Peningkatan Nilai Jalur Rempah dan Inovasi Keberagaman di Aceh

SHARE:  

Humas Unimal
Fatmawati, mahasiswa S-1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Foto: Dok.Pribadi.

Oleh Fatmawati

Dilansir dari tulisan Alexander Reyaan, berdasarkan catatan tertua yang ditulis Cladius Ptolemaeus tahun 90 – 168 M menunjukkan bahwa Nusantara merupakan tempat penghasil rempah terbaik. Hal ini membuktikan para pedagang dunia membentuk jaringan sejak lama. Berdasarkan tata letak jalur perdagangan dunia yang meliputi Asia dan Eropa maka Aceh adalah wilayah yang memiliki posisi strategis yang pada abad ke-7 M wilayah Aceh menjadi pusat perdagangan penting di Asia Tenggara (Rafnita, 2018).

“Aceh boleh capai kemajuan lebih dari Malaysia (kerana) Aceh memiliki kebolehan yang diperlukan untuk mencapai kemajuan.” Kutipan ini berasal dari Mahathir    Mohamad pada 9 September 2009. Aceh tempat paling awal para pedagang dunia mencari komoditi unggul, seperti rempah. Komoditi yang diperdagangkan di antaranya lada, getah, kapas, padi, tembakau, kopi, dan lain–lain. Menurut Moor (1837), lada dan pinang merupakan komoditi yang berasal dari Aceh.

 

Kekayaan rempah

Penyebutan rempah sebagai kekayaan Aceh juga dapat dibuktikan dengan penyebutan jenis rempah pada surat “rempah”, yaitu kekayaan rempah lada dan cengkeh mendapatkan surat izin berdagang dari Sultan Alauddin Syah kepada Kapt. Harry Midleton sekitar tahun 1602 (Webinar, 2020). Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa perdagangan rempah di wilayah Aceh sudah menjadi bagian penting dalam sejarah perdagangan dunia.

Untuk melestarikan kekayaan rempah tersebut, maka nilai yang terkandung dalam prioritas komoditi perdagangan tersebut disebut dengan Jalur Rempah. Jalur Rempah memiliki  nilai sebagai penguat budaya dan membawa nilai gaya hidup pada peradaban global yang dimulai dari perdangan dunia yang membentuk budaya keterkaitan antara dunia dan Nusantara.

Melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengajukan Jalur Rempah sebagai nominasi Warisan Budaya Dunia yang diakui oleh Unesco (Kebudayaan, 2020). Aceh memiliki kesempatan besar untuk memberi peluang kepada Indonesia sebagai pemenang nominasi Warisan Budaya Dunia  yang diakui Unesco. Program Jalur Rempah sebagai nominasi Warisan Dunia dapat menjadi salah satu indikator pendukung dalam peningkatan sektor ekonomi, budaya, dan wisata di Aceh.

Selain itu, program Jalur Rempah dapat meningkatkan minat dan  keterampilan masyarakat Aceh yang berguna sebagai peningkatan sumber daya manusia ataupun sumber daya alam bagi bumi Aceh. Selain warisan budaya, program Jalur Rempah juga dapat berkontribusi signifikan untuk kemajuan ekonomi dan kesejahteraan Indonesia khususnya di wilayah Aceh yang menjadi salah satu wilayah yang memiliki posisi strategis di tingkat perdagangan dunia berabad-abad lamanya.

Aceh memiliki potensi di program Jalur Rempah karena Aceh sebagai wilayah strategis  perdagangan khususnya untuk perdangan rempah dunia. Hal ini berdasarkan pada rentang geografis Jalur Rempah Nusantara yang dimulai dari Aceh hingga Papua (Kebudayaan, 2020).

Hingga saat ini, komoditi rempah di wilayah Aceh tetap menjadi perhatian perdagangan dunia. Oleh karena itu, program Jalur Rempah  dapat menjadikan Aceh  menjadi wilayah  sejahtera dan juga dapat diakui sebagai warisan dunia. Jalur Rempah dapat memperkuat jati diri wilayah Aceh untuk membangun segala sektor kekayaan di masa depan.

 

Dampak ekonomi

Di bidang ekonomi, banyak inovasi yang melibatkan program Jalur Rempah sebagai indikator untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh. Salah satunya adalah bidang kuliner Aceh. Rempah komoditi unggulan Aceh seperti lada merupakan salah satu rempah penting yang ada di dalam kuliner khas Aceh.

Selain lada, rempah lainnya seperti serai dapat menjadi pewangi alami dan juga produk herbal. Serai banyak ditemui di wilayah Aceh  khususnya di wilayah Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Tengah. Selain lada dan serai, terdapat komoditi yang dapat menjadi sumber peningkatan ekonomi di bidang tekstil yaitu  komoditi kayu secang. Komoditi ini juga dapat menopang tiang sumber daya manusia di bidang  fashion. Para desainer muda Aceh dapat mengolah ide dan inovasi untuk memberikan karya terbaik dengan memberikan aksen budaya Aceh sebagai hasil untuk tujuan  memperkuat tujuan program Jalur Rempah.

Program Jalur Rempah juga berkontribusi di bidang wisata. Dilansir dari tulisan Reyaan, terdapat usulan destinasi wisata untuk program Jalur Rempah. Dan usulan destinasi yang pertama berfokus di daerah Banda Aceh. Aceh juga menjadi rute tematik 1 untuk jalur wisata rempah. Dengan keunggulan ini maka wisata di wilayah Aceh dapat ditingkatkan dengan indikator wisata Jalur Rempah dan didukung dengan inovasi kuliner serta gaya busana. Contoh inovasi yang dapat dikembangkan yaitu produk bumbu instan khas Aceh yang memiliki komposisi rempah murni khas Aceh yang dapat dipasarkan hingga ke seluruh dunia.

Jika inovasi pada bidang kuliner, gaya busana dan wisata dapat memberi peningkatan nilai pada Jalur Rempah di Aceh, maka nilai perdagangan dan nilai ekonomi di Aceh akan memiliki peningkatan signifikan. Nilai-nilai khas yang dimiliki Aceh  akan tetap lestari dan semangat antarmasyarakat Aceh untuk bergotong royong juga akan berbanding lurus dengan peningkatan ekonomi bumi Aceh. Oleh karena itu, keluhuran yang terjaga sejak berabad-abad lamanya akan tetap lestari dan menjaga kesejahteraaan rakyat Aceh.[]

***

Fatmawati, mahasiswa S-1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala. Artikel ini merupakan juara favorit Lomba Menulis Artikel “Semangat Perubahan Aceh Baru” yang digelar Universitas Malikussaleh, SKK Migas, dan Premier Oil Andaman Ltd A Harbour Energy Company.

 


Kirim Komentar