mis-disinformasi. Selain itu, mendorong kalangan akademisi untuk menginternalisasi kurikulum cek fakta dalam materi di kampusnya.
Pelatihan ini diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan pemahaman para peserta mengenai informasi digital, mis-dis informasi, jurnalisme digital, verifikasi informasi digital, dan tools keamanan digital.
Manajer Program AJI Indonesia, Sisca Mega, mengatakan training ini untuk meningkatkan pemahaman tentang literasi digital dan mengasah keterampilan peserta dalam mengenali informasi digital, mis-disinformasi, dan pengetahuan terkait keamanan digital.
“Harapannya melalui training ini peserta dapat lebih kritis dalam menggapai sebuah informasi. Selain itu, para peserta kemudian dapat mentransfer keterampilan tersebut kepada sesama akademisi dan jurnalis," kata Sisca.
Dengan dilaksanakan training ini juga diharapkan bisa memperbanyak dan memperkuat kolaborasi publik dalam memilah fakta. Kolaborasi ini diperlukan untuk saling bahu membahu melawan misinformasi.
AJI menilai jurnalis tidak akan mampu memverifikasi semua informasi di era disrupsi digital. Butuh kolaborasi untuk menjernihkan informasi, termasuk dengan akademisi.
Ketua AJI Lhokseumawe, Irmansyah, bersyukur dan bahagia Training Literasi Digital berjalan lancar selama dua hari. “Mudah-mudahan semua materi yang telah dipaparkan dua trainer bermanfaat bagi kita semua. Para akademisi yang sudah mengikuti kegiatan ini ke depannya dapat menginternalisasi kurikulum cek fakta dalam materi di kampus masing-masing.
“Inilah salah satu tujuan dari kerja sama AJI Indonesia dan AJI Lhokseumawe mengadakan training literasi digital kepada akademisi dan dosen agar bisa menurunkan ilmunya kepada mahasiswa,” ujar Irmansyah.
Dosen Universitas Malikussaleh yang mengikuti pelatihan tersebut di antaranya Kamaruddin Hasan, Harinawati, Deddy Satriya, Muchlis, Kurniawati, Dini, Riski, Rizki Yunanda, Awaluddin, Ayi Jufridar, dan sejumlah dosen lainnya.
Kamaruddin mengakui, dari pelatihan tersebut dirinya mendapatkan sejumlah metodologi mengecek kebenaran sebuah informasi, foto, atau video. "Bahkan kami jadi tahu bagaimana sebuah informasi hoaks diproduksi dan kemudian disebarkan. Dengan memahami caranya, kami bisa menjelaskan cara memverifikasi sebuah fakta kepada mahasiswa," ujar dosen Prodi Ilmu Komunikas tersebut.
Hal senada disampaikan Deddy Satriya yang sudah pernah mengikuti pelatihan serupa sebelumnya di Banda Aceh. Menurutnya, ada sejumlah cara yang bisa dilakukan dalam memverifikasi sebuah fakta, tetapi terkadang orang tidak melakukan itu dan langsung membagikannya ke publik. [Ayi Jufridar]