UNIMALNEWS | Sigli - Kepala Unit Pelaksana Teknis Bahasa, Kehumasan dan Penerbitan (UPT BKP) Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya MHum menjadi pembicara pada kegiatan Sosialisasi Hasil Penanganan Pelanggaran Pemilu Tahun 2024. Kegiatan itu berlangsung di Hotel Safira, Kabupaten Pidie, Sabtu (30 /11/2024).
Pada kesempatan itu, Kemal membawa materi dengan judul "Evaluasi Publik atas Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu 2024".
Dalam paparannya, ia mengatakan proses evaluasi sangat penting dilakukan pasca pemilihan.
"Evaluasi ini meniktikan perhatian kita pada dilemma atas Pemilu yang telah berlangsung. Pemilu tahun ini masih banyak bingkisan kasus-kasus yang terjadi, mulai di tingkat nasional sampai ke tingkat daerah," jelasnya.
Kemal juga menyinggung bahwa demokrasi di Indonesia masih berjalan di tempat.
"Demokrasi kita masih belum sesuai dengan harapan. Masih terdapat kasus-kasus pelanggaran yang terjadi pada tahun ini, bahkan tahun-tahun sebelumnya. Menurut saya, itu tidak melebelkan bagaimana demokrasi elektoral hidup," terangnya.
Dalam kacamatanya, Kemal melihat telah terjadi banyak kasus pelanggaran pada Pemilu tahun ini, seperti intervensi kekuasaan eksekutif dari calon, politik bansos dan ketidaknetralan ASN bahkan politik uang.
"Berbagai kasus pelanggaran itu harus kita pahami dengan serius supaya tidak terulang pada Pemilu-Pemilu selanjutnya," katanya.
"Banwaslu atau Panwaslih Aceh harus benar-benar meresapi berbagai permasalahan yang terjadi ini, agar masyarakat mampu melihat bagaimana peran aktif Lembaga ini dalam penanganan permasalahan yang terjadi," tambahnya.
Ia juga menyoroti pengalaman-pengalaman Pemilu dari negara di dunia. "60 negara melaksanakan Pemilu nasional pada 2024. 31 negara mengalami situasi memburuk level demokrasinya, sementara hanya tiga yang mengalami perbaikan," ujar Kemal.
Selain Teuku Kemal Fasya, Panwaslih Aceh juga mengundang Khairil Akbar, dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, selaku pembicara kedua. Ia menerangkan catatan kritis terhadap Pemilu tahun 2024 yang ada di Aceh.
Khairil menyoroti kasus-kasus yang terjadi pada pemilu tahun ini merupakan representatif dari pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya.
"Saya melihat ada upaya aktif yang dilakukan oleh Banwaslu atau Panwaslih Aceh dalam melakukan penanganan yang terjadi, namun terdapat beberapa ketimpangan keputusan yang membuat mereka tidak dapat bergerak lebih dalam mengambil tindakan," terangnya.
Ia juga menyinggung terkait pelanggaran politik uang yang terjadi dalam beberapa Pemilu terakhir.
"Proses penanganan yang membingungkan adalah adanya kadaluarsa pelaporan terhadap aktor yang melakukan politik uang. Ini tentu sangat membingungkan kita karena masa kadaluarsa sangat singkat sehingga membuat kasus tersebut terkadang tidak terselesaikan," tutupnya. [fzl]