Torehan Prestasi Mahasiswa UKM Meurah Silue di Tengah Keterbatasan

SHARE:  

Humas Unimal
Mahasiswa UKM Seni Budaya Meurah Silue yang meraih juara kedua dalam Universitas Syiah Kuala Fair XV 2021 di Banda Aceh, akhir tahun 2021 lalu. Foto: Ist.

Pengorbanan begadang dan berpindah-pindah tempat latihan mahasiswa UKM Meurah Silue Universitas Malikussaleh akhirnya terbayar tuntas ketika dewan juri mengumumkan tarian “Alon Buluek” mendapatkan juara kedua dalam ajang Universitas Syiah Kuala Fair XV 2021 di Banda Aceh, akhir tahun lalu. Juara pertama direbut tuan rumah dan itu sudah dimaklumi semua pihak, apalagi di tengah inkonsistensi panitia.

Cobaan UKM Meurah Silue menuju USK Fair XV memang berlapis-lapis. Pertama, seperti diakui Ketua Bidang Tari, Vita Agustina, mereka agak ragu tampil di ajang lomba karena sebagian besar penari belum memiliki pengalaman. Kemudian, tidak ada pelatih yang bersedia menuntun mereka dalam waktu singkat. “Persiapannya memang sangat singkat, hanya sekitar satu bulan saja,” ungkap Vita Agustina yang akrab disapa Tina, beberapa waktu lalu.

Penampilan Tina dan sejumlah mahasiswa Universitas Malikussaleh dalam Lhokseumawe Art Festival yang berjudul “Jejak Putroe Neng”, membangun keakraban dengan koreografer Raisa Agustiana, yang juga ketua bidang tari di Sanggar Cut Meutia Meuligoe Kabupaten Aceh Utara. Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh itu, bersedia melatih penari UKM Meurah Silue karena pernah bernaung dalam organisasi mahasiswa pecinta seni tersebut.

“Bahkan, kami pernah mengharumkan nama Unimal di beberapa perlombaan daerah dan nasional. Dulu, UKM Meurah Silue sangat disegani karena langganan juara,” ungkap Raisa yang ditemui terpisah, Sabtu (1/1/2022).

Akhirnya, ia memilih beberapa penari untuk tema gempa dan tsunami. Seperti diakui Tina, para penari belum memiliki bekal cukup untuk tampil dalam sebuah lomba karena banyak yang belum menguasai gerakan dasar.  Raisa mengaku harus bekerja keras, siang malam, untuk mengajarkan gerakan tari “Alon Buluek” yang berarti tsunami. Tari Alon Buluek menuntut kombinasi antara gerakan cepat seperti gelombang dan gerakan lembut penuh penghayatan. “Pesan yang dibawa dalam tari tersebut adalah semangat untuk bangkit setelah 17 tahun tsunami berlalu,” tambah Raisa.

Jumlah penari disesuikan dengan lebar panggung. Begitu juga dengan jumlah pemain musik dan gerakan yang mereka mainkan. Di sinilah cobaan berikutnya yang datang dari  panitia karena tidak konsisten memilih panggung. Pertama, panitia menyebutkan panggung di Gedung Dayan Dawood yang dijadikan ajang lomba. Raisa menyesuaikan jumlah penari, properti yang digunakan, serta posisi pemusik. Kelima penari yang ikut mengharumkan nama UKM Meurah Silue adalah Khadijah dari Prodi Administrasi Bisnis, Putri Anggreini Suri, Said Munazir Al-mahdali  (Ekonomi Pembangunan), serta  Said Sultan Aulia dan Salsa Adinda Shakira (Ilmu Komunikasi). Mereka didukung enam pemusik lainnya yang menggabungkan alat musik modern dan tradisional.

“Kami sudah mendesain posisi penari, properti, dan pemusik sesuai lebar panggung. Tapi kemudian panitia memindahkan ke panggung yang lebih kecil. Terpaksa kami mengurangi properti dan pemusik harus menyesuaikan lagi dengan bentuk panggung,” ungkap Raisa yang menilai panitia belum siap menggelar sebuah perlombaan.

Bukan itu saja. Panitia tidak memberikan kesempatan blocking panggung bagi seluruh peserta, sampai kemudian diprotes anak-anak UKM Meurah Silue. Menurut Raisa, dalam setiap lomba semua peserta diberikan kesempatan untuk blocking panggung dan mencoba alat musik.  “Bagaimana bisa tampil dengan baik tanpa harus mencoba panggung dan mencoba alat musik,” tambah Raisa yang juga mengkritisi panitia tidak tepat waktu setelah panitia sebelumnya mengingatkan peserta agar tidak ngaret.

Cobaan mahasiswa UKM Meurah Silue bukan hanya dari panitia. Sejak awal mereka menghadapi kendala anggaran yang memang agak rumit di ujung tahun. Ketua UKM Meurah Silue, Mohammad Azmi Harahap, mengaku awalnya mereka harus menalangi dengan dana iuran untuk berbagai kebutuhan. “Selebihnya, para penari dan pengurus menanggung sendiri untuk beberapa kebutuhan,” ungkap mahasiswa Fakultas Hukum tersebut.

Bahkan setelah pengumuman pun, UKM Meurah Silue masih menghadapi cobaan karena panitia mengingatkan juara pertama dan kedua harus hadir di acara penyerahan hadiah. Bersama seorang pengurus UKM, Azmi naik motor menuju Banda Aceh. “Tapi sampai di Seulawah, kami mendapat pemberitahuan sertifikat pemenang akan dikirim via email,” keluh Azmi.

Di tengah berbagai cobaan tersebut, bisa mendapatkan juara dua merupakan prestasi maksimal dan membanggakan. Raisa yang melatih dengan sukarela, memuji semangat para mahasiswa yang tidak menyerah dengan berbagai situasi sulit. “Setidaknya mereka punya modal pengalaman untuk tampil pada perlombaan berikutnya,” ucapnya. [Ayi Jufridar]

 


Berita Lainnya

Kirim Komentar