UNIMALNEWS | Banda Aceh – Dosen Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya menjadi narasumber di seminar yang dilaksanakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang bertema “Quo Vadis Bank Syariah : Mencari Sosok Direksi yang Mampu Mendukung Pertumbuhan Dunia Usaha dalam Tatanan Ekonomi Global”, di Banda Aceh, Kamis (27/10/2022).
Narasumber yang hadir di dalam diskusi tersebut adalah Azhar (anggota DPRA), Amirullah (Kabiro Perekonomian Sekretariat Daerah Aceh), Yusri (Kepala Otoritas Jasa Keuangan Aceh), Muhammad Iqbal (Ketua Kadin Aceh), dan Achris Sarwani (Kepala Perwakilan BI Aceh).
Seminar itu muncul sebagai respons ditolaknya dua calon direksi Bank Aceh Syariah (BAS) oleh Otoritas Jasa Keuangan, salah satu bank tertua yang berdiri di Aceh (1958). Bank yang awalnya bernama Bank Kesejahteraan Atjeh itu kemudian pada 2016 membuka unit Syariah. Sejak disahkan Qanun Lembaga Keuangan Syariah, bank ini pun sepenuhnya menjadi bank syariah yang diubah namanya menjadi Bank Aceh Syariah.
Dalam kesempatan itu, Dr (Cand) Teuku Kemal Fasya mengatakan, hingga saat ini BAS belum mampu meningkatkan performa keuangan bank daerah ini dan hanya melakukan kegiatan kredit konsumtif dan skema untuk pembiayaan sektor produktif masih sangat minimal.
“Hal lain yang dilihat adalah pola corporate management bank ini juga masih belum optimal, termasuk pada kebijakan staffing sehingga kinerja BAS masih jauh dari harapan,” katanya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan Aceh, Yusri menyampaikan, ditolaknya dua calon direksi tersebut murni adalah keputusan yang berbasis pada kinerja dan profil calon direksi. OJK sebagai lembaga independen yang berwenang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, baik perbankan, pasar modal, dan juga industri keuangan non bank (IKNB). Jadi jelas OJK tidak menggunakan pendekatan like or dislike dalam membuat kebijakan.
Seminar itu juga membuat rekomendasi kepada BAS, terutama terkait peran bank pelat merah itu untuk membantu pembiayaan pembangunan di Aceh dengan melibatkan mitra strategis seperti Kadin dan juga pengusaha sektor mikro yang menjadi tulang punggung perekonomian Aceh.[tmi]