Lima Tips Menulis Esai dari Tia Setiadi

SHARE:  

Humas Unimal
Penulis nasional, Tia Setiadi, memberikan materi tentang menulis kreatif dan penerbitan buku di Aula Meurah Silue Kampus Lancang Garam Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Minggu (14/7/2019). Foto: Bustami Ibrahim.

UNIMALNEWS | Lhokseumawe – Penulis Tia Setiadi memberikan tips menulis esai yang sederhana kepada peserta pelatihan menulis kreatif dan penerbitan buku yang diselenggarakan Universitas Malikussaleh di Aula Meurah Silue Kampus Lancang Garam, Lhokseumawe, Minggu (14/7/2019).

Menurut Tia yang juga bekerja sebagai penerjemah buku-buku sastra internasional, ada lima poin penting yang harus diperhatikan dalam menulis esai. Poin pertama adalah pohon gagasan. Ia menganalogikan gagasan seperti benih, lalu berkembang menjadi batang, cabang-cabang, lalu bunga, dan buah.

“Gagasan juga begitu, bermula dari hal kecil, lalu tumbuh, terkadang secara tidak terduga. Pada masa penggalian ide ini biarkan saja pikiran dan imajinasi bebas berkembang, mengalir jauh bagaikan aliran sungai yang mengarus ke tempat-tempat baru,” jelas Tia Setiadi di hadapan sekitar 60-an peserta yang terdiri dari dosen, guru, mahasiswa, para penulis, dan pelajar.

Ia mengingatkan pikiran dan imajinasi tersebut tidak boleh dikekang dan dikendalikan. Untuk itu, ia menyarankan agar peserta membuat peta dari pertualangan gagasan itu. “Dari peta itu akan tergambar rancangan awal tulisan kita,” tambahnya.

Kedua, dari pohon gagasan tersebut harus dibangun perspektif. Seorang esais harus memiliki cara pandang unik dan khas dalam tulisannya, tidak boleh berpuas diri dengan pandangan umum atau cara pandang biasa. Setiap masalah yang diangkat, harus dilihat bukan hanya dari depan saja, tetapi juga dari belakang, pinggir, dari bawah, atas, dari mana-mana.

“Dengan demikian, perspektifnya menjadi tersendiri dan tidak tergantikan,” kata Tia lagi dalam acara yang dipandu Mahdi Idris, seorang penyair asal Aceh Utara.

Baca juga: Universitas Malikussaleh Gelar Pelatihan Menulis Kreatif

Ketiga, poin yang harus menjadi perhatian adalah sentuhan personal. Berbeda dengan tulisan ilmiah atau artikel, esai membutuhkan sentuhan personal yang disuling dari pengalaman sendiri, ingatan atau kenangan masa masa kecil, cerita orang yang unik, atau sepotong kutipan atau pandangan sekilas.

Poin keempat adalah keajaiban kata. Tia berpendapat, seorang manusia esai terpesona kepada kata-kata bagaimana seorang kekasih terpesona kepada wajah yang dicintainya. Setiap kata adalah pintu menuju pemahaman dan petualangan baru.  “Seorang manusia esai harus punya diksi yang banyak, perbendaharaan kata yang luas, dan bacan yang juga luas,” ujar Tia.

Terakhir, ia menyebutkan ada empat hal yang harus dihindari manusia esai dalam menulis esai, yaitu keumuman atau klise, bahasa jargon atau propaganda, bahasa nasihat, serta keruwetan bahasa.

Pelatihan menulis kreatif dan penerbitan buku dibuka oleh Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kehumasan dan Hubungan Eksternal Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya. Sebelum dimulai pelatihan, dilakukan pembacaan puisi oleh Mahdi Idris, guru di Lhokseumawe, Hamdani Mulya, serta Teuku Kemal Fasya.[ayi]


Berita Lainnya

Kirim Komentar