UNIMALNEWS | Lhokseumawe - Dua dosen Universitas Malikussaleh, Dr Yusrizal dan Bobby Rahman dipercaya menjadi narasumber dan fasilitator pada kegiatan Focus Group Discussion yang digagas oleh Panwaslih Kota Lhokseumawe, pada Rabu (25/10).
FGD yang mengusung tema “Alat Peraga Sosialisasi dan Alat Peraga Kampanye Pada Pemilu 2024 dalam Persepktif Hukum” itu dihadiri peserta dari berbagai kalangan, seperti Kasat Reskrim Polres Kota Lhokseumawe dan jajaran, Ketua KIP Kota Lhokseumawe, unsur Pemerintah Kota Lhokseumawe, unsur akademisi, perwakilan pers/media, LBH, Panwascam se-Kota Lhokseumawe.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Komisioner Panwaslih Kota Lhokseumawe, Yuli Asbar. Menurutnya kegiatan seperti ini dipandang perlu oleh Panwaslih, untuk melahirkan kesepahaman terkait pemasangan alat peraga sosialisasi dan alat peraga kampanye pada pemilu serentak tahun 2024. "Saat ini kita baru memasuki tahapan sosialisasi, namun banyak APS rasa APK yang telah terpampang di ruang publik, dan hal tersebut perlu segera disikapi", ujarnya.
Dr Yusrizal dalam paparannya mengatakan, berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 khususnya di pasal 79 dikatakan bahwa terdapat perbedaan antara APS dan APK. APS tidak mengandung unsur visi hingga foto caleg. Adapun APK berisikan visi misi, program dan gambar calon anggota legislatif. “Jika ditinjau secara aturan, APS semestinya masuk dalam ranah izin pemerintah daerah, berbeda dengan APK yang ranah kewenangannya berada di KIP terutama berkenaan dengan fasilitasi dan penentuan lokasi yang sebelumnya telah dikoordinasikan dengan pemerintah daerah setempat," ujarnya.
Dalam merangsang jalannya diskusi, Bobby Rahman sebagai fasilitator menyampaikan bertebarannya APS rasa APK semakin lama semakin menjamur, padahal menurutnya masa kampanye baru akan dimulai pada 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024, sehingga perlu ada respon nyata dalam menyikapi fenomena tersebut.
Fakhrurazi yang berasal dari LBH Cakra Lhokseumawe menyampaikan “ada perbedaan antara APS dengan APK, bagaimana kita menyepakati APS rasa APK ini? karena jika merujuk kepada aturan telah terjadi pelanggaran berjamaah, namun kondisi tersebut juga semakin samar dan sumir karena disatu sisi APS belum masuk pada domain kewenangan KIP, sehingga agak sulit jika akan ditindak”, ujarnya. Melanjuti diskusi M. Rizwan akademisi dari Unimal menambahkan bahwa “APS rasa APK yang ada sekarang ini jangan hanya dilihat sebatas spanduk dan baleho yang terpasang di lapangan, namun flyer dan gambar-gambar digital yang terpampang di media sosial juga perlu disikapi oleh kita semua, karena dianggap lebih masif penyebarannya sedang proses pengawasannya masih sulit, sukar dan samar”, tegasnya.
Merespons hal tersebut, Darwanti yang mewakili Kesbangpol Kota Lhokseumawe menyampaikan bahwa dalam waktu dekat akan diadakan rapat koordinasi bersama Walikota Lhokseumawe untuk membahas masalah APS tersebut. Respons dipertegas oleh Maskur, perwakilan Pemerintah Kota Lhokseumawe yang mengatakan berkenaan dengan APS dan APK perlu ada jalur koordinasi dengan Bawaslu dan KIP sesuai dengan PKPU. "Karena walaupun berada di wilayah Pemko Lhokseumawe, secara aturan perlu bersinergi dengan lembaga penyelenggara pemilu," jelasnya.
Di penghujung acara Yusrizal menegaskan upaya pengawasan APS dan APK tidak dapat dilakukan oleh Panwaslih, KIP dan Pemerintah Kota Lhokseumawe saja. Masyarakat juga harus ikut andil dalam proses pengawasan di lapangan.
Kegiatan ini diakhiri dengan foto bersama serta menjalin komunikasi yang lebih erat antara setiap stakeholder, untuk menjaga pola koordinasi yang lebih baik dan kondusif jelang Pemilu Serentak 2024. [tkf]