
UNIMALNEWS | Nagan Raya — Tim dosen dari Program Magister Ilmu Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal) melakukan kajian lapangan dan pengujian model pengelolaan pengetahuan tradisional di Kecamatan Beutong Ateuh, Kabupaten Nagan Raya, untuk mendukung pendaftaran Indikasi Geografis (IG) beras organik. Langkah ini diyakini dapat mendorong pengakuan formal terhadap keunikan produk lokal serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, Kamis (31/01/2025).
Beutong Ateuh dikenal sebagai sentra penghasil beras organik berkualitas tinggi di Aceh. Dengan karakteristik yang unik dan teknik budidaya berbasis pengetahuan tradisional, wilayah ini menyimpan potensi besar untuk mendapatkan pengakuan IG—sebuah label hukum yang melindungi identitas geografis suatu produk dan menjamin kualitasnya.
Sayangnya, hingga kini belum terdapat sistem pengelolaan pengetahuan tradisional yang terstruktur dan terdokumentasi dengan baik, yang dapat menjadi dasar kuat dalam proses pendaftaran IG. Padahal, pengetahuan lokal petani—mulai dari pemilihan bibit, teknik tanam, sistem pengairan, hingga metode pertanian berkelanjutan—merupakan aset tak ternilai.
Sebagai bagian dari kajian akademik dan pengabdian kepada masyarakat, tim peneliti dari Prodi S2 Hukum Unimal yang diketuai oleh Prof. Dr. Yulia M.H., bersama Prof. Dr. Jamaluddin M.Hum, dan Dr. Yusrizal M.H. (Kaprodi S2 Hukum Unimal), melakukan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Nagan Raya pada Kamis, 31 Juli 2025. Pertemuan berlangsung di ruang kerja Sekretaris Daerah Kabupaten Nagan Raya.
Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Wakil Bupati Nagan Raya, Sekda, serta Kepala Dinas Pertanian, Kepala Dinas Perindagkop, dan Kepala Bappeda Nagan Raya. Pertemuan ini menjadi momentum awal bagi kolaborasi antara akademisi dan pemerintah daerah untuk memperkuat pengelolaan pengetahuan tradisional sebagai fondasi hukum pengajuan IG.
"Model pengelolaan pengetahuan tradisional yang sedang kami uji akan menjadi instrumen penting untuk mendukung pengakuan formal IG, sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi petani lokal," kata Prof. Yulia.
Dalam pembahasan tersebut, juga disepakati pembentukan Panitia Kerja Indikasi Geografis yang akan melibatkan lintas sektor, mulai dari pemerintah daerah, dinas teknis, hingga perwakilan petani. Panitia ini akan bertugas mengoordinasikan langkah-langkah strategis menuju pengajuan resmi IG beras organik Beutong Ateuh ke Kementerian Hukum dan HAM.
Tim peneliti berharap bahwa pengakuan IG tidak hanya menjadi alat promosi dan perlindungan hukum terhadap produk lokal, tetapi juga sebagai katalisator untuk mendorong nilai tambah produk, memperkuat branding beras organik Beutong Ateuh di pasar nasional maupun internasional, serta memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat.
"Ini bukan hanya tentang beras, tapi tentang mengangkat harkat dan martabat pengetahuan lokal masyarakat yang selama ini menjadi fondasi pertanian organik di daerah," tutup Prof. Jamaluddin.[]