Cerita Mahasiswa PMM Unimal Ketika Hadiri PKA Ke-8

SHARE:  

Humas Unimal
Mahasiswa PMM Unimal kunjungi Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) di Banda Aceh, Sabtu (04/11/2023). Foto: Ist.

UNIMALNEWS | Banda Aceh - Pelaksanaan PKA telah menarik antusias bukan saja warga Aceh, tapi juga dari luar. Tak kurang mahasiswa PPM Unimal yang berasal dari luar Nanggroe Aceh Darussalam juga tertarik melihat perhelatan kesenian lima tahunan ini.

Hal ini seperti diungkapkan oleh Cecep Padlu Rohman seorang mahasiswa yang mengikuti Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) di Universitas Malikussaleh yang berasal dari Prodi Ilmu Hukum Universitas Djuanda Bogor ketika mengunjungi Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) dalam agenda Modul Nusantara, Sabtu (04/11/2023).

“Saya sangat tertarik untuk mengunjungi anjungan di PKA ini satu persatu, di sana ada banyak pernak-pernik hiasan unik yang dipajang di bagian depan anjungan serta desainnya juga, selain itu mereka juga menyediakan makanan khas daerah. Ketika malam hari, kelap-kelip lampu hias menerangi anjungan yang menambah kesan untuk menarik pengunjung singgah dan berswafoto dengan Duta Wisata daerah sebagai perwakilan kabupaten mereka,” ungkap Cecep.

Ia tergabung dalam kelompok Meutuah, bersama anggota lainnya berkesempatan menghadiri dan menyaksikan kemeriahan event PKA yang dilaksanakan selama 5 tahun sekali. Mereka mengeksplor banyak hal seperti mengunjungi anjungan dari berbagai daerah kabupaten, stand kuliner dan expo. 

"Kegiatan PKA biasanya ramai di sore hari menjelang malam, terutama jika hari kerja, banyak masyarakat yang berkunjung di malam hari, setelah mereka pulang kerja," terang Cecep.

Tambahnya, ada banyak produk yang dijajakan seperti olahan pangan khas daerah, kuliner kekinian, kerajinan khas daerah, souvenir untuk buah tangan, dan masih banyak lagi. 

"Harga dari setiap produk yang dijual memiliki harga yang bervariatif, namun tetap ramah di kantong pengunjung, produk pangan misalnya kopi arabica, kopi gayo, sirup buah pala, manisan buah pala, aneka ragam rempah seperti kapulaga, pala, cengkeh, akar wangi, kayu manis, aneka olahan pangan lainnya. 

Lanjutnya, untuk produk pertanian ecoenzym, pupuk kompos organik, cocopeat (media tanam dari sabut kelapa), hiasan bunga dan lain-lain. Untuk produk non-pangan misal seperti gantungan kunci, baju, tas, totebag, atribut atau hiasan pakaian, minyak wangi dan lain-lain.

"Selain expo dan bazar, ada yang lebih menarik perhatian pengunjung, yakni anjungan atau semacam rumah adat yang memiliki ciri khas unik dari setiap kabupaten, meskipun kebanyakan bentuk hampir serupa, namun isi dan sejarah dari setiap rumah atau anjungan tersebut berbeda-beda. Misalnya seperti pada anjungan Banda Aceh, dengan Aceh Tamiang, atau anjungan Bireuen dengan anjungan Lhokseumawe, masing-masing memiliki keunikan tersendiri dengan keindahannya," jelasnya.

Dosen Modul Nusantara, Safriana mengharapkan kepada mahasiswa PMM agar setelah mengikuti Pekan Kebudayaan Aceh, mereka dapat mengaktualisasi diri dan mengetahui kekayaan budaya Aceh di setiap daerahnya secara utuh. 

"Ini adalah moment yang bagus untuk mengajak mereka mengenal kebudayaan serta sejarah Aceh secara keseluruhan dari setiap wilayah yang ada di Aceh," pungkasnya. 

Tema PKA tahun ini adalah "Rempahkan Bumi, Pulihkan Dunia" yang memiliki makna bahwa Aceh sebagai salah satu penghasil rempah terbesar di Indonesia. Acara ini  berlangsung selama sembilan hari dan menawarkan barbagai kebudayaan Aceh yang ada di setiap daerahnya. 

Selain itu, pengunjung bisa menikmati pameran dan expo dari masing-masing kabupaten, wahana bermain, bazar UMKM atau Bumdes, stand kuliner, anjungan atau rumah adat masing-masing kabupaten di Aceh dan beberapa kegiatan lainnya. [fzl]


Kirim Komentar