Unimal Gelar Kuliah Umum, Bahas Kebijakan Keamanan Tiongkok

SHARE:  

Humas Unimal
Unimal Gelar Kuliah Umum, Bahas Kebijakan Keamanan Tiongkok dan hubungan Tiongkok-Indonesia. Foto: Faizul.

UNIMALNEWS | Bukit Indah - Universitas Malikussaleh menggelar kuliah umum tentang kebijakan keamanan Tiongkok dan hubungan Tiongkok-Indonesia. Kegiatan itu berlangsung di Auditorium Fakultas Teknik, Kampus Bukit Indah, Kota Lhokseumawe, Kamis (13/11/2025).

Hadir dalam kegiatan itu, Rektor Unimal, Prof Dr Herman Fithra Asean Eng, para wakil Rektor, para dekan dan wakil dekan, dosen serta para mahasiwa.

Dalam sambutannya, Prof Herman mengucapkan terima kasih kepada narasumber dan tim yang telah berhadir ke Unimal dan memberikan kuliah umum kepada mahasiswa di sini.

"Kita akan berkolaborasi dengan Republik Rakyat Tiongkok, dan ke depan, di Unimal akan didirikan Chinese Corner. Semoga ini dapat terlaksana," terangnya. 

Narasumber pada kegiatan itu adalah Mr Huang He, Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok yang berada di Medan. 

Dalam materinya, ia menjelaskan bahwa Aceh merupakan provinsi di Indonesia yang paling dekat dengan Tiongkok.

"Hari ini saya ingin berbagi mengenai kebijakan pertahanan dan keamanan Tiongkok, dengan harapan hal ini menjadi jendela bagi kalian untuk mengenal Tiongkok lebih jauh," ujarnya.

Huang He menjelaskan, sebagai negara yang memiliki sejarah panjang dan kebudayaan gemilang, Tiongkok menjunjung tinggi nilai “keharmonian” dan memiliki pandangan filosofis bahwa “Tujuan penggunaan kekuatan adalah menghentikan kekerasan”, yakni melihat perang sebagai sesuatu yang tidak baik, dan meyakini bahwa perdamaian sosial serta hidup rukun antar-manusia adalah jalan yang benar bagi umat manusia.

"Pada tahun 1840, Penjajah Inggris memulai peperangan opium yang menyerang Tiongkok, dan Tiongkok secara bertahap menjadi masyarakat semi-feodal dan semi-kolonial; selama sekitar 100 tahun, rakyat Tiongkok menderita akibat agresi dan kekacauan perang," jelasnya.

Di bawah kepemimpinan ‎Partai Komunis Tiongkok, rakyat Tiongkok mengusir penjajah asing, dan pada tahun 1949 memperoleh kemerdekaan dan pembebasan nasional. 

"Tiongkok sangat menyadari bahwa imperialisme dan kolonialisme yang menyerang bukan saja membawa bencana bagi Tiongkok, tetapi juga bagi Indonesia dan negara-negara Asia lainnya; Tiongkok merasakan penderitaan rakyat negara-negara tersebut, dan dengan tegas tidak akan menyerang negara lain atau mencampuri urusan dalam negeri negara lain, tidak akan memaksakan pengalaman pahit yang telah dialaminya kepada negara lain," lanjutnya.

Untuk menjaga kemerdekaan bangsa dan menentang invasi asing, Huang He mengatakan bahwa Tiongkok berupaya keras memperkuat modernisasi pertahanannya. 

"Tujuan mendasar pembangunan pertahanan Tiongkok adalah mempertahankan kedaulatan negara, keamanan, dan kepentingan pembangunan nasional, sekaligus menjaga perdamaian dan keamanan regional dan global," sebutnya. 

Kebijakan pertahanan Tiongkok bersifat defensif; hal ini ditentukan oleh sifat negara sosialis Tiongkok, kebijakan luar negeri yang independen dan damai, serta tradisi sejarah dan budaya. 

"Ini adalah pilihan strategis yang dibuat oleh pemerintah dan rakyat Tiongkok berdasarkan kepentingan mendasar mereka sendiri serta kepentingan rakyat dunia," ungkapnya.

Tiongkok menegakkan prinsip pencegahan, pembelaan diri, dan prinsip “Kita tidak akan menyerang kecuali diserang".

"Pertama: untuk mencegah dan menolak agresi, melindungi keamanan politik negara, keamanan rakyat dan stabilitas masyarakat, serta memerangi kekuatan pemisah. Kedua: untuk dengan tegas mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah. Ketiga: untuk menyelesaikan masalah Taiwan dan mewujudkan persatuan nasional secara penuh," pungkasnya. [fzl]


Berita Lainnya

Kirim Komentar