Dua Dosen Unimal Pembicara Panwaslih di Takengon

SHARE:  

Humas Unimal
Dua dosen Unimal yang menjadi pembicara pada Rakor Panwaslih Aceh di Takengon, 12 Agustus 2024. Foto : Ist

UNIMALNEWS | Takengon – Dua dosen Universitas Malikussaleh menjadi pembicara pada kegiatan Rapat Koordinasi Panwaslih Provinsi Aceh. Kegiatan itu dilaksanakan di Takengon, Aceh Tengah, Senin (12/8/2024).

Dia dosen Unimal tersebut adalah Dr Amrizal J Prang (dosen Fakultas Hukum) dan Teuku Kemal Fasya, MHum (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik). Kegiatan tersebut dinamakan “Rapat Koordinasi Penanganan Pelanggaran Penetapan Hasil Pemilu Tahun 2024”. Kegiatan tersebut diikuti komisioner Panwaslih kabupaten/kota, koordinator/kepala kesektariatan, dan staf Penanganan Pelanggaran se-Aceh.

Menurut Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Panwaslih Provinsi Aceh, Safwani, MH, kegiatan ini adalah bagian dari evaluasi pelaksanaan Pemilu Serentak 2024. “Pada kegiatan ini kita tidak lagi bicara tentang penanganan pelanggaran secara teknis, karena proses itu telah selesai. Kegiatan ini dilakukan untuk memperkaya wacana komisioner Panwaslih kabupaten/kota untuk menjadi lesson learned ke depan,”ungkap alumni Magister Ilmu Hukum Unimal tersebut.

Amrizal J Prang yang membawakan materi bertema “Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Administratif Pemilu” mengurai tentang landasan yuridis dan norma hukum pemilu.

Menurutnya, meskipun Pemilu 2024 yang menggunakan UU No. 7 tahun 2017 juga mengakui regulasi lainnya, yang mengatur tentang kekhususan. Hal ini merujuk tentang pelaksanaan Pemilu di Aceh, yang salah satunya menggunakan landasan hukum khusus, seperti partai politik lokal. “Prinsip lex specialis derogat lex generali bisa digunakan secara terbatas terkait regulasi yang secara khusus diberlakukan di daerah tertentu,” ungkap Amrizal.

Sementara Teuku Kemal Fasya yang membawakan materi berjudul “Tantangan, Dinamika, dan Perbaikan Pelaksanaan Pemilu di Aceh”, menyatakan ada banyak dari pelaksanaan Pemilu 2024 yang berjalan tidak ideal. Ada kesenjangan antara Das Sein (realitas) dan das sollen (harapan) yang akhirnya pelaksanaan Pemilu 2024 itu dianggap banyak pengamat sebagai terburuk sejak reformasi 1998.

Namun, menurut dosen Antropologi Fisipol Unimal, penurunan itu bukan kejadian khas Indonesia. Jika melihat Report Democracy 2024 yang berjudul “Democracy Winning and Losing at the Ballot”, terjadi tren penurunan kualitas demokrasi elektoral di banyak belahan dunia. “Indonesia merupakan negara yang terdampak penurunan demokrasi dengan kecenderungan menguatnya kelompok autokrat dalam Pemilu 2024, dari Jokowi ke Prabowo,” ungkapnya.

Indonesia juga masih menjadi negara yang terseok-seok pada pemenuhan pelaksanaan demokrasi elektoral. Hal itu menyuburkan politik berbiaya mahal seperti politik uang, seleksi penyelenggara yang berbau politik transaksional, dan penyuapan petugas Pemilu pada tahapannya.

Kemal juga menyitir bahwa kelemahan pelaksanaan Pemilu 2024 tidak bisa dianggap sebagai kesalahan Bawaslu/Panwaslih semata. “Ada banyak variabel dan indikator pelemahan, baik secara struktural, kultural, dan agensi, yang berkait-berkelindan.” Namun ia mengingatkan bahwa kelemahan itu harus bisa diperbaiki pada pelaksanaan Pilkada serentak ke depan [fzl]


Berita Lainnya

Kirim Komentar