KAMPUS menjadi salah satu tempat yang subur bagi tumbuhnya budaya literasi dengan atmosfir akademis dan fasilitas yang mendukung. Selain referensi memadai, juga ada dukungan dari dosen yang sebagian juga dikenal sebagai penulis.
Menulis dan menerbitkan buku juga bukan kendala berarti ketika dukungan datang dari kampus. Mahasiswa tinggal mengoptimalkan semua fasilitas yang ada untuk memperkuat budaya literasi di kampus. Bisa dikatakan, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Creative Minority Universitas Malikussaleh termasuk organisasi kemahasiswa karena tumbuh di tengah suasana akademis dan ditunjang berbagai fasilitas dari kampus.
Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Dr Baidawi, memberikan lampu hijau untuk seluruh UKM di Unimal, termasuk Creative Minority. Ketika membuka peluncuran buku Dalam Keriput yang tak Pernah Usang, ia berujar; “Tahun depan harus ada 70 proposal UKM yang masuk ke Kementeristekdikti. Minimal Creative Minority harus menerbitkan satu buku satu tahun, tapi kalau bisa lebih,” katanya di hadapan sejumlah dosen dan mahasiswa di Aula Meurah Silue, Lancang Garam, Lhokseumawe, Sabtu (7/9/2019).
Tentu saja ini peluang besar yang harus ditangkap. Mahasiswa sekarang lebih mudah dibandingkan dengan mahasiswa generasi sebelumnya. Sekarang mahasiswa bisa mengikuti pelatihan menulis bukan saja dengan gratis, tetapi malah mendapatkan honor. Ilmu dapat, uang juga dapat. Beda dengan mahasiswa generasi terdahulu yang harus membayar ketika mengikuti pelatihan menulis dan gerakan literasi tidak semasif sekarang.
Creative Minority adalah salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa yang selama ini masuk dalam bagian memperkuat budaya literasi bersama komunitas lain. Kali ini, di bawah binaan Alchaidar, Nanda Amalia, dan Anwar Puteh, mereka lebih beruntung karena program literasi lebih intens dengan jangkauan lebih luas, seperti melibatkan penulis nasional, Zubaidah Johar dan Kurnia Effendi, dua penulis nasional.
Zubaidah Djohar, penyair perempuan sekaligus aktivis kemanusiaan, menggagas program pelatihan menulis bagi anggota Creative Minority Universitas Malikussaleh. Tidak semua anggota pernah punya pengalaman menulis sama sekali. “Hanya 20 persen saja yang pernah punya pengalaman menulis,” ungkap Ibed, panggilan akrab Zubaidah Djohar.
Mereka mendapatkan mentoring langsung dari para penulis profesional. Selain belajar di kelas, mereka juga mendapat pedampingan dalam proses kreatif penulisan, meski tidak cukup untuk menyulap mahasiswa yang belum pernah menulis menghasilkan esai, puisi, atau cerpen memikat.
“Kami membebaskan mahasiswa menulis apa pun. Penulisan ini hanya untuk membuat mahasiswa berani bersuara dalam bentuk tulisan,” ungkap Ibed. Ia berusaha menerbitkan buku Dalam Keriput yang tak Pernah Usang dalam bahasa Inggris dan Finlandia.
Alchaidar menyebutkan, sebagai karya perdana, mahasiswa sudah menghasilkan karya luar biasa karena melihat sebuah peristiwa kelam di masa lalu dari sudut berbeda. “Mereka membongkar peristiwa yang menggetarkan dengan berani,” kata penulis buku sekaligus pengamat terorisme tersebut.
Ketika diterjemahkan dalam bahasa Inggris nanti, tentunya buku itu mendapat pembaca yang lebih luas. Namun, mahasiswa tidak perlu menunggu waktu itu tiba. Lebih banyak mereka berkarya terus untuk penerbitan buku berikutnya dengan tema berbeda. Kesempatan sudah datang, sayang jika dibuang percuma. [Ayi Jufridar]