UNIMALNEWS | Lhokseumawe – Komisi Pemilihan Umum (KPU) satu penyelenggara pemilu 2019, telah gagal memenuhi ketentuan Pasal 572 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Apa dampaknya terhadap legitimasi hasil pemilu?
Direktur Eksekutif Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Aceh, Ridwan Hadi, menyebutkan perintah dari Pasal 572 ada penyelenggara membuat peraturan pelaksana paling lambat sudah harus ditetapkan satu tahun sejak undang-undang diundankan.
“Undang-Undang Nomor 7 diundangkan pada 16 Agustus 2017. Artinya, seluruh Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu harus ditetapkan paling lambat pada 16 Agustus 2018. Faktanya, masih ada PKPU yang ditetapkan pada tahun 2019 ini,” ungkap Ridwan Hadi dalam diskusi publik yang diselenggarakan Unit Pelayanan Teknis Kehumasan dan Hubungan Eksternal Universitas Malikussaleh di Aula Cut Meutia, Rabu (20/2/2019).
Menurut Ridwan, KPU juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena ada keharusan membahas dengan DPR dan penetapan PKPU. Namun, berbeda dengan pemilu 2014 lalu di mana konsultasi dengan DPR bersifat mengikat yang membuat independensi KPU tergerus, dalam pemilu 2019 tidak mengikat.
Jadi, menurut Ridwan Hadi, KPU lebih bebas mengatur pasal demi pasal dalam PKPU sejauh tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.
Diskusi publik juga menghadirkan antropolog Unimal, Teuku Kemal Fasya dan pengamat politik dan keamanan di Aceh, Aryos Nivada sebagai pemateri. Diskusi publik tersebut diikuti mahasiswa, dosen, aktivis LSM, dan relawan demokrasi.[ayi]