Prodi Ilmu Politik Unimal Lakukan Diskusi tentang Terorisme

SHARE:  

Humas Unimal
Teuku Fauzansyah saat memberikan presentasi via zoom meeting. Foto : Ist

UNIMALNEWS | Lhokseumawe - Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh melaksanakan Kulian Dosen Tamu dalam Mata Kuliah Studi Terorisme dan Gerakan Radikal, secara hibrid melalui zoom meeting dan luring di Ruang Seminar Prodi Ilmu Politik, Jumat (23/6/2023)

Kuliah Dosen Tamu ini menghadirkan  pemateri Teuku Fauzansyah, Subkoordinator Penelitian dan Evaluasi dari Badan Nasional Penanggulangan Teorisme (BNPT) RI. Kuliah tersebut dimoderatori  mahasiswa dari Prodi Ilmu Politik Rijkia Harahap membahas materi tentang “Bahaya Teorisme dan Upaya Pencegahannya”.

Pada sambutannya selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah sekaligus Kaprodi Ilmu Politik, Teuku Muzaffarsyah mengatakan bahwa  kegiatan ini memang dirancang untuk mendatangkan para pakar yang berkaitan dengan perkuliahan sehingga mahasiswa dapat memahami serta menambah pengetahuan terkait potensi radikalisme dan terorisme di kalangan mahasiswa maupun masyarakat.

“Kuliah Dosen Tamu ini sangat penting dilakukan agar mahasiswa dapat memperoleh pemahaman-pemahaman terkait radikalisme sehingga mahasiswa akan mengetahui betapa bahaya terorisme dan bagaimana upaya mencegah itu terjadi”,  katanya. 

Dekan Fisipol, Dr M Nazaruddin, pada welcome speech menyampaikan mengenai persepsi umum tentang gerakan teorisme dan radikalisme yang ada di Indonesia. “Tidak ada satu agama pun yang mentolerir aksi dari terorisme”, sambut Nazar.

Saat presentasi Teuku Fauzansyah menyampaikan motif terorisme berdasarkan riset kuantitatif yang menunjukkan ada banyak motif kenapa seseorang terlibat pada jaringan terorisme. Ada 45,5% disebabkan ideologi agama yang keliru, 20% solidaritas komunal negatif, 12,7% mob mentality, 10,9% balas dendam, 9,1% situasional dan 1,8% separatisme. Selain itu hasil riset BNPT tahun 2022, potensi  radikalisme berdasarkan demografi juga menyimpulan indeks potensi radikalisme cenderung lebih tinggi pada perempuan, kalangan urban, gen Z dan milenial serta yang aktif di internet.

Fauzan mengingatkan bahwa pola radikalisme di kampus juga terbentuk, ketika kelompok radikal merebut wacana intoleransi, narasi keagaamaan, dan konsep  sekaligus dengan bertahap merebut struktur dalam posisi struktural kemahasiswaan, dan merebut kultur seperti rumah ibadah dan kegiatan keagamaan.

“Pencegahan radikalisme di kampus bisa dilakukan dengan membangun sistem deteksi dini radikalisme dan membangun nalar kritis dalam kontestasi wacana melalui diskusi, organisasi, literasi, serta aktifitas lainnya” ungkap Teuku Fauzansyah menyimpulkan diskusi itu {tkf}

Prodi Ilmu Politik Jurusan Ilmu Politik dan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh melaksanakan Kulian Dosen Tamu dalam Mata Kuliah Studi Terorisme dan Gerakan Radikal, Jumat (23/6/2023) secara hybrid melalui zoom meeting dan luring di Ruang Seminar Prodi Ilmu Politik.

Kuliah Dosen Tamu ini menghadirkan  pemateri Teuku Fauzansyah, Subkoordinator Penelitian dan Evaluasi dari Badan Nasional Penanggulangan Teorisme (BNPT) RI. Kegiatan ini dimoderatori  Rijkia Harahap, mahasiswa Prodi Ilmu Politik membahas materi tentang “Bahaya Teorisme dan Upaya Pencegahannya”.

Dalam sambutannya selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah sekaligus Kaprodi Ilmu Politik, Teuku Muzaffarsyah mengatakan bahwa  kegiatan ini memang dirancang untuk mendatangkan para pakar yang berkaitan dengan perkuliahan sehingga mahasiswa dapat memahami serta menambah pengetahuan terkait potensi radikalisme dan terorisme di kalangan mahasiswa maupun masyarakat.

“Kuliah Dosen Tamu ini sangat penting dilakukan agar mahasiswa dapat memperoleh pemahaman-pemahaman terkait radikalisme sehingga mahasiswa akan mengetahui betapa bahaya terorisme dan bagaimana upaya mencegah itu terjadi”,  katanya. 

Dekan Fisipol, Dr M Nazaruddin, MSi dalam welcome speech menyampaikan mengenai persepsi umum tentang gerakan teorisme dan radikalisme yang ada di Indonesia. “Tidak ada satu agama pun yang mentolerir aksi dari terorisme”,  katanya.

Teuku Fauzansyah dalam pemaparannya menyampaikan motif terorisme berdasarkan riset yaitu 45,5% ideolog agama (yang Keliru), 20% solidaritas komunal (yang negatif), 12,7% mob mentality, 10,9% balas dendam, 9,1% situasional dan 1,8% separatisme. Selain itu hasil riset BNPT tahun 2022, potensi  radikalisme berdasarkan demografi yang menyimpulan indeks potensi radikalisme cenderung lebih tinggi pada perempuan, kalangan urban, gen Z dan milenial serta yang aktif di internet.

Ia juga menyampaikan pola radikalisme di kampus ketika kelompok radikal merebut wacana (intoleransi, narasi keagaamaan, konsep kenegaraan, dll), mencoba mengejar struktur dalam posisi struktural mahasiswa, serta merebut kultur seperti rumah ibadah dan kegiatan keagamaan.

“Pencegahan radikalisme di kampus dengan membangun sistem deteksi dini radikalisme serta membangun nalar kritis dalam kontestasi wacana melalui diskusi, organisasi, literasi, serta aktifitas lainnya” kata Teuku Fauzansyah yang kelahiran Aceh. [tkf]

 


Berita Lainnya

Kirim Komentar