UNIMALNEWS | Lhokseumawe - Prodi Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Malikussaleh adakan kuliah tamu dengan tema "Etnisitas, Agama dan Nasionalisme dalam Pusaran Perpolitikan di Indonesia". Acara ini berlangsung melalui Zoom Meeting dan diikuti oleh puluhan mahasiswa, Jumat (10/11/2023).
Kuliah tamu ini menghadirkan Dr Morh. Mubarok Muharam, dosen sekaligus koordinator Prodi Ilmu Politik Universitas Negeri Surabaya dan dibuka langsung oleh Dekan Fisipol, Dr M Nazaruddin.
Dalam sambutannya, Nazaruddin menyampaikan bahwa tema yang diangkat pada kuliah ini sangat menarik dan isu yang sering dihadapi pada kehidupan sehari-hari. "Isu yang diangkat ini pembahasannya tidak terlepas pada isu negara dan bangsa. Sebuah negara pasti memiliki suku bangsa sebagai penghuninya dan negara dalam hal ini akan merawat agama dan etnisitas masyarakatnya," terangnya.
Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki beragam etnis dan agama, namun setiap masyarakat di Indonesia saling bersatu. "Di Indonesia kita bukan satu, tetapi kita saling bersatu antar etnis maupun agama," ungkapnya.
Lanjutnya, Negara Indonesia dalam hal ini memiliki peran penting untuk merawat keberagaman etnis dan agama sehingga masyarakatnya dapat bersatu walaupun etnis dan agama berbeda. "Semoga pada moment kuliah ini dapat kita ambil pelajaran yang banyak dari pemateri kita," tambahnya.
Kuliah ini dimoderatori oleh Dr Ibrahim Chalid yang juga sebagai pengampu mata kuliah Agama, Etnisitas dan Nasionalisme di semester tiga. Dalam melanjutkan pembahasan, Dr Ibrahim membawa pengantar pembahasan bagi mahasiswa mengenai kondisi-kondisi etnisitas dan agama yang ada di Indonesia khususnya dalam konteks politik.
Dr Morh Mubarok Muharam selaku pemateri memaparkan tentang kondisi-kondisi politik identitas di Indonesia yang di dalamnya berkaitan dengan etnisitas dan agama. Menurutnya, etnis itu dapat dipahami dalam dua definisi yang berbeda.
"Pertama, etnis itu adalah alami secara biologi yang terikat dengan hubungan darah dan melekat sebuah atribut seperti kebudayaan, bahasa, latar belakang nenek moyang. Kedua, dalam pendekatan kontruksionis, etnis itu bukan alami, namun ciri-cirinya dapat dinegosiasikan tergantung kebutuhan atau politik," jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa etnis dalam ketegori kedua ini memiliki batasan yang cair, artinya dapat diperluas atau dipersempit tergantung keperluan. "Politik identitas itu tidak terlepas dari etnis dan agama sehingga ketika membahas politik nasional kita, itu tidak terlepas dari etnis dan agama," terangnya.
Ia juga menjelaskan kenapa muncul wacana etnis ketika berpolitik karena ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkannya. "Politik identitas berdasarkan wacana agama seperti penggunaan simbol atau narasi agama untuk berpolitik, sedangkan politik etnis muncul ketika ada istilah putra daerah, wilayah yang sama, budaya yang sama dan lainnya," pungkasnya. [fzl]