UNIMALNEWS | Bukit Indah – Selain memiliki potensi wisata halal, Aceh juga berpotensi mengembangkan ekowisata (ecotourism) melalui kekayaan alam yang ada, terutama Taman Nasional Gunung Leuser yang eksotis. Sayangnya, potensi ekowisata tersebut belum maksimal digarap sehingga belum memberikan nilai lebih bagi daerah, masyarakat, serta lingkungan.
Pandangan itu disampaikan Deputi Direktur Bidang Litbang Yayasan Leuser Internasional (YLI), Renaldi Safriansyah, ketika memberikan kuliah umum tentang “Nilai Ekonomi Jasa Lingkungan dan Strategi Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Berkelanjutan di Aceh” kepada mahasiswa dan dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh, Rabu (25/5/2022).
Renaldi memaparkan konsep ekowisata yang memadukan kepentingan kepariwisataan dengan tanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan serta memberikan edukasi kepada masyarakat. Dalam hal ini, Aceh mempunyai potensi luar biasa dengan keanekaragaman hayati di Gunung Leuser.
“Sayangnya, sejauh ini belum digarap maksimal. Banyak potensi yang bisa dijual secara ekonomi melalui ecotourism,” ujar Renaldi yang menjadi pemateri bersama Direktur Eksekutif Yayasan Leuser Internasional, Said Fauzan Baabud dan Research Associate Yayasan Leuser Indonesia, Dr. Joe J. Figel,Ph D, alumni University of Central Florida, Amerika Serikat.
Ia menyontohkan di beberapa negara, ekowisata digalakkan melalui konsep sederhana tetapi memihak kepada lingkungan sekaligus mendorong kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestariannya. Misalnya, ada pohon langka yang jumlahnya hanya beberapa batang saja dan dilarang untuk ditebang.
“Wisatawan dari berbagai negara datang untuk melihat pohon tersebut,” ungkap Renaldi yang mengajak mahasiswa ikut menjaga kelestarian Leuser antara lain dengan menjadi rangers.
Sementara Said Fauzan Baabud antara lain mengatakan lingkungan/ekosistem memiliki nilai jasa ekonomi yang sangat luar biasa, misalnya saja keberadaan air yang bersumber dari hutan dan merupakan kebutuhan vital tidak hanya untuk manusia tapi juga sektor lain seperti pertanian dan perkebunan.
“Bila tidak dijaga keberadaan sumbernya, maka akan berdampak menyeluruh bagi manusia dan alam. Begitu juga dengan iklim yang memiliki nilai jasa ekonomi luar biasa untuk menciptakan keadaan suhu yang dibutuhkan untuk tanaman seperti kopi,” papar Said Fauzan.
Menurutnya, bila Kawasan Ekosistem Leuser tidak dijaga, maka akan berdampak kepada tanaman kopi yang merupakan komoditas andalan Aceh dan Indonesia. Masih banyak jasa lingkungan yang menguntungkan secara ekonomi bagi manusia. “Apalagi Kawasan Ekosistem Leuser adalah satu-satunya tempat di dunia ini di mana harimau, gajah, badak, dan orang utan hidup dalam satu kawasan sehingga mata dunia tertuju pada kawasan ini,” tambah Said Fauzan dalam kuliah umum yang dipandu Widyana Verawaty Siregar, Ph. D.
Sebagai peneliti, Joe J. Figel banyak bicara soal masa depan tiga satwa yang hampir punah yakni harimau, gajah, dan badak. Menurutnya, perlu ditumbuhkan keberpihakan masyaraat untuk menjaga ketiga satwa tersebut dari kepunahan. Konflik antara satwa dengan manusia, kata Joe, disebabkan karena habitat mereka yang terganggu.
“Harimau dan gajah turun ke pemukiman karena mata rantai makanan yang terputus. Manusia suka makan daging rusa, padahal rusa itu makanan harimau. Begitu juga dengan gajah yang turun ke pemukiman dan merusakan tanaman penduduk. Jadi, perlu diciptakan kehidupan yang harmonis antara manusia, satwa, dan tumbuhan,” kata Joe di hadapan mahasiswa dan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh.
Sebelum kuliah umum digelar, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Leuser International Foundation. Kerja sama di antara kedua lembaga tersebut bisa dilakukan dalam banyak aspek, terutama menyangkut kolaborasi penelitian.
Dekan Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh, Dr Hendra Raza, mengatakan MoU di antara kedua lembaga tersebut merupakan momentum luar biasa bagi dosen dan mahasiswa untuk terlibat langsung dalam menjaga kelestarian Kawasan Ekosistem Leuser. “Kami mengharapkan, MoU ini segera diimplementasi dalam berbagai bentuk kerja sama yang tidak saja menguntungkan bagi kedua lembaga, tetapi juga bagi lingkungan,” katanya.
Ketua Jurusan Manajemen, Dr Naufal Bachri, mengharapkan kuliah umum serupa bisa digelar ke depan dengan tema yang berbeda. Selain memberikan pengetahuan dan informasi kepada dosen serta mahasiswa, kuliah umum dari pengelola Leuser juga membangkitkan kesadaran untuk lebih bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan, utamanya kawasan Leuser, ujar Naufal. [ayi]