Jalan Literasi Menuju Masyarakat Sejahtera

SHARE:  

Humas Unimal
Rektor Universitas Malikussaleh, Dr Herman Fithra, membagi kisah inspiratif dalam Safari Nasional Pembudayaan Gemar Membaca di Aula Pang Lateh, Lhoksukon, Aceh Utara, Rabu (23/10/2019). FOTO: IST.

Perpustakaan modern bukan lagi tempat yang sunyi seperti kuburan dengan tumpukan buku penuh debu. Kini pustaka harus dikelola dengan cara modern dan bersinergi dengan beragam komunitas. Perpustakaan juga harus memanfaatkan sentuhan teknologi yang membuatnya tidak lagi mengandalkan gedung yang besar dan jumlah koleksi buku fisik yang ada. Perpustakaan modern harus disulap menjadi pusat kreativitas bagi berbagai kalangan.

Banyak kegiatan di perpustakaan kini tidak selamanya bersentuhan dengan buku-buku. Berbagai diskusi, pameran foto, lukisan, dan kegiatan seni lainnya juga bisa digelar di perpustakaan untuk mendorong pemanfaatan gedung perpustakaan menjadi pusat kegiatan publik.

“Bahkan kalau bisa, ATM dan kafe juga tumbuh subur di dekat perpustakaan sehingga tak ubahnya mal. Jadi, ada porsi rekreasi di perpustakaan, terutama di perpustakaan umum,” ujar Kepala Bidang Layanan Perpustakaan pada Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Aceh, Didi Setiadi dalam temu wicara Safari Gerakan Nasional Pembudayaan Gemar Membaca di Aula Pang Lateh, Lhoksukon, Aceh Utara, Rabu (23/10/2019).

Baca juga: Habis Magang Terbitlah Karier

Upaya memanfaatkan perpustakaan sebagai ruang publik memang sudah berjalan, setidaknya bagi Forum Aceh Menulis yang menggunakan fasilitas tersebut untuk berdiskusi dan menggelar pelatihan kepenulisan.  “Perpustakaan modern sekarang sudah multifungsi,” tambah Didi.

Pemanfaatan fasilitas perpustakaan sebagai ruang publik memang belum optimal, terutama di daerah. Padahal, berbagai fasilitas yang ada kini sudah sangat mendukung, termasuk di perguruan tinggi yang juga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan publik. Selain fasilitas fisik seperti gedung, buku-buku, juga terdapat referensi digital dan sumber daya manusia yang bisa digunakan masyarakat umum.

Kondisi itulah yang ditawarkan Rektor Universitas Malikussaleh, Dr Herman Fihtra, ketika merespon pertanyaan Juliani, salah seorang pengelola taman baca masyarakat di Aceh Utara. Menurut Herman, fasilitas perpustakaan di Unimal juga terbuka bagi masyarakat umum seperti pelatihan menulis dan kegiatan kreatif lainnya.

Menyangkut upaya meningkatkan kemampuan menulis, Herman menyebutkan banyak dosen di Universitas Malikussaleh adalah penulis nasional yang siap memberikan pelatihan. “Jadi, bukan hanya fasilitas perpustakaan saja yang bisa digunakan, tetapi sumber daya yang ada juga bisa kami fasilitasi,” lanjutnya.

Kesempatan yang diberikan Rektor Unimal tersebut merupakan implementasi dari apa yang disampaikan penulis sekaligus profesor bidang perpustakaan dari Amerika Serikat, R David Lakes. Dia menyebutkan; “Bad libraries only build collections Good libraries build services. Great libraries build communities.” (Perpustakaan yang buruk hanya membangun koleksi. Perpustakaan bagus hanya membangun layanan. Perpustakaan yang hebat membangun komunitas). Komunitas dapat menghidupkan perpustakaan dan perpustakaan mampu menghidupkan komunitas meraih kesejahteraan.

Perpustakaan menjadi media penguatan budaya literasi yang pada akhirnya memengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Kepala Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka Nasional, Upriyadi, memaparkan skema optimalisasi peran pustaka dalam mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bukan saja dengan peningkatkan budaya gemar membaca di kalangan masyarakat yang berguna sebagai bekal meningkatkan kesejahteraan, melainkan penggunaan perpustakaan sebagai co-working space atau idea maker seperti disampaikan Didi Setiadi.

Menurut Upriyadi, Indonesia berada di peringkat kedua setelah India sebagai negara yang memiliki perpustakaan terbanyak di dunia. Tak kurang dari 164.610 perpustakaan ada di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia. “Indonesia juga memiliki gedung perpustakaan tertinggi di dunia. Itu kabar gembiranya. Tapi kita bukan yang terlengkap koleksi bukunya,” ungkap Upriyadi.

Berbagai terobosan dan inovasi terus dilakukan Perpustakaan Nasional untuk mewujudkan skema sejahteran dengan jalan literasi, termasuk dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Kini sudah ada layanan daring International Standard Book Number (ISBN), Online Public Access Catalog (OPAC), Indonesia One Search (IOS), iPusnas, dan sebagainya.

“Kita berlangganan berbagai e-jurnal dan membayarnya sangat mahal. E-jurnal ini bisa di-download dengan gratis untuk berbagai keperluan. Sayang kalau fasilitas ini tidak dimanfaatkan,” tambah Upriyadi.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Aceh Utara, Yusri, mengaku pihaknya melakukan berbagai terobosan untuk mempekuat budaya literasi di Aceh Utara, meski pada akhirnya ia harus mengakui kendala klasik seperti anggaran terbatas menjad tantangan yang tak mudah dipatahkan. Namun, kendala tersebut tidak membuat mereka berhenti. “Setidaknya, kami juga memperbaiki fasilitas perpustaan dan bersinergi dengan membangun komunitas sampai ke kecamatan dan gampong,” ungkap mantan guru di Aceh Utara tersebut.

Karena penguatan budaya literasi juga terkait dengan minat baca, bagaimana dengan budaya baca di Indonesia?

Mengutip sebuah hasil penelitian, Didi menyebutkan tingkat pembacaan teks di Indonesia terbilang tinggi karena masyarakat Indonesia menyedikan waktu sekitar enam jam untuk membaca. Jumlah ini bisa mengalah masyarakat di sejumlah negara Eropa. “Tapi yang dimaksud membaca di sini bukan deep reading, hanya membaca teks seperti pesan di media sosial,” sambung Didi sambil tersenyum.

Nah, media sosial ini menjadi bagian yang diingatkan berkali-kali oleh Herman Fithra. Menurutnya, generasi muda harus bijak menggunakan sosial media dan mengurangi interaksi dengan sosial media yang bisa berdampak buruk terhadap mental, perilaku, serta masa depan.

“Kesalahan dalam mengelola sosial media, bukan saja bisa bermasalah dengan hukum, tapi bisa mengancam masa depan. Ada sarjana yang gagal mendapatkan pekerjaan karena rekam jejaknya di media sosial sangat buruk,” tandas Herman Fithra yang mengajak generasi muda berkaca dari banyak kasus yang sudah terjadi. [Ayi Jufridar]

Baca juga: Ikhtiar Membangun Migas Center di Universitas Malikussaleh

  


Kirim Komentar