Kesedihan Mahasiswa KKN di Gubuk Rohani

SHARE:  

Humas Unimal
Rumah Rohani Salam (69) di Desa Paya Leupah Kecamatan Simpang Keuramat, Aceh Utara, yang sangat memprihatinkan. Mahasiswa KKN Kelompok 14 mengharapkan pemerintah membantu Rohani yang hidup sendiri di gubuk tua. Foto: IST.

Pengalaman mahasiswa Kuliah Kerja Nyata di perkampungan bukan hanya melaksanakan program, tetapi mahasiswa mendapatkan pengalaman batin yang mungkin belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

Setidaknya itulah yang dirasakan Febri Deande dkk ketika melihat rumah seorang perempuan tua yang hidup sebatang kara di Desa Paya Leupah Kecamatan Simpang Kramat Kabupaten Aceh Utara. Perjalanan menelusuri setiap jengkal kampung yang dilakukan Febri dkk telah mempertemukan mereka dengan dengan Rohani Salam (69), seorang perempuan buta yang tinggal sendiri di gubuk reot.

Menurut Febri yang juga ketua Kelompok 14, mereka Nek Rohani ketika hendak melakukan sensus penduduk Desa Paya Leupah.  Ketika mahasiswa datang, Rohani sedang mencabut rumput di depan gubuknya tanpa peralatan apa pun, hanya menggunakan tangan.

Selain tidak bisa melihat lagi sejak delapan tahun lalu, Rohani juga tidak mampu mendengar dengan baik. “Ketika kami datang dan mengucapkan salam, Nek Rohani tidak bisa mendengar. Saya lantas mengamit tangannya,” ungkap Febri dengan nada sedih, Senin (9/9/2019).

Bersama kawan-kawannya, Febri masuk ke rumah panggung milik Rohani yang cukup memprihatikan. Humas KKN Kelompok 14, Desi Hasra Deva yang ikut masuk mendeskripsikan situasi di dalam rumah tersebut. Alasnya dari batang pinang kecil yang sudah lapuk, sehingga mahasiswa harus hati-hati melangkah, kalau tidak ingin terjatuh.

Membangun komunikasi dengan Rohani agak sulit karena ia mengalami gangguan pendengaran. Namun, mahasiwa bertanya banyak hal kepada Rohani meski perempuan itu tidak bisa berbahasa Indonesia.  

Baca juga: Ketika Pelakor Mahasiswa KKN Unimal Jadi Rebutan

Kepada mahasiswa, Rohani mengaku tidak pernah menerima bantuan dari pemerintah. Ia hidup dari belas kasihan warga sekitar yang peduli padanya. Setiap panen, ia juga kebanjiran rezeki dari warga sekitar. Kalau tidak, ia menerima upah menganyam tikar daun pandan.

“Entah bagaimana beliau hidup dalam kondisi begitu. Dapurnya ada, tetapi terlihat seperti tidak pernah digunakan lagi. Kamar mandi di luar rumah dan tidak ada listrik. Sungguh menyedihkan,” ujar Desi lagi.

Kepala Desa Payah Leupah, Munawir Ilyas, membenarkan Rohani hidup sebatang kara karena perempuan itu tidak pernah menikah. Namun, Rohani memiliki adik dan beberapa keponakan. “Warga di sini juga sangat memperhatikannya dan sering memberikan bantuan,” ungkap Munawir yang dihubungi per telepon, Senin malam.

Munawir yang belum setahun menjadi kepala desa di Paya Leupah akan mengajukan permohonan bantuan kepada Rohani dan warga lain yang memang hidup di bawah garis kemiskinan. Ia mengungkapkan, pada 2018 silam ada dua rumah warga miskin yang dibangun dengan dana desa. “Untuk tahun ini, belum ada,” kata ayah empat anak itu.

Desi dkk mengharapkan Pemerintah Aceh Utara bisa membantu membangun rumah Rohani agar lebih layak huni. Tentu saja itu harapan semua orang yang masih memiliki rasa kemanusiaan.

Di tengah melimpahnya uang di desa dan berbagai sumber bantuan lainnya, seharusnya Rohani memang tidak melewati masa tuanya yang sunyi di gubuk reot bisa rubuh oleh embusan angin kencang. [Ayi Jufridar]

  


Kirim Komentar